Penggunaan anggota tubuh manusia untuk mengukur ketinggian banjir menunjukkan kekaburan atau ketidakjelasan logika.
Oleh
AMIN ISKANDAR
·3 menit baca
Dalam sebuah video yang beredar di media sosial, terdapat dua orang tengah meminta bantuan di tengah kondisi banjir di sebuah kawasan. Dengan tubuh hampir terendam, keduanya mengatakan bahwa banjir sudah setinggi dada orang dewasa.
Sebelum mengakhiri kalimatnya, melintaslah seorang laki-laki di belakang mereka, yang menunjukkan ketinggian air ternyata ”hanya” selutut. Ternyata, kedua orang tersebut melaporkan ketinggian banjir sambil berjongkok sehingga air terlihat merendam hingga dada mereka.
Kesan penulis ketika melihat video itu, pembuat konten tersebut sepertinya ingin menyentil kebiasaan yang terjadi di masyarakat yang terkadang mengukur suatu kondisi menggunakan parameter yang tidak jelas patokannya. Sayangnya, kebiasaan ini juga terjadi di kalangan awak media dalam liputan berita mengenai bencana banjir.
Kerap dijumpai, para reporter, baik di media elektronik maupun di media cetak, mengukur ketinggian banjir dengan menggunakan ukuran anggota tubuh manusia. Sebut saja, misalnya, banjir setinggi betis, genangan setinggi lutut, banjir bandang setinggi dada orang dewasa, atau bah setinggi leher orang dewasa.
Video tersebut seperti ingin memberikan pesan bahwa mengukur tinggi dengan menggunakan ukuran anggota tubuh manusia itu tidak presisi sebab tidak ada ukuran pasti yang bisa dijadikan pegangan, seperti ukuran tinggi dada orang dewasa yang disebutkan dalam video tersebut.
Dalam berita-berita di media cetak, termasuk media daring, kerap juga didapati informasi dengan kalimat-kalimat seperti berikut:
1. Dari berbagai video yang diunggah di media sosial, terlihat kondisi jalan raya utama Dayeuhkolot terendam banjir setinggi pinggang orang dewasa.
2. Jalan M Yamin di Samarinda Terendam Banjir Setinggi Lutut, Puluhan Pengendara Dorong Sepeda Motor
Selain ukuran bagian tubuh manusia, dalam berita mengenai peristiwa banjir juga sering digunakan ukuran tinggi bangunan rumah untuk menjelaskan kondisi tinggi air. Contoh: Banjir bandang setinggi atap rumah merendam Desa Karangligar, Telukjambe, Karawang, Jawa Barat, selama tiga hari terakhir.
”Kreativitas”
Penyebutan ukuran seperti setinggi lutut, setinggi dada, setinggi leher orang dewasa, atau setinggi atap rumah diduga menjadi semacam ”kreativitas” dari kalangan jurnalis untuk mempermudah pembaca atau pemirsa mengerti atau membayangkan kondisi yang dilaporkan. Jadi, digunakanlah perumpamaan dengan menggunakan organ tubuh atau tinggi bangunan. Namun, masalahnya, ada hal yang mesti diperhatikan, yakni soal logika bahasa.
Orang yang mengonsumsi berita di media cetak atau mendengar berita melalui radio tidak dapat menerka siapa orang dewasa yang dipakai sebagai ukurannya. Pembaca juga tidak mendapat informasi yang jelas apabila ketinggian air diukur dengan ukuran tinggi atap rumah. Sebab, tinggi setiap rumah itu berbeda-beda, dan ada rumah yang berlantai dua, bahkan tiga. Apa patokannya?
Seyogianya para jurnalis yang meliput banjir langsung saja menggunakan satuan ukuran yang sudah lazim dipakai. Sentimeter atau meter, umpamanya, dapat dipakai untuk mengukur ketinggian air untuk mempermudah penganalisisan datanya.
Seyogianya para jurnalis yang meliput banjir langsung saja menggunakan satuan ukuran yang sudah lazim dipakai.
Misalnya, ketika mendapat informasi dari seorang warga yang menjadi narasumber bahwa banjir sudah setinggi leher orang dewasa, jurnalis ataupun redaktur bisa mengonversi keterangan itu dengan menyebutkan ketinggian banjir sekian sentimeter atau sekian meter.
Untuk banjir setinggi atap rumah, satuan meter tentu lebih disarankan untuk digunakan. Di zaman yang sudah canggih sekarang ini, semua ukuran besar, tinggi, dan panjang suatu benda atau keadaan dapat dihitung dengan ukuran pasti menggunakan alat yang tepat.
Contohnya dapat dilihat dari kalimat di bawah ini, yang dicomot dari berita di media daring.
1. Banjir setinggi 1 meter merendam permukiman warga di Pondok Karya, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Kamis (4/1/2023) malam.
2. Ketinggian genangan air di dalam rumahnya berkisar 30-40 sentimeter.
Dengan menyampaikan informasi mengenai ukuran secara akurat, hal itu dapat mencegah terjadinya perdebatan fakta. Ini berarti sesuai dengan prinsip jurnalistik.
Apabila tinggi air dapat diukur dengan presisi, pembaca atau pemirsa tentu bisa langsung mengetahui seberapa besar tingkat bahaya banjir tersebut. Pembaca tidak perlu menerka-nerka sebenarnya berapa persisnya tinggi banjir yang terjadi apabila ukuran yang digunakan adalah ukuran anggota tubuh.
Perihal kebiasaan menggunakan ukuran yang tidak terukur ini pernah diungkapkan Fariz Alniezar dalam bukunya, Problem Bahasa Kita: Kritik Bahasa dari Iwak Pitik sampai Arus Balik (2017). Ia menyebutkan bahwa bangsa kita memang terbiasa dan tidak disiplin dalam menggunakan batasan dan ukuran.
Kita, katanya, hidup di negara yang ukuran-ukuran kehidupannya tidak jelas dan kabur secara kebudayaan. Salah satu bukti ketidakjelasan itu terjadi pada kasus banjir yang diukur menggunakan anggota tubuh, bukan menggunakan ukuran lazimnya, seperti sentimeter, milimeter, dan meter.
Menurut Fariz, ketidakjelasan ukuran itu juga terjadi pada urusan waktu. Dalam membuat perjanjian, misalnya, seseorang menggunakan patokan waktu yang tidak jelas, seperti kita bertemu habis maghrib, atau hubungi saya sehabis isya.