Drama Pergantian Presiden
Drama keluarga berkelindan dengan pergantian kepemimpinan nasional.
Pergantian presiden dari Joko Widodo ke Prabowo Subianto penuh drama, dengan tokoh berbeda kelas yang tak kenal menyerah, tetapi bisa berubah.
Ada kepuasan dan kekecewaan, konflik dan pengkhianatan, serta kejutan bernuansa tragedi dan komedi. Drama keluarga berkelindan dengan pergantian kepemimpinan nasional.
Jokowi berasal dari keluarga sederhana yang tinggal di bantaran sungai. Setelah menempuh kuliah di Fakultas Kehutanan UGM, ia bekerja di Aceh, kemudian mengembangkan usaha mebel di Surakarta. Saat itu ada peluang untuk mengikuti Pemilihan Wali Kota Solo.
Perjalanan sejarah
Seorang wartawan, Anggit, mendampingi Jokowi mengunjungi para pendukungnya sampai ke pelosok, dikenal sebagai blusukan. Alasannya, ia tak punya dana cukup untuk kampanye. Dengan menyambangi warga door to door, ia akan dapat simpati dan dukungan.
Baca juga: Metamorfosis Seorang Presiden
Jokowi juga pernah menyelesaikan masalah pedagang pasar di Solo, tidak dengan menggusur, tetapi dengan mengajak makan bersama puluhan kali sehingga akhirnya para pedagang itu sukarela pindah dari lokasi yang mereka tempati.
Jadi, Jokowi memang punya stamina yang tak habis-habisnya untuk blusukan dan menyambangi warga. Ini kiranya yang jadi modal utamanya sampai menjadi presiden dan senantiasa dapat rating tinggi di survei kepuasan masyarakat.
Setelah 23 tahun didukung dan dibesarkan oleh PDI-P (partai ini tujuh kali memberikan karpet merah kepada Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dan Bobby Nasution), akhirnya Jokowi merasa tak perlu lagi bergantung pada sebuah partai. Yang dibutuhkan adalah koalisi banyak partai.
Jika kita baca sejarah pergerakan politik nasional sejak 1900-an sampai sekarang, ini karier luar biasa unik dalam perjalanan seorang wong cilik ke puncak kekuasaan tertinggi di negara ini.
Prabowo berasal dari elite yang sudah lama berperan di pemerintahan negara ini. Kakeknya, Margono Djojohadikoesoemo, pernah belajar dan bekerja di Belanda serta menjadi Direktur BNI yang pada 1946 juga mengurus pangan. Ketika itu Indonesia mencoba mencari dukungan/pengakuan kemerdekaan dari negara lain. Saat itu, terjadi kelaparan di India. Indonesia mengirim bantuan beras ke sana. Usaha pemerintahan Sjahrir ini didukung Margono.
Ayahnya, Soemitro Djojohadikoesoemo, menempuh pendidikan ekonomi di Rotterdam. Ia beberapa kali menjadi menteri pada era Soekarno. Karena terlibat dalam pemberontakan PRRI, ia menyingkir ke luar negeri selama 10 tahun (1957-1967). Itulah sebabnya Prabowo menempuh pendidikan dasar dan menengah di luar negeri (Hong Kong, Kuala Lumpur, Zurich, dan London).
Ia kemudian masuk Akabri tahun 1970. Sebagai menantu Presiden Soeharto tahun 1983, tentu ia memperoleh privilese dalam karier militer dan lainnya. Sewaktu berpangkat kapten, ia sempat menghebohkan karena mencurigai Jenderal Benny Murdani akan melakukan kudeta, sebuah kecurigaan tanpa alasan kuat menurut Sintong Panjaitan.
Ia tersangkut kasus penghilangan paksa para aktivis tahun 1998. Anak buahnya, tergabung di Tim Mawar, diadili. Prabowo sendiri diberhentikan dari dinas TNI. Ia menyingkir ke Jordania. Kabarnya, Presiden Megawati Soekarnoputri yang memberi fasilitas agar Prabowo bisa pulang kembali ke Tanah Air.
Setelah dua kali mengalahkannya di pilpres, dalam periode kedua kepresidenan tahun 2019, secara dramatis Jokowi bertemu dengan Prabowo di Stasiun MRT Lebak Bulus sampai Stasiun Senayan, Jakarta.
Prabowo ikut konvensi Partai Golkar untuk pencalonan presiden tahun 2004, tetapi ia dikalahkan Wiranto. Megawati menggandeng Prabowo sebagai calon wakil presiden di Pilpres 2009. Ia mendirikan Partai Gerindra pada 2008, bahkan dengan mengajak aktivis yang dulu pernah menjadi korban penculikan.
Prabowo menjadi capres pada Pilpres 2014 dan 2019, dan dikalahkan Jokowi. Belakangan ia mengajak bergabung ke tim suksesnya Budiman Sudjatmiko, mantan Ketua Partai Rakyat Demokratik yang dulu militan menentang Soeharto, agar tudingan terkait pelanggaran HAM terhadapnya bisa diredam.
Ia baru menang setelah bertarung sebagai capres untuk ketiga kalinya. Mirip Francois Mitterand dan Jacques Chirac di Perancis yang menjadi presiden setelah bertarung untuk ketiga kalinya (saat itu periode kepresidenan di Perancis cukup lama, tujuh tahun).
Setelah ditetapkan secara sah sebagai presiden, berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden, pada 24 April 2024 oleh KPU, pasangan ini segera bergerak. Prabowo berjumpa pengurus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), merancang koalisi politik ke depan. Sementara Gibran langsung menemui penghuni rumah susun Muara Baru, Jakarta Utara, dan membagikan susu kotak secara gratis ke anak-anak. Mungkin begitu pola pembagian kerja di antara mereka berdua kelak.
Saling memanfaatkan?
Setelah dua kali mengalahkannya di pilpres, dalam periode kedua kepresidenan tahun 2019, secara dramatis Jokowi bertemu dengan Prabowo di Stasiun MRT Lebak Bulus sampai Stasiun Senayan, Jakarta. Prabowo diajak bergabung dalam Kabinet Indonesia Maju bersama dengan pasangannya, Sandiaga Uno. Jadilah pemerintahan Jokowi sangat kuat di eksekutif dan legislatif.
Di Pilpres 2024, Prabowo masih sendirian ketika sudah terdapat dua pasangan calon. Anies Baswedan yang pertama dideklarasikan Surya Paloh. Ia berpasangan dengan Muhaimin Iskandar dari PKB. Ganjar Pranowo disandingkan dengan Mahfud MD. Prabowo belum punya pasangan. Pada 29 Mei 2023, dalam pertemuan dengan media massa nasional di Istana, Jokowi mengatakan akan cawe-cawe di pilpres mendatang.
Presiden mengajak Prabowo dan Ganjar meninjau panen raya padi di Kebumen, 9 Maret 2023. Ini mengesankan bahwa Jokowi mengusulkan pasangan ini. Namun, faktanya, masing-masing tentu tak mau jadi orang kedua alias cawapres. Apakah dalam hal ini Jokowi memang mengajukan proposal yang sudah dirancang untuk gagal? Sebab, solusinya kemudian adalah munculnya nama Gibran sebagai pendamping Prabowo.
Dalam suasana kritis ini, masuklah pengujian undang-undang ke MK terkait dengan usia cawapres minimal 40 tahun. Namun, akhirnya MK yang diketuai Anwar Usman, ipar Presiden Jokowi, meloloskan Gibran sebagai cawapres, walaupun, untuk itu, sang paman dijatuhi hukuman etika dengan dicopot kedudukannya sebagai ketua MK.
Tentu timbul pertanyaan, apakah Prabowo dimanfaatkan oleh Jokowi agar putranya, Gibran, bisa maju menjadi cawapres? Atau sebaliknya, Jokowi yang dimanfaatkan Prabowo demi memperoleh suara dari pendukung Jokowi? Atau saling memanfaatkan?
Dalam perjalanan kariernya, terlihat kedua presiden ini sangat gigih dan ulet. Kita berharap pembangunan bangsa ke depan tetap dilakukan dengan semangat juang yang tinggi.
Tentu aspek nepotisme tak bisa dibiarkan, demikian pula pelanggaran HAM berat tak boleh terulang lagi. Penyelesaian pelanggaran HAM berat secara nonyudisial yang sudah dimulai di era Jokowi—semasa posisi menko polhukam dijabat Mahfud MD—perlu dilanjutkan. UU Kepresidenan penting juga segera dibuat.
Asvi Warman Adam,Profesor Riset Bidang Sejarah Sosial Politik BRIN