Kasus perundungan di sekolah yang terus terjadi menagih komitmen kita untuk melakukan langkah nyata guna mencegah kasus serupa terulang lagi.
Semua pihak menyadari bahwa perundungan merupakan bentuk penindasan/kekerasan yang tidak bisa ditoleransi dan karena itu harus dicegah dan dihentikan. Bukan hanya karena bisa berdampak sangat serius dan sangat berbahaya bagi kesehatan fisik ataupun mental para korban, perundungan juga merupakan satu dari tiga dosa besar pendidikan yang menjadi ancaman nyata terwujudnya Indonesia Emas 2045.
Data PISA menunjukkan rendahnya prestasi anak-anak Indonesia berkorelasi erat dengan tingginya kasus perundungan. Sekitar 25 persen siswa perempuan dan 30 persen siswa laki-laki menjadi korban perundungan (PISA, 2022).
Sekitar 17 persen siswa di Indonesia yang menjadi responden dalam survei PISA merasa tidak aman di sekolah. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata di negara-negara yang tergabung dalam Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi yang sebesar 10 persen.
Baca juga: ”Badboy” Jadi Idola dan Perundungan di Sekolah yang Tak Kunjung Berhenti
Sejumlah upaya dilakukan pemerintah untuk mencegah perundungan. Sejak 2015 ada program sekolah ramah anak untuk mewujudkan sekolah yang ramah dan nyaman bagi anak. Kemudian Kurikulum Merdeka Belajar yang di dalamnya ada program penguatan pendidikan karakter. Terakhir, melalui Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Sekolah.
Namun, semua upaya itu belum membuahkan hasil seperti yang diharapkan, kasus perundungan terus terjadi. Baru-baru ini, kasus perundungan terjadi di SMA Binus School Serpong, Tangerang Selatan. Ini perlu mendapatkan perhatian serius bukan karena terjadi di sebuah sekolah yang terbilang elite ataupun melibatkan anak seorang pesohor. Perundungan bisa terjadi di mana saja dan menimpa siapa saja. Kasus yang mengemuka kepada publik itu bisa jadi hanya puncak gunung es.
Setiap kali terjadi kasus perundungan di sekolah yang menjadi perhatian publik, muncul diskursus-diskursus mengenai upaya atau langkah-langkah pencegahannya. Namun, kasus perundungan tetap terjadi dan terjadi lagi.
Hal itu menunjukkan bahwa masih perlu upaya lebih nyata dan segera untuk mencegah perundungan. Mengeluarkan pelaku perundungan dari sekolah bukanlah solusi dan tidak menyelesaikan masalah. Di sekolah baru, bukan tidak mungkin pelaku melakukan hal serupa kepada siswa/teman barunya.
Program dan peraturan untuk mencegah perundungan sudah banyak. Satu hal yang kurang, praktik baik pencegahan perundungan perlu disebarluaskan dan ditumbuhkan di sekolah-sekolah secara masif dan sistematis agar menjadi gerakan bersama. Kunci pencegahan perundungan adalah pendidikan karakter yang berawal dan terutama di keluarga. Anak yang merasa dicintai dan didukung orangtuanya kecil kemungkinan menjadi pelaku perundungan.
Baca juga: Perundungan, Otak, dan Karakter Pelajar