Berpuasa bagi yang Sedang Sakit
Dalam kondisi tertentu, seseorang yang menderita penyakit boleh berpuasa meski dengan pembatasan-pembatasan tertentu.
”Bolehkah saya berpuasa, Dok?” Pertanyaan demikian sering dijumpai dokter yang tengah praktik. Biasanya dikemukakan oleh pasien yang merasa mengidap sesuatu penyakit, tetapi berkeinginan tetap berpuasa.
Puasa dalam arti tidak makan dan minum sejak Subuh sampai Maghrib, kira-kira 14 jam setiap hari, tentu mempunyai pengaruh terhadap kondisi fisik kita. Ada sebagian orang yang mengeluh lemas, kekuatan berkurang dan sulit berkonsentrasi. Namun, sebagian justru mengatakan lebih fit, lebih ringan, dan hampir tak ada pengaruh apa pun meskipun melakukan aktivitas sehari-hari.
Bolehkah berpuasa?
Benarkah puasa dapat memengaruhi aktivitas sehari-hari, bahkan gangguan kesehatan? Sebenarnya hal tersebut bukan terkait langsung dengan ibadah puasa, melainkan karena pola makan yang berubah. Semula makan tiga kali sehari menjadi dua kali, yaitu makan sahur dan buka puasa.
Puasa tidak harus menimbulkan gangguan kesehatan, bahkan dalam banyak kasus justru membuat tubuh menjadi bugar. Tentu saja yang tidak kalah penting adalah pengaturan buka puasa dan makan sahur, sebagai rangkaian dari ibadah puasa tersebut.
Baca juga: Puasa untuk Jiwa dan Tubuh
Puasa sering dikaitkan dengan kesehatan, baik berupa gangguan kesehatan maupun pengaruhnya yang positif terhadap sesuatu penyakit yang sedang diderita. Ada sisi lain yang sering terlupakan. Sebenarnya bukan puasa itu sendiri yang menjadi kambing hitam, terutama terhadap gangguan kesehatan yang timbul, melainkan terhadap pola makan sewaktu berpuasa.
Dalam pengalaman praktik sehari-hari, terutama di bulan Ramadhan, ibadah puasa oleh sebagian orang sering dihubungkan dengan gangguan kesehatan. Bagaimana jika seseorang menderita sesuatu penyakit, haruskah dia berpuasa atau boleh meninggalkannya? Kata akhir yang sering diucapkan, ”Apakah puasa tidak akan mengganggu atau memperberat penyakit yang ada?”
Dokter umumnya tidak serta-merta membolehkan atau melarang pasien yang dalam kondisi tidak sehat. Sebenarnya penderita sakit itu sendiri dapat merasakan, apakah dirinya kuat berpuasa atau tidak. Meski demikian, dalam banyak hal, pemeriksaan dokter sangat diperlukan apakah penderita ini layak berpuasa, atau tidakkah berpuasa justru memperberat penyakitnya?
Sering dijumpai, seseorang yang enggan berpuasa karena merasa dirinya tidak sehat untuk berpuasa merasa ragu-ragu berpuasa, khawatir penyakitnya bertambah berat, padahal menurut pemeriksaan dokter justru dibolehkan karena dianggap tidak membahayakan atau memperberat penyakit yang ada.
Pertanyaan yang sering muncul, haruskah seseorang yang merasa sakit harus tidak berpuasa? Jenis penyakit dan seberapa berat yang mengharuskan seseorang meninggalkan kewajiban tersebut?
Membahas fenomena puasa yang pada mulanya merupakan proses rohaniah, spiritual, dengan tujuan memenuhi kewajiban agama, jelas tidak mungkin diukur dengan kriteria empirik keilmuan. Namun, dari sisi ilmu pengetahuan yang empirik, ternyata terdapat sisi-sisi yang cukup menarik untuk dibicarakan.
Dalam kondisi tertentu, seseorang yang menderita sesuatu penyakit boleh berpuasa meskipun dengan pembatasan-pembatasan tertentu. Berikut ini dikemukakan beberapa penyakit tertentu yang sering dikaitkan dengan puasa, yaitu penyakit maag, jantung, batu ginjal, dan kencing manis.
Dalam banyak hal, pemeriksaan dokter sangat diperlukan apakah penderita ini layak berpuasa, atau tidakkah berpuasa justru memperberat penyakitnya?
Sakit maag
Contoh sebuah kasus yang hampir dapat dijumpai dalam praktik dokter di bulan puasa. ”Dokter, bolehkah saya berpuasa? Sewaktu tidak berpuasa saja sakit maag saya sering kumat, apalagi harus menahan makan dan minum lebih dari sepuluh jam?” keluh seorang penderita sakit maag yang selalu membawa makanan kecil untuk dimakan di tempat kerja sekali pun.
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang yang ingin berpuasa, tetapi khawatir sakit maagnya kambuh. Namun, banyak pula yang tetap menjalankan puasa tanpa mengalami gangguan apa pun. ”Justru sejak saya berpuasa, maag saya tak pernah kumat,” kata penderita sakit maag yang lain.
Sakit maag hanyalah sebuah contoh kecil. Banyak orang yang merasakan manfaat berpuasa dari segi kesehatan. Banyak pula penderita lain yang merasa lebih ringan dalam bulan puasa. Dalam banyak kasus penyakit, terutama maag, penyebabnya tidak hanya fisik semata, tetapi multifaktor, termasuk kejiwaan.
Padahal, kita tahu bahwa berpuasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga. Berpuasa menghasilkan kemampuan menahan diri terhadap rasa amarah, iri, dengki, selain dorongan seksual. Rasa ini akan menimbulkan ketenangan jiwa bagi orang yang bersangkutan.
Meskipun demikian, bukan berarti semua penderita maag boleh berpuasa, melainkan tergantung dari kondisinya. Karena itu, perlu berkonsultasi dengan dokter. Dokter akan memberikan pertimbangan, antara lain berdasarkan derajat penyakit yang diderita.
Gangguan jantung
Gangguan jantung yang erat kaitannya dengan puasa adalah gagal jantung. Sementara pengaruh puasa terhadap gagal jantung tergantung dari berat-ringannya gangguan tersebut.
Gagal jantung digolongkan dalam empat tingkatan. Gagal jantung tingkat I, penderita tanpa pembatasan aktivitas fisik. Tingkat II, penderita dengan pembatasan ringan, yakni pada saat beristirahat dan kegiatan fisik ringan tanpa keluhan, sedangkan pada kegiatan fisik berat akan menimbulkan keluhan.
Tingkat III, penderita dengan pembatasan aktivitas fisik yang nyata tanpa keluhan pada saat beristirahat dan timbul keluhan sewaktu melakukan aktivitas fisik ringan. Tingkat IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apa pun tanpa keluhan, bahkan dalam keadaan beristirahat pun sudah ada keluhan akibat gangguan fungsi jantung. Dengan berpuasa, jelas akan memperberat penyakitnya.
Penderita gagal jantung tingkat III dan IV sebaiknya dirawat di rumah sakit dan disarankan tidak berpuasa. Sementara pada tingkat I dan II, dianjurkan berpuasa. Bahkan, ada keuntungan lain apabila berpuasa, yaitu akan mengurangi masukan cairan serta garam sehingga mengurangi beban jantung. Hal ini akan lebih berhasil apabila aktivitas sehari-hari juga dibatasi.
Baca juga: Puasa Ramadhan dan Intermitten Fasting
Batu ginjal
Pada penderita batu ginjal yang belum dioperasi dan tidak ada kolik, kewajiban berpuasa tetap ada, sedangkan bagi yang sedang dalam masa penyembuhan dari operasinya, dianjurkan tidak berpuasa sampai luka operasinya sembuh betul.
Begitu pula penderita yang mengalami kolik, maka rasa sakit yang hebat ini membolehkan penderita untuk tidak berpuasa dulu supaya dapat minum obat. Pada batu struvit (batu infeksi), pemberian antibiotika yang sesuai oleh dokter dapat mencegah kambuhnya batu, jadi tidak mengganggu puasa.
Pada batu yang terbentuk karena adanya statis urine, maka setelah operasi dan menghilangkan bendungannya, berpuasa tidak menyebabkan kambuhnya batu tersebut. Sementara pada batu urat yang diakibatkan terlalu banyak makan protein hewani, maka berpuasa justru berakibat lebih baik.
Kencing manis
Dokter akan mempertimbangkan, seorang penderita kencing manis (diabetes mellitus) layak berpuasa ataukah tidak, berdasarkan kondisi penderita yang bersangkutan. Apabila perlu, dokter akan melakukan pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya.
Ada beberapa pertimbangan, kapan seorang penderita kencing manis boleh berpuasa. Antara lain fungsi hatinya baik, fungsi ginjalnya pun baik, belum pernah terjadi gangguan pembuluh darah otak yang cukup berat, mempunyai depot lemak yang cukup (tidak terlalu kurus), tidak mempunyai kelainan hormonal lain yang berkaitan dengan regulasi glukosa serta mematuhi petunjuk diet tertentu. Penderita kencing manis yang mempunyai kadar gula darah dua jam setelah makan 250 mg lebih sebaiknya tidak melakukan puasa.
Untuk itu, dalam setiap keraguan disarankan untuk berkonsultasi ke dokter. Sehubungan dengan itu, Rasulullah SAW dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Amr Ibn Dinar dan Hilal Ibn Yusuf, pada waktu beliau mengunjungi orang yang sedang sakit, maka bersabda ”Bawalah ke dokter!”
Anies, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro