”Buka Pintu” sebagai Padanan ”Open House”
Selama ini ”open house” dipadankan dengan ”gelar griya”. Tak ada salahnya mencoba padanan lain: ”buka pintu”.
Pada bulan Ramadhan ini, umat Islam dengan penuh ketaatan menjalankan ibadah puasa. Tidak terkecuali teman-teman dan para sahabat saya di lingkungan kerja. Mereka menjalankannya dengan penuh semangat dan kesungguhan hati.
Tidak terlihat raut wajah merana karena menahan lapar dan haus. Semua sehat, bahagia, penuh rasa syukur karena masih diberikan kesempatan melaksanakan ibadah puasa.
Lingkungan kerja kami memiliki tradisi yang selalu digelar setiap bulan puasa, yakni buka bersama. Beberapa menit sebelum berbuka, kami sudah berbaris membentuk dua antrean panjang. Tidak hanya mereka yang Muslim, yang non-Muslim pun ikut mengantre.
Baca juga: Asal-usul Kata Takjil, Bukber, dan Jaburan
Beragam perbincangan hangat tercipta saat kami mengantre untuk mengambil makanan berbuka yang telah disediakan para dermawan. Suasana menjadi riuh oleh mulut-mulut yang berceloteh. Seru!
Berbagai pertanyaan, seperti mudik atau tidak, mudik gratis atau mandiri, kapan berangkat, naik apa, pulang ke mana, cuti berapa hari, sudah dapat tiket atau belum, mau makan apa di kampung, mengunjungi tempat wisata apa, titip oleh-oleh, dan titip salam, muncul saat kami mengantre.
Beragam perbincangan ini bermanfaat sekali ”mempersingkat” waktu antre. Tahu-tahu sendok dan garpu sudah di tangan, kami pun siap mengisi piring dengan hidangan yang tersedia untuk berbuka.
Sebentar lagi Lebaran tiba. Hari raya umat Islam yang jatuh pada 1 Syawal setelah selesai menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh ini sangat dinanti kehadirannya. Segala persiapan pun dilakukan untuk menyongsong Idul Fitri, mulai dari menata hati atau diri sendiri hingga menata rumah. Banyak orang bersiap untuk bersilaturahmi agar persaudaraan tetap terjalin dan terjaga.
Open house menurut Oxford Learner’s Dictionary adalah ’waktu atau saat tertentu ketika pengunjung boleh datang’.
Segala kepedihan, kesusahan, dan penderitaan hendaknya berganti dengan luapan kebahagiaan dan rasa syukur tiada akhir dosis tinggi yang merasuk dalam tubuh, jiwa, dan pikiran sebagai energi yang menghidupkan. Keberanian meminta maaf dan keikhlasan dalam memaafkan menambah dahsyat harmoni kehidupan.
Dalam rangka berlebaran tahun ini, saya teringat sebuah acara yang sangat populer, yaitu open house. Saat perayaan Idul Fitri, kami sekeluarga selalu menyempatkan diri berkunjung ke rumah tetangga di lingkungan sekitar tempat tinggal untuk mengucapkan selamat hari raya, saling memaafkan, sembari tak lupa mengudap penganan yang telah disediakan tuan rumah sambil ramai bertukar cerita.
Nah, menjadi menarik saat mengetahui bahwa arti open house menurut Oxford Learner’s Dictionary adalah ’a place or a time at which visitors are welcome’. Waktu atau saat tertentu ketika pengunjung boleh datang.
Adapun dalam Wikipedia, open house diberikan pemaknaan secara lebih khusus lagi, yaitu ’an event held at an institution where its doors are open to the family of students to allow people to look around the institution and learn about it’.
Sementara itu, dalam bahasa Indonesia, open house dipadankan dengan istilah gelar griya. Sebagai contoh, Presiden Joko Widodo akan melakukan gelar griya pada hari kedua Lebaran. Masyarakat dipersilakan hadir mulai pukul 10.00 sampai dengan pukul 15.00 di Istana Negara, Jakarta.
Baca juga: Makna ”Takbiran” sebagai Hasil Sufiksisasi ”-an”
Sepintas penggunaan kata gelar griya dalam contoh kalimat di atas terbaca, terdengar, dan terasa sangat elegan serta sangat Indonesia. Akan tetapi, rasa saya kemudian menjadi terganggu ketika menemukan arti gelar griya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Ternyata, gelar griya dalam kamus memiliki arti ’pintu terbuka’. Ruwet, ya? Saya langsung menjadi ilfil, lho. Bayangkan, Presiden Joko Widodo akan melakukan pintu terbuka pada hari kedua Lebaran? Apa coba maksudnya?
Mumpung mendapatkan kesempatan menulis di bulan yang penuh berkah ini, saya mengusulkan penggunaan buka pintu sebagai alternatif penggunaan open house dan gelar griya. Tidak ada kata house ataupun griya dalam arti buka pintu.
Saya mencoba membentuknya dari komponen arti yang tersua di kedua istilah tersebut, yang kebetulan di dalamnya terdapat kata pintu, membuka kesempatan bagi orang untuk berkunjung, serta menyediakan waktu tertentu.
Dengan demikian, dapat diartikan bahwa buka pintu adalah mempersilakan siapa pun, pada waktu yang telah ditentukan, untuk berkunjung. Jadi, bisa digunakan dalam kegiatan apa pun dan di mana pun tempatnya serta kapan pun.
Lebih khusus lagi, dalam hubungannya dengan Lebaran, buka pintu juga dapat diartikan sebagai membuka diri kita untuk berani meminta maaf serta membuka pintu hati kita untuk dapat memaafkan dengan penuh keikhlasan.
Baca juga: Mengapa Disebut Angpau Lebaran?
Syahdan, pada akhirnya, Presiden Joko Widodo pun dapat menggelar acara buka pintu pada hari kedua Lebaran dengan penuh keberkatan. Masyarakat dipersilakan untuk hadir pada waktu yang telah ditentukan.
Sebab, untuk diterima, untuk masuk ke sebuah ruangan, kita harus melalui pintu, bukan jendela, ataupun genteng. Apalagi, jika harus masuk ke ruang hatimu untuk beramah-tamah di dalamnya, bukankah aku harus mengetuk pintu terlebih dahulu?
Baca juga: Bentuk Lewah Frasa ”Hal yang Sama Juga...”
Semoga 1 Syawal nanti kita semua bisa merayakan Idul Fitri dengan penuh sukacita. Jangan lupa buka pintu!
Teguh Candra, Penyelaras Bahasa Kompas