Eropa kini tak hanya dibanjiri mobil listrik China yang murah tetapi juga berkualitas tinggi.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Hari Senin (26/2/2024) kemarin, seorang sahabat menceritakan rencana ”menukar” mobil premium Eropa-nya dengan mobil listrikBYD produksi China.
Meski tahun produksi mobil BYD lebih muda, bahkan dengan fitur lebih lengkap, dia tak harus menguras tabungan. Itu karena PT BYD Motor Indonesia, Kamis (15/2/2024), dalam Indonesia International Motor Show (IIMS) 2024 di Jakarta, mengumumkan harga mobil listriknya yang lebih murah dari pesaingnya.
Dengan posisi yang terbilang tinggi di perusahaannya, dia tak lagi merasa harus ”mendongkrak” citranya dengan menunggangi mobil Eropa. Kini, dia mencari mobil yang fungsional, terutama bisa menjelajahi Jakarta yang memberlakukan aturan ganjil-genap di sejumlah jalan protokol.
Di Jakarta, penjualan kendaraan listrik memang diuntungkan dengan regulasi ganjil-genap yang tak berlaku bagi kendaraan listrik. Namun, di Eropa, konsumen dibuai dengan harga jual beberapa mobil listrik dari China yang mencapai 50 persen dari produksi Eropa. Pabrikan Eropa pun pusing dibuatnya.
Persoalannya, Eropa kini tak hanya dibanjiri mobil listrik China yang murah tetapi juga berkualitas. Mobil listrik BYD, misalnya, istilahnya juga bukan ”kaleng-kaleng”. Akhir pekan lalu, BYD meluncurkan supercar listrik Yangwang U9.
Kehadiran Yangwang U9 boleh jadi akan menggetarkan Lamborghini dan Ferrari. Ini karena motor listrik bertenaga 1.287 tenaga kuda itu akan mampu melesatkan Yangwang U9 dari 0-100 kilometer per jam hanya dalam 2,36 detik. Sebagai pembanding, berdasarkan informasi dari situs Ferrari, mobil Ferrari SF90 melahap kecepatan 0-100 kilometer per jam dalam 2,5 detik.
Kehadiran Yangwang U9 boleh jadi akan menggetarkan Lamborghini dan Ferrari.
Untuk mengatasi serbuan kendaraan listrik China, industri otomotif Eropa kini sedang memutar otak. Mulai dari menekan biaya produksi, meniru sistem rantai produksi Airbus, hingga meninjau ulang sejumlah regulasi yang memberatkan produsen otomotif Eropa.
Namun, China kini memang tak mudah dikalahkan. China sedang memimpin pasar. Menurut Asosiasi Manufaktur Otomotif China, pada tahun 2023, China telah menyalip Jepang sebagai eksportir otomotif terbesar dunia. Dua minggu lalu, The New York Times, misalnya, sampai mengupas BYD yang disebutnya sebagai ”pembunuh” Tesla.
Selain lebih murah, kualitas kendaraan listrik China kini juga mencengangkan. Pabrikan Jepang hingga Korea yang merajai Indonesia tak lagi bisa berpelit-pelit dengan fitur. Dalam ajang IIMS 2024, untuk kategori electric vehicle, lima dari 10 jenis penghargaan direbut oleh mobil listrik China.
Meski dengan penguasaan teknologi yang juga tinggi, mungkinkah industri otomotif Eropa menahan serbuan kendaraan listrik China? Menarik untuk mempelajari atau bahkan meniru strategi industri Eropa dalam pertarungan ini. Namun, jika perlawanan itu tiada artinya, mungkin bagi Indonesia, lebih baik untuk merangkul saja industri otomotif China.