Melawan Lupa
Pada masa kemerdekaan di desa beras berlimpah, para pejabat dijamin segala keperluannya oleh rakyat, bahkan dijaga.
Melalui televisi ditayangkan peristiwa rakyat yang berebut pembagian bantuan beras dan meminta perhatian pemerintah atas kenaikan harga kebutuhan pokok.
Tayangan tersebut membawa ingatan pada buku-buku sejarah yang mengisahkan bagaimana pada awal kemerdekaan para pejabat pemerintah mengungsi dan berkantor di desa-desa, selama perang gerilya di tahun-tahun awal masa kemerdekaan.
Pada masa itu di desa beras berlimpah, para pejabat dijamin segala keperluannya oleh rakyat, bahkan siang dan malam dijaga dari intaian mata-mata musuh (penjajah) yang berkeliaran.
Sekarang, yang terjadi sebaliknya. Rakyat meminta bantuan beras kepada pemerintah, ada yang menebus dengan uang, ada yang tidak mampu. Mana tanda terima kasih pemerintah kepada rakyat? Mengapa sekarang keadaan jadi terbalik. Yang berkembang, yaitu korupsi, kolusi, oligarki (kumpulan orang-orang ”gede-gede”), dan nepotisme (sistem kekerabatan dan kekeluargaan).
Siapa yang berani muncul sebagai negarawan dan mengangkat bangsa Indonesia dari keterpurukan ini?
Bendan Ngisor, Semarang
Tak Perlu Takut Hak Angket
Pemilu belum selesai. Masih banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus dituntaskan oleh penyelenggara pemilu sebelum hasil pemilu diketok resmi 20 Maret 2024.
Salah satu PR terbesar adalah berkembangnya indikasi kecurangan pemilu lewat penggelembungan perolehan suara partai politik ataupun centang perenang sistem penghitungan suara melalui Sirekap.
Untuk membuktikan kecurangan pemilu, ada dua jalur yang bisa ditempuh, yakni jalur hukum lewat Mahkamah Konstitusi (MK) dan jalur politik melalui penggunaan hak angket di DPR.
Dua jalur tersebut sah dan konstitusional, yang bisa digunakan untuk melakukan gugatan ataupun penyelidikan terhadap berbagai potensi dan indikasi kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.
Kekhawatiran, keresahan, dan kegalauan kelompok-kelompok yang nantinya akan dimintai keterangan dan klarifikasi lewat pelaksanaan hak angket bakal memunculkan berbagai aksi dan reaksi.
Kita tak perlu takut apabila kita bersih dan jujur, sebagaimana disampaikan Jusuf Kalla, wakil presiden ke-10 dan ke-12 republik ini. Yang jujur tak perlu takut hancur, yang curang pasti mendapat wirang, menanggung malu besar.
Dalam konteks mengungkap kebenaran, hak angket anggota DPR sangat tepat dilakukan karena di forum inilah kecurangan dan/atau kebenaran bisa diangkat dan dibuktikan. Sementara kecurangan akan terungkit ke permukaan.
Bisa dipastikan, bakal terjadi perlawanan oleh kelompok-kelompok yang merasa terancam dengan kehadiran hak angket.
Berbagai cara dan muslihat akan dilakukan untuk menghadang, menghalangi, menggembosi, bahkan menghabisi agar supaya hak angket tak terwujud.
Bakal muncul kelompok-kelompok oportunis, yang akan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan demi kepentingan politiknya sendiri.
Jangan heran, bakal muncul jurus belah bambu, lempar batu sembunyi tangan, politik transaksional dan dagang sapi.
Semua sudah harus clear di mata rakyat sebelum penetapan resmi presiden/wakil presiden terpilih. Tak boleh ada residu persoalan yang bisa menjadi bom waktu bagi presiden/wakil presiden terpilih nanti.
Tak usah takut dengan pemakzulan jika apa yang dilakukan selama ini berada di jalan yang benar dan lurus. Jalan lurus yang tak sekadar mengikuti aturan hukum, tetapi jalan lurus yang harus senantiasa mengedepankan, menghormati, serta menjunjung tinggi etika dan moral.
Hak angket berdampak positif bagi demokrasi, dan satu hal penting lainnya adalah untuk membuktikan bahwa fungsi keterwakilan rakyat di DPR masih ada.
Graha Bukit Raya, Bandung Barat
Prestasi Sepak Bola
Prestasi sepak bola Indonesia saat ini memprihatinkan, bahkan sekadar untuk tingkat Asia Tenggara.
Pada saat ini kesebelasan sepak bola Indonesia menduduki peringkat ke-142 FIFA, baru saja naik peringkat dari sebelumnya peringkat ke-146. Usia Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) sudah cukup tua karena didirikan jauh sebelum Indonesia merdeka, yaitu pada tahun 1930.
Sejak PSSI berdiri sampai sekarang sudah ada 20 tokoh yang menjabat sebagai Ketua Umum PSSI. Selama kurun waktu tersebut, tim nasional sudah ditangani 45 pelatih dan 22 di antaranya adalah pelatih asing, yang tentunya mendapatkan imbalan yang besar.
Untuk memperkuat tim nasional, akhir-akhir ini naturalisasi pemain asing semakin gencar dilakukan dan sudah mencapai jumlah 39 pemain. Ada kemungkinan bertambah dalam waktu tidak terlalu lama.
Naturalisasi menyisakan pertanyaan besar, apakah memang benar langkah tersebut sudah tepat dilakukan? Perlu dilakukan kajian mendalam mengenai dampaknya, apakah positif atau negatif. Selain itu, apabila memerlukan pemain naturalisasi, sebaiknya dilakukan secara lebih selektif. Namun, dengan segala upaya yang dilakukan, ternyata tetap saja prestasi sepak bola kita belum mampu berbicara banyak di tingkat Asia Tenggara dan Asia.
Salah satu langkah perbaikan dan peningkatan prestasi adalah mengembalikan kepengurusan sepak bola sepenuhnya kepada tangan-tangan yang tepat dan ahli. Orang-orang profesional yang sepenuh hati mencintai sepak bola dan berdedikasi. Tidak punya pikiran mencari keuntungan material ataupun nonmaterial dari jabatan sebagai pengurus.
Paling penting, jauhkan kepengurusan dari politikus dan pejabat pemerintah, atau penganggur yang mencari kesibukan, karena mereka hanya mencari panggung. Belum terbukti politikus dan pejabat pemerintah bisa menghasilkan prestasi yang diharapkan. Bahkan, lebih sering terjadi kekisruhan karena kepentingan pribadi.
Samesto Nitisastro
Perumahan Pesona Kahyangan, Depok