Sejak ratusan tahun lalu, Rusia melihat ancaman terbesar datang dari sebelah barat negara tersebut.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Apa jadinya Eropa tanpa Amerika Serikat? Itulah pemikiran yang muncul setelah keluar pernyataan kontroversial dari mantan Presiden AS Donald Trump.
Pekan lalu, Trump mengeluarkan pernyataan yang menggambarkan kejengkelannya terhadap Eropa yang dinilainya telah menguras sumber daya, termasuk uang, dari Amerika Serikat (AS). Ia dengan sarkastis mengungkapkan, silakan Rusia melakukan apa saja terhadap anggota Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) yang memiliki kontribusi tak memadai bagi organisasi pertahanan bersama tersebut.
Bisa dibayangkan apa jadinya jika pernyataan itu benar-benar menjadi kebijakan Washington seandainya Trump terpilih sebagai Presiden AS pada November mendatang. Pakem selama ini, yakni relasi erat Eropa-AS untuk menghadang Rusia (dahulu Uni Soviet), hancur berantakan.
Akan tetapi, apa yang disampaikan Trump sebenarnya tak mengejutkan. Charles A Kupchan, profesor di Georgetown University, beberapa tahun silam, menilai sikap Trump yang proteksionis dan berkecenderungan kuat mendukung isolasionisme hanyalah gejala atau simtom (”NATO’s Hard Road Ahead”, Foreign Affairs edisi 29 Juni 2022).
Sikap Trump, Presiden AS (2017-2021) asal Partai Republik, merupakan refleksi dari aspirasi rakyat negara itu agar Washington hendaknya lebih memperhatikan urusan domestik ketimbang luar negeri. Aspirasi ini juga mendapat perhatian dari Partai Demokrat. Mengingat kebijakan luar negeri sesungguhnya juga cerminan dari politik dalam negeri, tidak mengherankan jika suatu waktu AS akan bersikap tidak seroyal dulu terhadap NATO.
Situasi ini memberikan tantangan besar bagi Eropa. AS sudah tidak lagi bisa diandalkan. Seperti ditulis Kompas.id edisi 13 Februari 2024, isu itu pun dibahas dalam pertemuan Menteri Luar Negeri Perancis, Polandia, dan Jerman. Mereka menyerukan agar diupayakan persatuan dan kerja sama militer yang lebih besar serta kuat di antara negara Eropa.
Memang tidak ada pilihan bagi Eropa selain membangun kekuatan mandiri. Dinamika relasi Eropa Barat-Rusia merupakan tantangan khas benua itu.
Sejak ratusan tahun lalu, Rusia melihat ancaman terbesar datang dari sebelah barat negara tersebut. Berkali-kali serbuan dari Eropa Barat menghampiri Rusia. Dataran yang membentang, hampir tanpa penghalang alami, seperti gunung, menyebabkan pasukan gampang dimobilisasi dari Eropa Barat menuju Moskwa.
Benn Steil, Direktur Ekonomi Internasional pada Council on Foreign Relations, menekankan, meskipun komunisme sudah hilang, ketegangan Rusia-Eropa Barat akan tetap terjadi. Penyebabnya, ketegangan itu tidak disebabkan aspek ideologi, tetapi geografi yang bersifat ”abadi”.
Eropa Barat harus menyadari hal itu dengan baik. Maka, upaya pendekatan atau solusi yang lebih berkesinambungan patut dipertimbangkan. Menjadi tetangga atau tidak adalah takdir, tetapi menjadi musuh atau tidak adalah pilihan.