Selama ini, Amerika Latin merupakan kawasan yang mengakui negara Palestina di luar negara Arab dan Islam.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN
·5 menit baca
Sebanyak 650 pengacara asal Chile pada Rabu (13/3/2024) mengajukan gugatan ke Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) terkait kejahatan perang Israel dalam pembantaian massal di Jalur Gaza. Sebelumnya, pada 5 Maret 2024, Chile juga memutuskan melarang Israel ikut serta dalam pameran dirgantara terbesar di Amerika Latin yang akan digelar di Santiago, ibu kota Chile, pada 9-14 April 2024.
Pada akhir Oktober 2023, Chile telah lebih dulu menarik duta besarnya dari Israel sebagai protes atas tindakan Israel yang tidak berperikemanusiaan di Jalur Gaza. Chile bersama Meksiko bergabung dengan negara-negara lain pada Januari 2024 meminta ICC menggelar penyidikan atas genosida Israel terhadap warga Jalur Gaza.
Chile adalah salah satu dari banyak negara Amerika Latin yang mengkritik keras aksi brutal Israel di Jalur Gaza. Amerika Latin kini serta-merta menjadi basis oposisi yang kuat terhadap Israel.
Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva pada 23 Februari 2023 menuduh Israel melakukan pembantaian massal di Jalur Gaza karena membunuh kaum wanita dan anak-anak. Brasil juga telah menarik duta besarnya dari Tel Aviv sebagai protes atas tindakan Israel di Jalur Gaza.
Menteri Luar Negeri Venezuela Yvan Gil pada 24 November 2023 menyebut Israel melakukan pembersihan etnis di Jalur Gaza. Gil menuduh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melakukan kejahatan kemanusiaan di Jalur Gaza. Presiden Venezuela Nicolas Maduro pada 9 Oktober 2023 juga menyebut, Israel melakukan kejahatan kemanusiaan di Jalur Gaza.
Kolombia pada 1 November 2023 telah menarik duta besarnya dari Tel Aviv sebagai protes atas tindakan keras Israel di Jalur Gaza. Adapun Bolivia pada hari yang sama memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel sebagai protes atas agresi militer Israel ke Jalur Gaza.
Selama ini, Amerika Latin merupakan kawasan yang mengakui negara Palestina di luar negara Arab dan Islam. Paraguay adalah negara Amerika Latin yang pertama mengakui negara Palestina pada 2005, disusul Kosta Rika yang mengakui Palestina tahun 2008, serta Venezuela dan Republik Dominika yang memberikan pengakuan pada 2009.
Pada 2010, Brasil, Argentina, Bolivia, dan Ekuador turut mengakui negara Palestina. Selanjutnya tahun 2011, Chile, Guyana, Peru, Suriname, Uruguay, El Salvador, Honduras, dan Grenada memberikan pengakuan atas negara Palestina. Yang terakhir pada 2013, pengakuan diberikan oleh Haiti dan Guatemala.
Mengapa Amerika Latin begitu kuat membela Palestina?
Wartawan Brasil keturunan Arab yang berdomisili di Sao Paulo, Abdurrahman Abu Hasanah, mengatakan, rakyat Amerika Latin yang terdiri dari suku asli dan suku pendatang dalam sejarahnya adalah korban perang kolonial, perang saudara, dan penindasan. Maka, rakyat Amerika Latin sangat sensitif terhadap isu kemanusiaan, dan isu Palestina adalah isu kemanusiaan.
Karena itu, lanjut Abu Hasanah, rakyat Amerika Latin menunjukkan solidaritas begitu besar terhadap rakyat Palestina. Selain faktor tersebut, dia mengungkap, ada faktor begitu besarnya jumlah imigran asal Arab di Amerika Latin saat ini.
Ia menyebut, di Chile terdapat 500.000 imigran Arab asal Palestina. Imigran asal Palestina di Chile kini banyak yang berhasil menduduki posisi penting di pemerintahan dan swasta. Banyak jalan raya di Chile bernama kota-kota Palestina, seperti Nablus dan Tul Karem. Ada klub sepak bola di Chile yang bahkan bernama Palestina.
Di Brasil juga terdapat imigran Arab dalam jumlah besar. Di kota Florianopolis, Brasil selatan, terdapat sejumlah besar imigran Arab asal Palestina. Adapun di kota Sao Paolo, jumlah imigran Arab asal Lebanon pun besar. Banyak imigran asal Lebanon di kota Sao Paulo menduduki posisi penting di berbagai profesi.
Mayoritas imigran Arab di Amerika Latin berasal dari Suriah, Lebanon, dan Palestina. Peneliti senior pada pusat studi dan strategi Al Ahram di Kairo, Mesir, Gamal Abdul Gawad, mengatakan, berhasilnya kekuatan politik kiri merebut kekuasaan di negara-negara Amerika Latin berandil besar di balik dukungan kuat Amerika Latin kepada rakyat Palestina.
Menurut Abdul Gawad, Amerika Latin berbeda sekali dengan fenomena di Israel dan Eropa yang menampilkan kekuatan kanan ke tampuk kekuasaan. Kekuatan politik kiri sering memandang kekuatan kanan sebagai bagian dari kolonialisme.
Abdul Gawad mengatakan, suku asli Amerika Latin yang dalam sejarahnya sering menjadi korban penindasan dan pembantaian menjadi merasa senasib dengan rakyat Palestina saat ini yang juga menjadi korban pembantaian.
Kinsey Institute yang berbasis di Washington DC, Amerika Serikat, menyebut, ada tiga faktor di balik dukungan kuat Amerika Latin terhadap Palestina saat ini. Pertama, sebagian besar negara-negara di Amerika Latin semakin independen dari AS, menyusul tampilnya China sebagai kekuatan ekonomi raksasa yang bisa menyaingi AS. Maka, banyak negara di Amerika Latin membangun hubungan ekonomi dengan China lebih besar daripada dengan AS.
Kedua, semakin banyaknya kekuatan politik kiri memenangi pemilu dan berkuasa di Amerika Latin. Kekuatan politik kiri kini menguasai 70 persen negara-negara di Amerika Latin. Sekitar 90 persen penduduk Amerika Latin dan kekuatan ekonominya berada di negara-negara yang dikuasai kekuatan politik kiri tersebut.
Ketiga, adanya imigran Arab dalam jumlah besar di negara-negara Amerika Latin. Di Brasil saja, terdapat sekitar 16 juta imigran asal Arab yang sebagian besar berasal dari Suriah, Lebanon, dan Palestina. The Washington Post menyebut, sekitar 10 persen anggota parlemen Brasil berasal dari imigran Arab.
Eksodus warga Arab menuju Amerika Latin dimulai sejak akhir abad ke-19 yang sebagian besar dari Suriah dan Lebanon. Pascaperang Arab-Israel pertama tahun 1948 yang dimenangi Israel, warga Palestina mulai banyak hijrah ke Amerika Latin menyusul warga Arab dari Suriah dan Lebanon.
Kini terdapat sekitar 25 juta imigran Arab bermukim di negara-negara Amerika Latin. Di Argentina saja, terdapat 3,5 juta imigran Arab.
Itulah sebabnya, Amerika Latin menjadi kekuatan besar bagi perjuangan rakyat Palestina saat ini.