”Ferienjob”, TPPO, dan Talenta Global Kita
”Ferienjob” merupakan program kerja yang berfokus pada pekerjaan kasar yang mengandalkan tenaga fisik, bukan magang.
Kasus program ferienjob di Jerman, di mana 1.047 mahasiswa Indonesia diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang, kembali membuka kotak pandora kompleksitas permasalahan ketenagakerjaan migran.
Di satu sisi, terdapat dugaan pelanggaran administrasi dan eksploitasi tenaga kerja yang patut diinvestigasi. Di sisi lain, terdapat pertanyaan mendasar: apakah kasus ini benar-benar tergolong TPPO atau lebih tepat dikategorikan sebagai masalah ketenagakerjaan biasa?
Untuk mendudukkan inti persoalan, ada beberapa argumen menarik dalam mendebat label TPPO pada kasus ini.
Unsur TPPO
Pertama, sebenarnya program ferienjob tidak memenuhi kriteria TPPO. Berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, TPPO mensyaratkan unsur-unsur seperti kekerasan, penipuan, dan eksploitasi. Ada tiga unsur itu untuk bisa dinyatakan TPPO.
Dari unsur tujuan eksploitasi pada mahasiswa, dugaan itu sangat lemah karena tak terdapat unsur-unsur kunci, seperti kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, atau penipuan.
Baca juga: ”Ferienjob” dan Fenomena Gunung Es Perdagangan Orang
Program resmi satu negara tidak bisa dengan mudahnya kita labeli TPPO. Apalagi, program ferienjob adalah program resmi Pemerintah Jerman yang melindungi hak-hak pekerja.
Meski demikian, kasus yang menimpa mahasiswa pada program ferienjob ini berpotensi dituntut dengan UU Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) sebagaimana diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2018. Kasus ini bisa dikategorikan kasus penempatan PMI yang tidak taat prosedur.
Kita harus berhati-hati dalam pelabelan perdagangan orang (human trafficking) yang menjadi agenda internasional. Tidak bisa setiap permasalahan ketenagakerjaan dilarikan menjadi kasus TPPO. Ini bisa memunculkan citra negatif bagi Indonesia sebagai negara yang lemah dalam perlindungan terhadap keselamatan warga negaranya.
Ilustrasi/Heryunanto
Selain itu, tudingan itu juga berpotensi memunculkan kesalahpahaman yang bisa mengganggu hubungan diplomatik Indonesia dan Jerman, terutama dalam hubungan kerja sama ketenagakerjaan.
Faktanya, pada program ferienjob tidak ada mahasiswa disekap. Tidak ada mahasiswa yang pulang ke Tanah Air mengalami cacat fisik ataupun terguncang hebat kejiwaannya. Tidak ada mahasiswa yang mengalami kekerasan dari majikan/perusahaan. Semua dilakukan dengan kesadaran, apalagi terjadi pada mahasiswa yang termasuk kalangan terdidik. Bukan terjadi pada masyarakat lemah/rentan.
Bukan program magang
Kedua, memang kasus ini mengungkap kondisi kerja yang dianggap tidak ideal bagi mahasiswa kita, seperti jam kerja panjang, upah rendah, dan beban kerja berat, sehingga banyak keluhan yang dialami, meliputi berbagai aspek, mulai dari kontrak yang tidak jelas hingga pengaturan akomodasi yang tidak memadai.
Namun, program ferienjob yang dirancang oleh Pemerintah Jerman sebenarnya ditujukan bagi mahasiswa yang ingin mencari penghasilan tambahan selama liburan kuliah mereka. Dalam hal ini, terdapat kesalahpahaman yang cukup besar di antara peserta program ini. Salah satu kesalahan utama adalah menganggap ferienjob sebagai program magang atau liburan sambil kerja.
Padahal, ferienjob merupakan program kerja yang berfokus pada pekerjaan kasar yang mengandalkan tenaga fisik, seperti mengangkat barang atau mencuci piring. Ini bukanlah program yang berkaitan dengan kegiatan akademik mahasiswa atau mengikuti kemampuan di bidang studi mereka. Kondisi ini tentu tak secara otomatis dikategorikan sebagai eksploitasi yang jadi ciri khas TPPO.
Ini bukanlah program yang berkaitan dengan kegiatan akademik mahasiswa atau mengikuti kemampuan di bidang studi mereka.
Tubuh yang terbiasa di iklim tropis di Indonesia tentu harus menyesuaikan dengan iklim dingin di Jerman. Artinya, kondisi kerja di Jerman mungkin berbeda dengan yang biasa dialami oleh mahasiswa Indonesia.
Hal ini harus menjadi pertimbangan penting sebelum memutuskan untuk mengikuti program ini. Pengalaman bekerja di luar negeri memang menawarkan peluang dan tantangan yang berharga, tetapi perlu persiapan dan pemahaman yang matang.
Mereka yang tak siap bekerja keras atau kondisi fisiknya tak mendukung, terutama di musim dingin, sebaiknya tak mengikuti program ini atau program sejenis di negara lain.
Perlindungan tenaga kerja
Ketiga, perlu analisis dalam mempertanyakan kemungkinan Jerman, sebagai negara maju, melakukan praktik kejahatan kemanusiaan seperti TPPO. Hal ini dirasa tidak logis mengingat Jerman memiliki standar ketenagakerjaan yang tinggi dan reputasi yang baik dalam melindungi hak-hak pekerja.
Baca juga: Tak Masuk Kriteria MBKM, Magang Mahasiswa ”Ferienjob” ke Jerman Dihentikan
Bahkan, bersama Jepang, Jerman tercatat sebagai negara yang memiliki tradisi kuat dalam kemitraan antara industri dan lembaga pendidikan. Kemitraan terjalin erat melalui program magang, pembelajaran berbasis kerja, dan kolaborasi dalam merancang kurikulum pendidikan yang sesuai kebutuhan industri (Harvelin, 2020).
Terlebih, sejak Maret 2022, Badan Ketenagakerjaan Federal Jerman secara resmi menerbitkan brosur mengenai persyaratan dan prosedur penerimaan ferienjob di Jerman. Ferienjob diatur dalam Pasal 14 Ayat (2) Ordonansi Ketenagakerjaan Jerman (BeschÄftigungsverordnung/BeschV) yang menyatakan bahwa ferienjob dilakukan hanya pada saat officialsemester break atau libur semester resmi.
Masa kerja ferienjob maksimum 90 hari selama liburan semester resmi di negara asal peserta. Masa kerja ini tidak dapat diperpanjang dengan alasan apa pun. Ferienjob yang baru dimulai sejak 2022 ditawarkan kepada mahasiswa Uni Eropa (UE) dan non-UE.
Beberapa mahasiswa Indonesia yang sedang kuliah di perguruan tinggi Jerman juga pernah mengikuti ferienjob untuk mengisi waktu libur kuliah resmi dan untuk mendapatkan uang saku tambahan. Jadi, ferienjob bukanlah program tenaga kerja ilegal.
Dalam proses pengawasan, Kantor Ketenagakerjaan Federal (Bundesagentur fÜr Arbeit) Jerman juga memiliki peran penting dalam membantu siswa sekolah, baik menengah maupun menengah atas (secondary school), serta mahasiswa untuk mendapat sponsor dari perusahaan yang resmi dan sesuai.
Proses ini adalah bagian dari sistem pendidikan ganda (dual education system) yang dikenal luas di Jerman. Oleh karena itu, mustahil Jerman menjadi tempat berkembangnya human trafficking berkedok magang.
Maka dari itu, masalah-masalah yang muncul, seperti ketidakjelasan kontrak, jenis pekerjaan yang tidak sesuai, atau kesulitan pengaturan visa dan jadwal penerbangan, sebenarnya dapat dihindari dengan pemahaman yang lebih baik tentang program ini.
Para mahasiswa seharusnya menyadari bahwa ferienjob hanya tersedia selama masa liburan semester resmi dan masa kerja maksimum 90 hari, tanpa kemungkinan perpanjangan.
Kesalahan sistem
Pemerintah harus mengakui bahwa persoalan yang terjadi di dunia ketenagakerjaan migran selama ini adalah akibat kesalahan sistem. Sistem yang dibangun oleh negara masih banyak titik lemahnya. Masih banyak regulasi kosong dalam melindungi dan membuka kesempatan kerja pada rakyat yang hendak bekerja ke luar negeri.
Oleh karena itu, mustahil Jerman menjadi tempat berkembangnya ’humantrafficking’ berkedok magang.
Pemerintah semestinya memanfaatkan program ferienjob sebagai ajang bagi mahasiswa untuk mendapat pekerjaan di waktu libur. Terlebih Indonesia belum memiliki tradisi kuat dalam kemitraan antara industri dan lembaga pendidikan.
Sayangnya, Kemendikbudristek lewat surat tertanggal 27 Oktober 2023 justru mengimbau mahasiswa tidak mengikuti program ferienjob di Jerman, baik untuk kegiatan yang sedang berlangsung maupun yang akan berangkat.
Semestinya, pemerintah melalui Kemendikbudristek fokus agar ferienjob dijadikan bagian dari Merdeka Belajar Kampus Merdeka yang legal secara hukum. Kita tidak bisa bertindak gegabah menilai persoalan pada sebagian kecil mahasiswa sebagai kasus TPPO dan menghentikan program ferienjob tersebut.
Program ferienjob tetap merupakan peluang yang menarik bagi mahasiswa Indonesia, asalkan dilakukan dengan regulasi yang ketat untuk melindungi mereka selama proses perekrutan, penempatan, bekerja, dan pemulangan.
Pemerintah, melalui Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), dapat menetapkan batas biaya wajar yang harus ditanggung mahasiswa agar tidak dieksploitasi dalam program ini. Dengan aturan yang jelas, risiko praktik overcharging oleh agen perekrutan dapat diminimalkan.
Baca juga: Dua Tersangka Kasus ”Ferienjob” di Jerman Berpotensi Jadi Buron
Pengelolaan ferienjob sebagai program resmi oleh pemerintah dapat membantu memastikan tata kelola yang baik sehingga potensi masalah dapat diminimalkan. Melalui program ini, mahasiswa dapat belajar tentang budaya kerja dan etika kerja di Jerman serta memperoleh pemahaman tentang sistem perlindungan hak-hak pekerja yang diberlakukan oleh Pemerintah Jerman.
Ferienjob juga merupakan kesempatan yang sangat berharga bagi mahasiswa Indonesia untuk mendapatkan pengalaman kerja internasional dan belajar langsung dari budaya serta etos kerja di Jerman.
Program ini tak hanya memberikan pengalaman kerja yang berharga, tetapi juga membuka pintu bagi transfer keterampilan dan pengetahuan ”rahasia” (tacit knowledge), khas dari negara maju kepada mahasiswa, yang merupakan aset berharga bagi kemajuan ekonomi Indonesia di masa depan.
Selain itu, ferienjob juga dapat memberikan kontribusi ekonomi signifikan bagi mahasiswa, yang pada gilirannya dapat mendukung pendidikan mereka atau investasi dalam pengembangan diri.
Namun, untuk memaksimalkan potensi positif dari program ini, perlu ada regulasi dan pengawasan yang ketat dari Pemerintah Indonesia serta kerja sama erat dengan Pemerintah Jerman untuk mencegah eksploitasi dan melindungi hak-hak pekerja.
Dengan pengelolaan yang baik, ferienjob memiliki potensi besar untuk menjadi pintu gerbang bagi upgrading talenta global Indonesia dan meningkatkan keterlibatan mereka dalam ekonomi global.
Irvan Maulana, Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS)