Penguatan Industri Nasional dan Pengaturan Impor
Industri nasional harus terus didorong pertumbuhannya sebagai lokomotif mengantarkan Indonesia jadi negara maju.
Harian Kompas (27/2/2024) menurunkan artikel yang menjelaskan, pendapatan penduduk usia 17-40 tahun yang masuk calon kelas menengah dan kelas menengah diprediksi di bawah angka pengeluaran bulanan pada 2045.
Defisit penghasilan ini bisa melanda sekitar 69 juta warga, 21,3 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang diproyeksikan 324 juta di 2045. Prediksi ini didasarkan pada data BPS tentang pengeluaran Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2021, pendapatan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2021, dan garis kemiskinan 2011-2017 serta 2021 yang diolah oleh Tim Jurnalisme Data Harian Kompas.
Hasilnya, pada 2021 selisih antara gaji dan pengeluaran defisit Rp 181.724/ orang/bulan untuk calon kelas menengah dan Rp 65.529/orang/bulan untuk kelas menengah. Pendapatan warga kelas menengah yang kurang optimal ini harus diperbaiki dengan penyediaan lapangan kerja berkualitas yang dapat memberikan gaji lebih layak.
Industrialisasi menjadi kunci peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Industrialisasi diharapkan juga dapat membuka lapangan kerja lebih luas bagi pengangguran terbuka yang menurut BPS pada Agustus 2023 mencapai 7,86 juta, setara 5,32 persen dari total angkatan kerja nasional.
Visi pemimpin untuk memajukan industri nasional sangat penting untuk mengantarkan Indonesia menjadi negara maju berpendapatan tinggi menuju Indonesia Emas 2045.
Sayangnya, selama 15 tahun terakhir telah terjadi deindustrialisasi dini di Indonesia. Kondisi ini ditunjukkan oleh menurunnya proporsi industri manufaktur dalam produk domestik bruto (PDB) dari 21,45 persen (2012) menjadi 18,34 persen (2022). Di kuartal III-2023 proporsi ini membaik menjadi 18,74 persen karena kontribusi industri manufaktur berbasis tambang dan CPO.
Industri nasional harus terus didorong pertumbuhannya sebagai lokomotif untuk mengantarkan Indonesia jadi negara maju berpendapatan tinggi sebelum 2045 karena berdasar Sensus Penduduk 2020 bonus demografi diproyeksi berakhir sekitar 2039 dan selanjutnya Indonesia memasuki aging society.
Visi pemimpin
Perindustrian tidak menjadi topik spesifik dalam debat capres dan cawapres di Pemilu 2024. Namun, perindustrian terkait erat dengan beberapa tema debat, antara lain ekonomi, keuangan, investasi, pajak, perdagangan, infrastruktur, pembangunan berkelanjutan, SDA, lingkungan hidup, energi, pangan, kesejahteraan sosial, SDM, pendidikan, teknologi informasi, dan ketenagakerjaan.
Pada debat keempat, hilirisasi SDA dan lingkungan hidup cukup dapat perhatian para cawapres. Pada debat kelima para capres pada dasarnya sepakat dengan pentingnya peningkatan kualitas SDM, inovasi, penciptaan lapangan kerja, kepastian hukum untuk mendukung iklim investasi dan bisnis, peningkatan pendidikan bidang science, technology, engineering, dan mathematic, serta kerja sama industri dengan negara maju.
Secara spesifik pasangan nomor urut 2 dalam visi tertulisnya mencantumkan frasa pengembangan industri kreatif, industri agro-maritim, melanjutkan hilirisasi, dan pengembangan industri berbasis SDA. Visi pemimpin untuk memajukan industri nasional sangat penting untuk mengantarkan Indonesia menjadi negara maju berpendapatan tinggi menuju Indonesia Emas 2045.
Bambang Prijambodo menyampaikan tak ada strategi baku yang bisa diterapkan pada semua negara untuk menjadi negara maju. Korea Selatan, misalnya, lebih menekankan pada pendalaman industri hulu hingga hilir, terutama logam dan kimia, tetapi Taiwan lebih menekankan pada rumpun industri yang saling menunjang (Kompas, 17/1/2024).
Rantai pasok industri hulu-hilir
Industri nasional dapat berkembang baik jika terjadi harmonisasi rantai pasok antara industri hulu, intermediate, dan hilir. Masing-masing sektor industri, baik untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri maupun yang berorientasi ekspor, harus terjamin dalam mendapatkan bahan baku dan bahan penolong untuk proses produksi dan tersedianya pasar bagi produk yang dihasilkan.
Dalam kenyataannya, kondisi ideal ini tak mudah untuk dicapai. Sebagai gambaran, saat ini industri petrokimia hulu penghasil bahan baku plastik untuk industri hilir pendukung kemasan industri makanan, minuman, kosmetik, farmasi, dan lain-lain mengalami tekanan serius karena membanjirnya produk impor bahan baku plastik dengan harga murah.
Industri nasional dapat berkembang baik jika terjadi harmonisasi rantai pasok antara industri hulu, intermediate, dan hilir.
Karena kondisi ini, PT Chandra Asri Pacific Tbk yang sebelumnya bernama PT Chandra Asri Petrochemical Tbk terpaksa harus menurunkan kapasitas produksi bahan baku plastiknya secara bertahap. Pada 2021, kapasitas produksinya masih bertahan di posisi 90 persen, tahun 2022 turun ke 70 persen, dan 2023 hingga awal 2024 tinggal 50 persen dari kapasitas normal (95-100 persen).
Penurunan kapasitas produksi dari kapasitas normalnya juga dialami perusahaan bahan baku plastik lain yang tergabung dalam Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas). Kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena margin laba semakin menipis, mendekati titik impas, bahkan bisa menuju shutdown point, kondisi di mana pabrik harus ditutup.
Untuk mengatasi persoalan terkait produk impor, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah menerbitkan Paraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 36/2023 tentang kebijakan dan pengaturan impor yang ditetapkan pada 11 Desember 2023 dan akan berlaku mulai 9 Maret 2024.
Permendag ini bertujuan untuk memperkuat efektivitas pengendalian impor, dengan memberikan kemudahan impor bagi barang tertentu yang diperlukan untuk peningkatan produksi dalam negeri dan mengatur larangan terbatas impor produk yang sudah dapat dipasok oleh industri dalam negeri. Sayangnya, terkait pembatasan impor produk tertentu yang sudah dapat dipasok oleh produsen dalam negeri, terdapat 12 pos tarif/harmonized system (HS) bahan baku plastik yang dicabut dari daftar pengendalian impor pada permendag ini.
Jika tidak ada perbaikan terkait dengan hal ini, prospek industri petrokimia hulu akan semakin suram.
Strategi kebijakan
Mengambil contoh industri petrokimia, saat ini kebutuhan produk petrokimia belum dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri. Impor produk petrokimia secara keseluruhan di 2023 sebesar 8,5 juta ton, senilai 9,5 miliar dollar AS. Pemerintah menargetkan impor ini dapat disubstitusi dengan produk dalam negeri hingga 35 persen di 2025–2030 (Kementerian Perindustrian, 2024).
Untuk memenuhi target ini, diperlukan investasi besar di bidang industri petrokimia. PT Chandra Asri Pacific Tbk, PT Lotte Chemical Indonesia, PT Polytama Propindo, dan perusahaan-perusahaan lain yang tergabung dalam Inaplas merupakan pelaku utama industri petrokimia di Tanah Air.
PT Chandra Asri Pacific Tbk melalui anak perusahaan, PT Chandra Asri Perkasa, sedang dalam proses pembangunan pabrik petrokimia terintegrasi senilai 5 miliar dollar AS dengan target operasi di 2027. Namun ini menghadapi tantangan berat, yaitu bergulirnya trade agreement Indonesia-Uni Emirat Arab (IUAE-CEPA) yang sangat cepat dan telah diratifikasi DPR dengan target bea masuk (BM) nol persen di 2027 untuk bahan baku plastik hasil industri petrokimia.
Perjanjian dagang ini memaksa investor industri petrokimia hulu dalam negeri berpikir ulang karena kekhawatirannya akan semakin ketatnya persaingan produk bahan baku plastik dengan bahan baku plastik impor.
Perindustrian tidak menjadi topik spesifik dalam debat capres dan cawapres di Pemilu 2024.
Sektor industri petrokimia hulu merupakan industri padat modal karena perlu investasi besar dan dioperasikan dengan teknologi tinggi. Industri petrokimia dan industri logam sangat penting dikembangkan karena menjadi basis untuk industri manufaktur yang menentukan tingkat kemajuan suatu bangsa.
Pelemahan ekonomi global saat ini menyebabkan tidak lancarnya penjualan produk-produk industri petrokimia hulu dari produsen besar ke negara-negara konsumennya. Akibatnya negara produsen yang memiliki sumber bahan baku melimpah dan murah dengan pabrik berkapasitas besar menjadikan Indonesia sebagai target pasar untuk menjual produknya dengan harga yang lebih murah dari produk dalam negeri.
Oleh karena itu, larangan terbatas impor produk petrokimia yang sudah dapat dibuat di dalam negeri seperti bahan baku plastik harus dipertimbangkan dengan memperhatikan neraca komoditas sehingga dicapai win-win solution antara industri petrokimia sektor hulu dan hilir untuk tumbuh bersama.
Baca juga : Upah Murah Diyakini Bakal Terdongkrak Industrialisasi
Kebijakan pengurangan BM bahan baku dan bahan penolong industri petrokimia juga penting untuk meningkatkan daya saing produk industri petrokimia nasional. Penguatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha dengan penyempurnaan regulasi yang kurang mendukung juga sangat penting.
Di samping itu, pemberian fasilitas perpajakan untuk industri petrokimia seperti yang diberikan ke bidang usaha lain yang padat modal dan risiko tinggi akan memperkuat daya saing industri petrokimia nasional sebagai salah satu sektor penyerap tenaga kerja dan sumber devisa negara. Industri petrokimia hulu memberi multiplier effect terhadap tumbuhnya industri hilir lainnya.
Panut Mulyono Guru Besar di Fakultas Teknik UGM, Rektor UGM 2017-2022