Perputaran uang pemudik selama libur Lebaran diperkirakan Rp 152 triliun, 35 persen untuk rekreasi di desa wisata.
Oleh
TRISNO YULIANTO
·4 menit baca
Lebaran tahun 2024 akan menjadi momentum bagi penguatan ekonomi desa jika diletakkan sebagai peluang bisnis bagi pelaku ekonomi perdesaan. Diprediksi jumlah pemudik pada 2024 mencapai 193,6 juta orang atau sekitar 71,7 persen dari jumlah penduduk. Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) memperkirakan uang yang akan dibelanjakan para pemudik tersebut akan mencapai Rp 152,3 triliun selama libur Lebaran.
Besarnya perputaran uang selama libur Lebaran inilah yang membuka kesempatan bisnis bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di desa dan juga menggiatkan nadi usaha wisata di desa. Para pemudik dipastikan akan menempatkan item belanja kebutuhan mendasar saat kembali ke kampung halaman dan juga belanja rekreasi di berbagai destinasi wisata yang ada di desa.
Usaha wisata di desa selama empat tahun terakhir mengalami laju pertumbuhan kuantitas dan kualitas karena peran para pemangku kepentingan dan pemangku kebijakan. Tren laju perkembangan desa wisata yang digerakkan melalui fasilitasi, promosi, dan dukungan anggaran dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) ataupun Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menjadi pendorong menguatnya jejaring usaha wisata desa.
Jumlah desa wisata pada 2023 dalam catatan Kemenparekraf yang aktif dalam pendataan Jaringan Desa Wisata (Jadesta) sebanyak 4.773 desa. Dari 4.773 desa wisata, 30 persen merupakan desa wisata kategori maju yang memiliki infrastruktur wisata yang sangat layak dan juga didukung oleh investasi wisata. Investasi wisata membantu perkembangan destinasi wisata dan fasilitas pendukungnya, seperti home stay, stand kuliner/suvenir, dan penggiatan atraksi seni-budaya.
Desa wisata sudah beranjak menjadi bisnis wisata yang melibatkan banyak aktor/pelaku, dari mulai pengusaha kecil menengah, badan usaha milik desa (BUMDesa), ataupun investor swasta yang tergugah membangun ekosistem wisata di desa.
Dalam riset Universitas Gadjah Mada tahun 2023, eksistensi desa wisata semakin kuat dalam mendorong kesejahteraan masyarakat di desa. Bahkan desa wisata dianggap sebagai katup penyelamat ekonomi karena membantu menahan laju inflasi di desa dan juga berkontribusi besar pada penciptaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat desa. Termasuk tentu menahan laju urbanisasi masyarakat ke perkotaan.
Desa wisata menjadi entitas ekonomi kawasan yang memberi ruang bagi dinamika bisnis kepariwisataan yang cenderung berkelanjutan. Perkembangan bisnis kepariwisataan di desa ditentukan oleh berbagai faktor yang berkaitan antara pemerintah desa sebagai pemangku kebijakan, BUMDesa sebagai pengelola obyek wisata desa yang berada di aset desa, pihak swasta yang berinvestasi untuk membangun destinasi wisata baru, dan pemerintah daerah/pusat sebagai regulatornya. Ada sinergi dan harmoni dalam memajukan desa wisata yang kini menjadi tren kepariwisataan nasional di luar skema destinasi kepariwisataan strategis nasional.
Dalam riset Universitas Gadjah Mada tahun 2023, eksistensi desa wisata semakin kuat dalam mendorong kesejahteraan masyarakat di desa.
Bisnis kepariwisataan
Tipologi perkembangan bisnis kepariwisataan di desa wisata adalah sebagai berikut. Pertama, ekosistem wisata desa. Bisnis wisata di desa menyatukan kepentingan para pelaku bisnis pada kerja sama yang melibatkan banyak aktor, baik UMKM, BUMdesa, swasta, kelompok sadar wisata (pokdarwis), maupun elemen lembaga ekonomi perdesaan lainnya. Para aktor saling mendukung sehingga membangun kawasan wisata antardesa yang stabil dalam okupansi kunjungan wisatawan, dan terjadi pembagian profit bisnis yang menguntungkan.
Kedua, industri wisata desa. Bisnis pariwisata di desa wisata telah menjadi industri yang arahnya pada aspek perluasan investasi pada pembaruan destinasi wisata, perluasan sentra bisnis terkait wisata, dan pembukaan lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat antardesa.
Industri wisata desa mengarah kepada profesionalisme berdasarkan hukum permintaan dan penawaran dalam terminologi ekonomi. Permintaan akan hadirnya destinasi baru, fasilitas wisata yang bagus, dan kegiatan kepariwisataan unggulan, dan sebagainya.
Ketiga, bisnis wisata tradisional. Bisnis wisata yang untuk memenuhi selera rekreasi kolektif masyarakat desa dan atau masyarakat antardesa yang dikelola pokdarwis atau lembaga masyarakat desa. Bisnis wisata tradisional ini semakin berkurang seiring pembentukan BUMDesa. Banyak desa di desa wisata yang telah membentuk BUMDesa dan memiliki unit usaha jasa wisata di desa.
BUMDesa yang memiliki unit usaha wista inilah yang mulai mendorong bisnis wisata di desa semakin profesional sehingga bergerak ke arah ekosistem bisnis wisata di desa, mengingat BUMDesa yang memiliki legal standing sebagai perusahaan milik desa untuk menjalankan atau mengelola obyek wisata di desa. Dari data Sistem Informasi desa (SID) Kementerian Desa PDTT tahun 2023, dari 60.417 BUMDesa, yang telah berbadan hukum sebanyak 16.558 dan 60 persen memiliki unit usaha wisata.
Kemampuan menangkap peluang ekonomi Lebaran dengan jumlah uang yang berputar atau dibelanjakan pemudik selama libur Lebaran, yakni Rp 152 triliun, diprediksi 35 persen akan digunakan untuk kepentingan rekreasi di berbagai destinasi wisata di desa. Hal inilah yang merupakan ”durian runtuh” yang seharusnya dijadikan kesempatan emas bagi desa wisata untuk menangguk pundi-pundi cuan Lebaran.
Tentu saja desa wisata harus menyuguhkan layanan terbaik bagi para pemudik yang akan membelanjakan dana Lebaran ke berbagai destinasi wisata di desa. Suguhan pelayanan prima dalam berbagai pergelaran aktrasi kebudayaan, sajian kuliner yang sehat, perbaikan fasilitas wisata, pengembangan obyek wisata, dan juga penyempurnaan paket wisata yang menarik. Tujuan utamanya adalah akan meningkatkan kepuasan para pemudik yang berkunjung dan ke depan akan menjadi pelanggan wisata desa dalam setiap momen ketika kembali ke desa.
Segenap pelaku bisnis di desa wisata harus memiliki kesepahaman bersama untuk menciptakan situasi yang menyenangkan bagi tamu istimewa—pemudik Lebaran—yang berkunjung ke destinasi wisata. Faktor keamanan dan kenyamanan menjadi prioritas utama. Bisnis wisata untuk menangkap cuan Lebaran bukan dalam ritme persaingan yang kontraproduktif, tetapi saling menguatkan dan berbagai profit serta menjalankan fungsi kebermanfaatan bagi desa dan masyarakat.
Untuk itulah kepatuhan pada prosedur operasional standar layanan bisnis kepariwisataan di desa wisata harus dijadikan pedoman.
Demikian pelaku bisnis wisata di desa wisata harus memiliki kesadaran organik bahwa mereka berbisnis bukan hanya untuk diri mereka atau perusahaan mereka sendiri, melainkan untuk keberlanjutan kepariwisataan di desa. Desa wisata memang menjadi sumbu pergerakan ekonomi di desa saat Lebaran dan pasca-Lebaran. Menjadi magnet yang memandirikan desa dalam meraih peningkatan pendapatan asli desa. Desa wisata menjadi peranti bagi eksplorasi potensi kawasan antardesa.
Trisno Yulianto, Koordinator Peguyuban Inovasi Desa untuk Keberdayaan Masyarakat