Setiap tahun rata-rata sekitar 3,6 juta siswa lulus sekolah menengah tingkat atas. Namun, dari jumlah itu, kurang dari 60 persen yang melanjutkan ke perguruan tinggi.
Data yang diambil dari publikasi di situs web Kementerian Koordinator Bidang Pengembangan Manusia dan Kebudayaan pada 5 Maret 2022 tersebut menunjukkan rendahnya akses pendidikan tinggi di Indonesia. Meski terus meningkat, Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Tinggi (APK PT) masih rendah, baru mencapai 39,37 pada 2022 (data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi).
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah kemudian dengan mengoptimalkan jalur masuk ke perguruan tinggi negeri (PTN). Sebanyak 156.029 calon mahasiswa yang lulus di jalur seleksi nasional berdasarkan prestasi (SNBP) diajak bertanggung jawab atas pilihannya (Kompas, 27/3/2024). Mengundurkan diri berarti menutup peluang mereka masuk PTN melalui jalur seleksi nasional berbasis tes (SNBT) pada 2024, 2025, dan 2026 ataupun jalur mandiri pada tahun ini.
Baca juga: Diterima Jalur Prestasi, Calon Mahasiswa Diajak Bertanggung Jawab terhadap Pilihan
Di tengah rendahnya APK PT, upaya tersebut diharapkan membuat daya tampung 145 PTN peserta seleksi nasional penerimaan mahasiswa baru (SNPMB) dapat terisi secara optimal. Sudah barang tentu tidak semua lulusan SMA dapat tertampung di semua PTN tersebut. Masih ada lebih dari 4.300 perguruan tinggi lain yang siap menampung para lulusan SMA.
Permasalahannya, banyak lulusan SMA/SMK sederajat yang kesulitan mengakses perguruan tinggi. Peminat PTN memang selalu berlimpah, jauh melebihi daya tampungnya, karena image kualitas tinggi dan biaya pendidikan lebih rendah. Namun, tidak demikian dengan perguruan tinggi swasta (PTS). Tak sedikit PTS yang mengeluhkan kekurangan mahasiswa.
Mayoritas siswa potensial—mempunyai dukungan kapital ekonomi dan kemampuan akademik—sudah tersaring di PTN atau PTS-PTS yang dinilai berkualitas. Dari sekitar 3.000 PTS, sebanyak 50-60 persen dalam kondisi tidak sehat (Kompas.id, 4/10/2022). Upaya pemerintah memperluas akses ke PTS dengan mengembangkan atau meningkatkan kualitas PTS melalui penggabungan PTS belum membuahkan hasil signifikan. Sejak 2015, program ini baru melibatkan 803 PTS.
Baca juga: Pembiayaan Pendidikan Tinggi
Peningkatan kualitas PTS juga belum menjawab masalah utama rendahnya akses ke perguruan tinggi, yaitu faktor biaya. Sejumlah program beasiswa yang disediakan pemerintah belum mampu mengatasi permasalahan ini. Selain jumlahnya terbatas, pelaksanaannya sering kali juga kurang tepat sasaran. Skema pinjaman kuliah juga masih menjadi wacana.
Di tengah kondisi seperti itu, skema kolaborasi untuk menyediakan biaya kuliah bisa menjadi alternatif solusi. Pemerintah dapat berkolaborasi dengan perbankan atau pihak swasta untuk memberikan pinjaman pendidikan bagi mahasiswa atau orangtua mahasiswa kurang mampu.
Di tengah upaya pemerintah mempersiapkan sumber daya manusia unggul menuju Indonesia Emas 2045, keberpihakan kepada mereka yang terpinggirkan hendaknya menjadi program prioritas.