Simpul Revisi UU Desa dan UU Statistik
Perpanjangan masa jabatan dan penambahan dana desa perlu dikawal dengan data agar pembangunan desa terjaga ketepatannya.
Dua tahun ini, pembahasan desa secara komprehensif tidak tanggung-tanggung dilakukan melalui dua undang-undang: revisi Undang-Undang Desa dan revisi Undang-Undang Statistik.
Namun, ada yang perlu disinergikan dari keduanya, yaitu kewajiban dalam tata kelola data supaya penguatan desa seimbang dengan perpanjangan masa jabatan dan penambahan dana desa yang menjadi tanggung jawabnya.
Dua poin yang sering disinggung pada revisi UU Desa berupa penambahan masa jabatan dan penambahan dana desa.
Penguatan ini perlu searah dengan tanggung jawab pada penyediaan data berkualitas supaya kinerja pemerintah desa terukur dan peningkatan anggaran kian akuntabel. Sayangnya, revisi belum menyentuh peningkatan tanggung jawab desa dalam penyediaan data. Ini terlihat dalam Pasal 86 tentang Sistem Informasi Desa (SID).
Revisi yang dilakukan mengganti narasi ”dan semua pemangku kepentingan” menjadi ”setempat” pada akhir Ayat (5) sehingga menjadi ”(5) yaitu Sistem informasi Desa sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dikelola oleh Pemerintah Desa dan dapat diakses oleh masyarakat Desa setempat”. Padahal, kewenangan pemerintah desa dalam tata kelola dapat diperkuat dengan ”… dikelola dan dimutakhirkan datanya oleh Pemerintah Desa … ”.
Kewajiban pemutakhiran data oleh desa perlu ditambahkan karena penambahan masa jabatan dan anggaran perlu terukur dengan data sebagai pijakan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, hingga evaluasi pembangunan desa.
Sampai saat ini belum semua data di desa diperbarui secara berkala. Sebagai gambaran, dari data Potensi Desa (Podes) 2021 yang dikeluarkan BPS, baru ada 48.374 desa atau 63,96 persen memiliki SID yang diperbarui. Sementara 6.536 desa atau 8,64 persen ada SID, tetapi tak diperbarui, dan 20.725 desa atau 27,40 persen tidak memiliki SID. Jika pemutakhiran data disematkan dalam revisi UU Desa, simpul tata kelola data searah dengan revisi UU Statistik.
Revisi UU Statistik
Salah satu usulan revisi UU Statistik adalah tentang pembentukan forum statistik setingkat desa. Forum ini penting untuk membangun kebersamaan literasi statistik untuk masyarakat desa/kelurahan serta melakukan pengumpulan data yang berkualitas dan pemanfaatannya untuk desa/kelurahan. Kewenangan ini ditambahkan pada Bab VII tentang Partisipasi Masyarakat.
Bagian kesatu revisi UU Statistik, Pasal 52 ditambahkan Ayat (4): ”Kelompok masyarakat pada tingkat desa dapat membentuk forum statistik desa atau setingkat desa”.
Sampai saat ini belum semua data di desa diperbarui secara berkala.
Meski demikian, pembentukan forum saja tak cukup karena perlu pembebanan tanggung jawab pada salah satu kepala urusan di desa dalam hal pemutakhiran data di tingkat desa. Dengan demikian, revisi UU Statistik ini akan searah dengan revisi UU Desa dan sesuai dengan lembaga kemasyarakatan desa pada Permendagri No 18/2018.
Pembebanan tugas ke desa pun belum cukup karena menempatkan desa sebagai pelaksana perbaikan kualitas data perlu dua tahapan. Pertama, mengamanatkan pembinaan data statistik di desa/kelurahan diselenggarakan oleh badan penyelenggara statistik yang ada di daerah. Baru kemudian yang kedua, pembinaan yang dimaksud diikuti oleh agen statistik atau forum statistik yang ditunjuk pemerintah desa.
Baca juga : Revisi Luas UU Desa
Saat ini, lembaga kemasyarakatan desa telah jadi bagian dari kehidupan masyarakat desa dengan baik. Sebagai gambaran, data Podes 2021 menunjukkan ada lebih dari 175.000 kelompok PKK, lebih dari 100.000 karang taruna, lebih dari 51.000 lembaga adat, lebih dari 409.000 kelompok tani, lebih dari 43.000 lembaga pengelolaan air, dan lebih dari 95.000 kelompok masyarakat.
Sayangnya, usulan forum statistik di tingkat desa diiringi dengan dihapuskannya fungsi Koordinator Statistik Kecamatan (KSK). Fungsi ini sudah dicabut dari Peraturan BPS No 5/2023. Padahal peraturan pendahulunya masih terjaga, yaitu No 8/2020 dan No 3/2002, yakni BPS kabupaten/kota dapat menugaskan pejabat fungsional untuk melaksanakan kegiatan statistik dasar di kecamatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat perlu dikoordinasikan kecamatan sesuai UU No 23/2014 tentang Pemda sehingga penguatan desa juga ditopang dengan tambahan kewajibannya.
Baca juga: Sepuluh Tahun UU Desa
Perpanjangan masa jabatan dan penambahan dana desa perlu dikawal dengan data agar pembangunan desa terjaga ketepatannya.
Satu data dari desa
Perpanjangan masa jabatan dan penambahan dana desa perlu dikawal dengan data agar pembangunan desa terjaga ketepatannya, yakni forum statistik desa bisa menjaga kualitas data desa sebagai sumber data evaluasi pembangunan desa.
Untuk itu, perlu pembekalan statistik pada agen statistik di desa secara berkala. Prosesnya seperti kegiatan pelatihan survei atau sensus oleh BPS. Tujuannya untuk menjaga kesamaan pemahaman dan mendapat informasi terbaru tentang data prioritas nasional.
Hal ini dapat menjadi langkah progresif implementasi Perpres No 39/2019 tentang Satu Data Indonesia yang dimulai dari desa. Kegiatan Jembrana Satu Data Dari Desa (JSDDD) 2022, yaitu pemda mengelola agen-agen statistik di desa, dan BPS melakukan pembinaan sebelum melakukan pendataan, jadi pengalaman berharga.
Namun, jika tiap-tiap revisi tetap dilakukan secara parsial dan pengalaman berharga yang sudah terlaksana tak menjadi pijakan, jangan heran jika implementasi UU hasil revisi memiliki banyak celah untuk dipermasalahkan.
Udin Suchaini,Praktisi Statistik Bidang Pembangunan Desa