IAADS diharapkan menjadi sistem pertahanan udara yang kuat dan efektif dalam menghadapi berbagai ancaman di kawasan.
Oleh
FADJAR PRASETYO
·5 menit baca
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia menduduki posisi strategis dalam kancah geopolitik global. Letak geografis, yang memanjang di antara dua samudra dan dua benua, menjadikan Indonesia memiliki kepentingan yang besar di berbagai bidang, termasuk politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan.
Untuk mengamankan kedaulatan udara dan melindungi kepentingan nasional, TNI AU menjalankan peran penting dalam sistem pertahanan udara nasional (sishanudnas). Namun, sishanudnas yang ada saat ini masih memerlukan peningkatan, terutama dalam hal integrasi antarmatra dan antaraset. Menghadapi perkembangan teknologi dan ancaman yang semakin kompleks, diperlukan pembenahan dari berbagai aspek, dari organisasi hingga teknologi terkini.
Konsep Cakra
Untuk meningkatkan kemampuan pertahanan udara Indonesia, TNI AU mengusung konsep Sistem Pertahanan Udara Nasional ”Cakra” Indonesian Archipelagic Air Defence System (IAADS) yang mengintegrasikan berbagai aspek pertahanan udara, termasuk penggunaan kecerdasan buatan (AI), pertahanan elektromagnetik, siber, dan ruang angkasa.
Mengadopsi pendekatan threat based, capability based, dan budget based, Sishanudnas Cakra dikembangkan dengan prinsip Cerdas, Akurat, Kuat, Responsif, dan Adaptif. Dalam perumusan konsep sishanudnas ke depan, beberapa kawasan potensial dengan ancaman signifikan perlu perhatian khusus, terutama terkait keamanan dan pertahanan di Ibu Kota Nusantara, Kalimantan Timur.
Pembangunan ibu kota baru ini berdampak pada pergeseran pusat gravitas Indonesia ke Kalimantan. Lokasi yang strategis, dekat dengan perbatasan dan jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II, menimbulkan konsekuensi logis meningkatnya potensi ancaman ideologi, politik, dan pertahanan.
Selain itu, Pulau Jawa tetap memiliki nilai strategis dalam perspektif pertahanan dan perekonomian Indonesia. Populasi yang besar dan sebagai pusat perekonomian negara menempatkan Jawa sebagai obyek vital nasional sehingga sistem pertahanan udara di Pulau Jawa harus tetap diperhitungkan dan dibangun secara ideal.
Pendekatan threat based approach mengacu pada potensi ancaman terhadap wilayah Indonesia. Capability based approach berkaitan dengan kemampuan yang ingin dicapai dalam menghadapi potensi ancaman. Sementara itu, budget based approach didasarkan pada ketersediaan anggaran untuk mendukung dan melaksanakan konsep sishanudnas.
IAADS terdiri dari beberapa aspek. Pertama, Pertahanan Udara Berbasis Wilayah, di mana IAADS akan menggelar sensor dan shooter secara terintegrasi dan komprehensif di seluruh wilayah, termasuk jalur ALKI. Konsep IAADS juga akan membagi wilayah sektor pertahanan udara sehingga responsif dan fokus dalam menghadapi ancaman.
Kedua, komponen Sishanudnas Cakra meliputi integrated air defence (IAD), electromagnetic warfare, cyber and space, air land and maritime integration, dan regulated fly zone.
Untuk mengamankan kedaulatan udara dan melindungi kepentingan nasional, TNI AU menjalankan peran penting dalam sistem pertahanan udara nasional (sishanudnas).
Ketiga, implementasi IAADS membutuhkan sinergi antarberbagai komponen pertahanan udara dan koordinasi yang baik antara TNI AU dengan unsur-unsur pertahanan lainnya.
IAD merupakan konsep pertahanan udara terpadu, mengintegrasikan struktur, equipment (peralatan), prosedur, dan persenjataan untuk menghadang ancaman musuh (threat) dari udara menuju wilayah kedaulatan suatu negara.
IAD terdiri dari unsur-unsur (sensor, shooter, dan command and control/C2), serta fungsi berupa air surveillance (pengawasan udara), battle management (manajemen pertempuran), dan weapons control (pengendalian persenjataan).
Konsep IAD melaksanakan fungsi air surveillance, battle management, dan weapons control secara terus-menerus.
Space, atau ruang udara di atas 110 kilometer, memainkan peran sentral dalam penyelenggaraan pertahanan udara modern. Meningkatkan kemampuan pertahanan udara berarti memperkuat sistem informasi peringatan dini (early warning), kewaspadaan situasional (situational awareness), informasi target yang presisi, dan komunikasi yang aman.
Space juga merupakan wilayah strategis yang harus dipertimbangkan dalam aspek pertahanan untuk melindungi negara dari ancaman yang menggunakan wahana space.
Di samping itu, sebagai upaya pembangunan berkelanjutan dalam mewujudkan TNI AU sebagai AU yang disegani di kawasan, TNI AU juga harus turut memulai mengembangkan peran space, yang kini menjadi sangat vital dalam konteks pertahanan udara modern.
Pertama, space menjadi tempat bagi aset-aset penting seperti satelit yang digunakan untuk komunikasi, navigasi, prakiraan cuaca, dan kepentingan militer. Melindungi aset-aset ini menjadi krusial bagi keamanan nasional dan perkembangan ekonomi suatu negara.
Kedua, space juga menjadi sasaran dari perkembangan ancaman, termasuk senjata antisatelit (ASAT) dan puing-puing luar angkasa (space debris) yang dapat membahayakan aset di wilayah udara.
Ketiga, pertahanan udara di wilayah space juga penting untuk menangkal aksi yang dapat membahayakan negara lain.
Keempat, kemampuan pertahanan udara di space juga diperlukan dalam mendeteksi, melacak, dan mengintersepsi misil dan misil hipersonik yang diluncurkan.
Selain itu, dalam konsep integrasi udara, laut, dan darat, terminal command diimplementasikan untuk mencapai tingkat efektivitas dan keselarasan dalam penyelenggaraan operasi pertahanan udara.
Regulated fly zone merupakan wilayah udara yang diatur dengan regulasi tertentu untuk menjaga keamanan suatu wilayah yang strategis bagi kepentingan nasional. Berbagai jenis wilayah udara termasuk dalam regulated fly zone, seperti Special Use Airspace (SUA), ADIZ, dan National Security Areas (NSAs).
Menghadapi perkembangan teknologi dan ancaman yang semakin kompleks, diperlukan pembenahan dari berbagai aspek, dari organisasi hingga teknologi terkini.
Konsep organisasi
Menyelaraskan konsep organisasi pertahanan udara dengan dinamika ancaman yang semakin kompleks, pemerintah telah mengesahkan restrukturisasi pada Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas).
Kohanudnas dilebur menjadi Komando Operasi Pertahanan Udara Nasional (Koopsudnas), membawahkan tiga Komando Operasi Udara (Koopsud) dan Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat).
Dalam konteks pertahanan udara, diperlukan kesatuan komando yang efisien dan responsif. Oleh karena itu, ke depan diusulkan pembentukan air defence command dalam wujud Komando Operasi Pertahanan Udara (Koopshanud).
Koopshanud akan berada di bawah Koopsudnas dan membawahkan Komando Sektor Pertahanan Udara (Kosekhanud) yang memiliki satuan radar dan satuan rudal sebagai unsur utama dalam penyelenggaraan pertahanan udara.
Koopshanud akan memiliki peran penting dalam pengendalian pertahanan udara secara terpusat (centralized control).
Hal ini memungkinkan pengintegrasian seluruh sensor dan pengolahan data besar (big data) untuk mendukung pengambilan keputusan yang cepat dan tepat. Selain itu, Koopshanud juga bertanggung jawab dalam mengoordinasikan penindakan terhadap ancaman yang muncul, baik dari matra udara, maupun matra laut dan darat.
Mewujudkan Sishanudnas Cakra IAADS adalah sebuah pemikiran dan langkah strategis yang membutuhkan regulasi yang jelas, perencanaan yang terstruktur, serta kolaborasi dan sinergi yang baik antara TNI AU, industri pertahanan, dan akademisi. Selain itu, juga perlu ditindakalnjuti dengan validasi organisasi yang efektif, serta peningkatan kualitas personel melalui pelatihan dan kursus yang sesuai.
Dengan demikian, IAADS diharapkan dapat menjadi sistem pertahanan udara yang kuat dan efektif dalam menghadapi berbagai ancaman di kawasan.