Munculnya wacana penggunaan hak angket saat ini langsung diiringi sejumlah pertanyaan.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Hak angket turut menjadi salah satu wacana di tengah rekapitulasi suara Pemilu 2024 dan intensifnya lobi-lobi politik saat ini. Isu-isu itu menguji kedewasaan elite politik.
Wacana hak angket awalnya disampaikan Ganjar Pranowo, calon presiden nomor urut 3. Dia mendorong partai pengusungnya pada pemilihan presiden, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Persatuan Pembangunan, menggulirkan hak angket terkait dugaan kecurangan pilpres. Jika bukan angket, Ganjar menyarankan partai pendukungnya mendorong penggunaan hak interpelasi atau minta keterangan pemerintah.
Angket, interpelasi, dan menyatakan pendapat adalah hak yang dimiliki DPR.
Pasal 79 Ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, dan DPD (MD3) menyebutkan, angket, interpelasi, dan menyatakan pendapat adalah hak yang dimiliki DPR. Angket adalah hak DPR menyelidiki pelaksanaan suatu UU dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas yang diduga bertentangan dengan peraturan perundangan.
Hak angket ini harus diusulkan oleh sedikitnya 25 anggota DPR dan lebih dari satu fraksi. Usulan itu lalu dibawa di rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari setengah anggota DPR. Untuk diterima, usulan itu harus disetujui lebih dari setengah anggota DPR yang hadir di rapat paripurna itu.
DPR beberapa kali menggunakan hak angket. Salah satunya pada tahun 2009-2010, yaitu terkait kasus Bank Century yang diduga merugikan negara Rp 6,76 triliun.
Munculnya wacana penggunaan hak angket saat ini langsung diiringi sejumlah pertanyaan. Di satu sisi, sejumlah dugaan kecurangan pemilu yang kini muncul mesti dijawab tuntas. Selain untuk memberikan kepastian hukum, juga untuk menjaga legitimasi pemerintahan hasil pemilu.
Di sisi lain, juga ada pertanyaan apakah hak angket bisa digunakan untuk menyelidiki dugaan kecurangan pemilu? Apa target sebenarnya pengajuan hak angket itu jika akhirnya disetujui DPR? Seberapa banyak waktu yang dimiliki DPR untuk menjalankan hak angket karena pada Oktober 2024 ada pergantian anggota legislatif serta presiden-wakil presiden.
Dalam politik, berbagai kemungkinan bisa terjadi. Di tengah proses rekapitulasi suara saat ini, politisi juga punya tanggung jawab menjaga semangat dan loyalitas konstituennya. Politisi juga mesti menjelaskan langkah yang diambilnya berikut hasilnya kepada konstituennya. Pada saat yang sama, elite politik juga harus mulai menyusun langkah politik berikutnya, terutama setelah hasil pemilu disahkan.
Berbagai hal itu yang membuat riak-riak politik belum sepenuhnya berakhir seusai rakyat memberikan suaranya di pemilu. Suasana sering kali menjadi makin dinamis menjelang penetapan hasil pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum dan sidang sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi.
Sejarah politik Indonesia juga menunjukkan, setelah semua proses itu berakhir, suasana politik akan berangsur-angsur semakin kondusif dan semua pihak menunjukkan kedewasaannya dalam berpolitik. Semoga hal ini juga terjadi pada hari-hari mendatang.