Sebagai dua negara yang turut menginisiasi lahirnya ASEAN hubungan baik Indonesia-Malaysia sangat penting.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Kunjungan singkat Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ke Selangor, Malaysia pada Rabu (3/4/2024) lalu merupakan peristiwa menarik. Kunjungan itu dilakukan seusai Prabowo – sebagai pemenang pilpres – memenuhi undangan Pemerintah China dan bertemu Presiden Xi Jinping. Kunjungan itu lantas dilanjutkan dengan kunjungan ke Tokyo, Jepang. Di Tokyo, Prabowo di terima oleh Perdana Menteri Fumio Kishida.
Kehadiran Prabowo ke China dan Jepang merefleksikan upaya Indonesia mengelola kompetisi dua kekuatan utama dunia. Di kawasan, China dan Jepang dapat dilihat sebagai representasi dua kutub baru dunia. Beijing mewakili kemapanan baru China di kancah dunia, sementara Jepang “mewakili” wajah Barat dan Amerika Serikat di Asia.
Indonesia sebagai kekuatan menengah yang dalam beberapa tahun terakhir cukup lihai memainkan posisi dan kapasitasnya – termasuk sebagai pemimpin tradisional ASEAN – memang perlu menjaga relevansi perhimpunan itu di kancah regional dan global. Kunjungan Prabowo ke Malaysia seusai melawat ke China dan Jepang sepantasnya ditempatkan dalam konteks tersebut.
Dalam hal ini, Prabowo cukup lihai “memposisikan” Indonesia, sekaligus “menempatkan diri” dalam relasi di kawasan. Dalam pertemuan di Kantor Perdana Menteri Malaysia, PM Anwar Ibrahim dan Prabowo tampak akrab berbincang. Mereka membahas upaya memperkuat hubungan Malaysia-Indonesia. Mereka pun membicarakan pengalaman politik masing-masing.
”Perjalanan politik kami hampir sama, kami berdua diuji oleh berbagai tantangan sebelum terpilih,” kata Anwar seusai pertemuan melalui pernyataan di halaman Facebook-nya. ”Semoga hubungan Malaysia-Indonesia berlanjut semakin kuat untuk kemanfaatan kita bersama,” ujar Anwar.
Gestur akrab itu tentu baik untuk merawat relasi kedua negara yang di ranah publik – hingga saat ini – kerap diwarnai sikap saling sikut. Untuk isu olah raga, sosial dan budaya, juga perbatasan, Indonesia dan Malaysia kerap bersimuka. Namun untuk urusan kawasan dan global keduanya adalah “sejoli”.
Dalam isu internal ASEAN, seperti isu Myanmar misalnya, Indonesia dan Malaysia seia sekata. Dalam isu kelapa sawit yang kerap mendapat hadangan Uni Eropa, Indoneia dan Malaysia saling dukung. Malaysia adalah salah satu negara yang menyokong Indonesia saat mengajukan diri sebagai anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Begitulah relasi Indonesia-Malaysia.
Sebagai dua negara yang turut menginisiasi lahirnya ASEAN hubungan baik Indonesia-Malaysia sangat penting. Fakta tersebut turut memperlihatkan ASEAN sebagai sosok yang solid, stabil, dan relevan untuk kawasan. Catatan itu sekaligus mempertegas raison d'Être atau alasan keberadaan ASEAN.
Tidak dimungkiri, ASEAN adalah refleksi kemampuan Indonesia menahan diri dan bekerja sama pasca kebijakan ganyang Malaysia. ASEAN yang dibentuk oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura menjadi ruang bagi masing-masing untuk tidak menjadi ancaman bagi yang lain.
Pertemuan Prabowo dan Anwar Ibrahim di Putrajaya sejatinya tidak hanya memperlihatkan relasi hangat dan hubungan dekat Indonesia dan Malaysia semata. Pertemuan itu memperlihatkan, sekaligus, mengajak mitra ASEAN dan para pemangku kepentingan di kawasan untuk mampu menahan diri, mengembangkan relasi yang inklusif dan terbuka, serta mengedepankan prinsip-prinsip yang sesuai dengan norma-norma internasional.
Bahwa diplomasi tidak hanya semata-mata diarahkan untuk menjaga kedaulatan dan mewujudkan kepentingan nasional masing-masing negara. Lebih dari itu, menjaga serta merawat hidup bertetangga perlu dilakukan untuk mewujudkan bonum commune atau kemashalatan bersama.
Editor:
PAULUS TRI AGUNG KRISTANTO, BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO