logo Kompas.id
OpiniKPPS, Serdadu Demokrasi
Iklan

KPPS, Serdadu Demokrasi

KPPS merupakan serdadu demokrasi elektoral. Dengan tugas dan tanggung jawabnya, KPPS bisa menjaga martabat pemilu.

Oleh
TEUKU KEMAL FASYA
· 5 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/v7GLCnCyxsZBwHDDfY922SpPsmY=/1024x576/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F02%2F13%2F11ed77e2-8b56-4083-8c9f-e38132c572b9_jpg.jpg

Sejak akhir Januari 2024, media sosial, terutama Tiktok, memunculkan banyak unggahan terkait kegembiraan terpilih sebagai anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara atau KPPS. Demikian pula ada Tiktoker yang sedih karena tidak terpilih menjadi anggota KPPS. Akhirnya, rencana menikah, beli rumah baru, resepsi kelulusan, dan liburan ke luar negeri menjadi kandas.

Tentu saja itu hanya meme atau pernyataan karikatural. KPPS adalah instrumen terkecil dari penyelenggara pemilu yang melakukan tugas utama pungut-hitung pada hari-H (14 Februari 2024). Mereka hanya dibayar sekali untuk rentang kerja sebulan. Di luar honor, hanya ada per diem bimbingan teknis dan pelantikan. Untuk honor pun kemungkinan dibagikan paling cepat 25 Februari 2024.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Anggota KPPS dilantik serentak pada 25 Januari 2024. Jumlah KPPS yang terpilih sebanyak 5.741.127 orang dan tersebar di 820.161 TPS di seluruh Indonesia itu adalah benteng suara rakyat.

Baca juga: Citra Baru KPPS di Ruang Daring

Serdadu demokrasi

Berapa gaji KPPS sesungguhnya? Jika melihat gajinya tentu orang akan tidak menyangka begitu banyak orang yang berharap mendapatkan pekerjaan ini, terutama yang berumur 17-54 tahun. Sebagaimana dijelaskan di situs Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan didiseminasi di banyak media, besaran honor ketua KPPS Rp 1,2 juta dan anggota KPPS Rp 1,1 juta). Kecil sekali, bahkan untuk membeli cincin tunangan pun tidak cukup. Bandingkan gaji ketua Panitia Pemilu Kecamatan (PPK) Rp 2,5 juta dan ketua Panitia Pemungutan Suara (PPS) Rp 1,5 juta dengan masa kerja 15 bulan.

Untungnya, honor KPPS melonjak lebih 100 persen dibandingkan pemilu sebelumnya. Pada Pemilu 2019, ketua KPPS mendapatkan honor Rp 550.000 dan anggota Rp 500.000. Penulis pada Pemilu 2019 menjadi ketua KPPS Luar Negeri (KPPS-LN) di Kuala Lumpur dengan honor hampir Rp 7 juta yang ditransfer dua bulan setelah pemilu.

Tentu itu sudah all in dengan tiket pesawat dan penginapan yang harus ditanggung peserta KPPS-LN yang datang dari Indonesia. Proses kerja pun tidak selesai dalam satu hari pungut-hitung. Pemungutan dilakukan pada 14 April 2019 dan penghitungan pada 17 April (H+3). Tahun ini, ketua KPPS-LN mendapatkan honor Rp 8,4 juta dan anggota Rp 8 juta.

Petugas KPPS menata logistik pemilu yang diangkut menggunakan becak motor di TPS 07, Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Kraton, Yogyakarta, Selasa (13/2/2024).
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Petugas KPPS menata logistik pemilu yang diangkut menggunakan becak motor di TPS 07, Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Kraton, Yogyakarta, Selasa (13/2/2024).

Namun, jangan pernah meremehkan peran KPPS. Mereka bisa disebut serdadu demokrasi elektoral. Merekalah yang paling dimintai tanggung jawab atas kemurnian suara pemilu. Beban kerjanya pun jauh berlipat karena harus maraton tanpa henti hingga 36 jam!

Pemilu 2019 menjadi pelajaran untuk pembatasan umur petugas KPPS. Refleksi pemilu terakhir yang memenangkan Jokowi saat itu, terdapat 894 petugas KPPS yang meninggal dan 5.175 sakit (Kompas.com, 22/1/2020).

Tumbangnya petugas KPPS saat itu disebabkan beratnya beban kerja yang menguras tenaga, pikiran, dan perasaan. Rata-rata petugas yang mengidap penyakit degeneratif (hipertensi, jantung, osteoporosis, diabetes) menjadi korban dominan. Maka, pada pemilu kali ini ada pembatasan usia, bahwa yang lewat paruh baya hingga umur pensiun tidak dilibatkan lagi sebagai petugas KPPS.

Iklan

Mereka bisa disebut serdadu demokrasi elektoral. Merekalah yang paling dimintai tanggung jawab atas kemurnian suara pemilu.

Pemerintah mencoba merasionalkan gaji KPPS dengan beban kerja, meskipun juga tidak memadai. Problem utama kegiatan pungut-hitung adalah waktu yang tidak berjeda. Upaya memudahkan mekanisme pungut-hitung secara elektronik seperti dilakukan di negara maju belum jua disepakati. Ada kecurigaan peladen (server) bisa diutak-atik oleh hacker atau rezim penguasa seperti pada pemilu di Amerika Serikat (2016), Rusia (2018), dan Turki (2023), dan menjadi sebab model tradisional ini masih dipilih di era serba digitalisasi seperti saat ini.

Kerja KPPS sebagaimana disebutkan di dalam Keputusan KPU Nomor 66 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilu akan mulai berkeringat sejak H-5 dengan mengumumkan lokasi TPS. Pada hari H, kegiatan dimulai dengan membuka rapat sejak pukul 07.00, membagi lima jenis surat suara kepada pemilih tetap (DPT), hingga menyerahkan kotak suara dan kelengkapannya kepada PPS.

Mahasiswa UGM yang bertugas sebagai Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara menyiapkan TPS Khusus 901 di kompleks Asrama Ratnaningsih Kinanti UGM, Sleman, DI Yogyakarta, Selasa (13/2/2024).
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Mahasiswa UGM yang bertugas sebagai Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara menyiapkan TPS Khusus 901 di kompleks Asrama Ratnaningsih Kinanti UGM, Sleman, DI Yogyakarta, Selasa (13/2/2024).

Menjaga integritas

Kini semua mata akan mengarah kepada peran KPPS. Seluruh tahapan pemilu akan bermuara pada hari H dan KPPS akan menjadi gladiator terdepan. Meskipun ada peran Pengawas Kelurahan/Desa (PKD) dan pengawas TPS dari jajaran ad hoc Bawaslu, saksi dari setiap partai politik, pemantau pemilu, hingga aparat TNI-Polri sebagai pengamanan, KPPS adalah ”penguasa utama” TPS.

Dari amatan penulis, ada KPPS yang melibatkan aparat desa. Ada juga kepala dusun hingga kepala urusan (kaur) desa yang terpilih. Demikian pula kasus pemilih pemula yang menjadi ketua KPPS. Hal ini karena tidak mudah memilih KPPS uber alles. Memang tidak ada larangan aparatur sipil negara (ASN) menjadi anggota KPPS, meskipun hampir tak ada PNS yang mengambil peran itu.

Namun, hal itu bisa disiasati dengan bimbingan teknis dan proses belajar cepat dari peserta yang berpengalaman di pemilu sebelumnya. Demikian pula ada ancaman pidana pemilu jika anggota KPPS bersikap curang atau tidak profesional saat tugas.

Dalam UU Pemilu No 7/2017 disebutkan, ada tindak pidana bagi KPPS yang tidak melaksanakan pemungutan suara (Pasal 502 UU No 7/2017); tidak membuat berita acara (Pasal 503) dan salinan berita acara pemungutan (Pasal 506). Ancaman hukuman penjara maksimal 1 (satu) tahun dan denda maksimal Rp 12 juta.

Baca juga: Catatan bagi Penyelenggaraan Pemilu

Demikian pula anggota KPPS yang terlibat politik uang akan dijerat ancaman pidana maksimal tiga tahun dan denda Rp 36 juta (Pasal 523 Ayat 3). Hukuman paling parah jika KPPS membuat calon pemilih menjadi tidak bernilai hak suaranya atau peserta pemilu mendapatkan tambahan suara, maka anggota KPPS itu bisa dihukum maksimal empat tahun penjara dengan denda maksimal Rp 48 juta (Pasal 532).

Kembali kepada peran KPPS, meskipun honor hanya sekali, mereka harus bisa memberikan kesan permanen. Kesan manis bisa didapatkan jika mereka menjadikan momen ini bernilai positif bagi demokrasi elektoral. Namun, kesan penyesalan akan didapatkan jika terjebak curang hingga harus mendekam di balik terali penjara.

Dengan napas penuh heroisme dan profesional, KPPS bisa menjaga martabat pemilu. Demikian pula mereka bisa memenuhi hasrat KPU menjadikan ”Pemilu 2024 sebagai sarana integrasi bangsa” dan moto Bawaslu, ”Bersama rakyat tegakkan keadilan pemilu”. Pekerjaan KPPS yang jujur dan adil akan menunjukkan apakah hasil survei yang selama ini beredar mewakili suara rakyat ataukah hanya suara elite dan kaum aristokrat yang berkuasa.

Teuku Kemal Fasya, Dosen Antropologi Fisipol Universitas Malikussaleh

Facebook: Teuku Kemal Fasya; Instagram: fasya_teuku; Twitter: @tfasya

Teuku Kemal Fasya
PERSONAL ARCHIVE

Teuku Kemal Fasya

Editor:
YOVITA ARIKA
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000