PHK Terus Berlanjut akibat Pengembangan Kecerdasan Buatan
Dengan melihat berbagai fenomena yang ada, sudah sangat jelas bahwa penggunaan AI makin dekat dengan keseharian kita.
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·4 menit baca
Saham-saham perusahaan teknologi di Amerika Serikat melonjak pada pekan lalu. Lonjakan saham Meta, Amazon, Nvidia, dan beberapa perusahaan teknologi dari 7,3 persen hingga 21 persen terjadi sebagai akibat respons pasar terhadap pengembangan kecerdasan buatan di berbagai perusahaan. Pasar yakin bahwa investasi yang mereka tanam di teknologi tersebut akan menjadi pusat pertumbuhan keuntungan pada masa depan.
Kabar ini merupakan kabar baik, namun juga kabar mencemaskan bagi beberapa orang karena ledakan kasus pemutusan hubungan kerja atau PHK di perusahaan teknologi terus terjadi hingga sekarang. Sejumlah perusahaan teknologi baik dari luar negeri maupun dalam negeri terus mengurangi karyawan. Ancaman PHK masih akan terus berlangsung. Apa penyebab kasus ini tak berhenti sampai sekarang?
Pada tahun 2023 lalu, PHK terjadi karena salah perencanaan pascapandemi. Perekrutan karyawan besar-besaran saat pandemi muncul karena permintaan mengalami kenaikan signifikan di berbagai layanan. Orang tidak bisa keluar rumah mengakibatkan mereka melakukan interaksi secara daring. Banyak perusahaan menduga permintaan ini akan tetap seusai pandemi, ternyata tidak terjadi. Permintaan kembali turun. Akibatnya, pemutusan hubungan kerja kembali terjadi.
Perusahaan teknologi juga mengalami masalah yang sama. Banyak perusahaan yang telanjur merekrut karyawan dalam jumlah besar saat pandemi dan sekarang pemutusan hubungan kerja terpaksa dilakukan karena apa yang diprediksi tidak sesuai kondisi seusai pandemi. Masalah lain, investor telah menekan sejumlah usaha rintisan dan perusahaan teknologi agar segera untung atau setidaknya memastikan jalur untuk segera untung.
Tekanan ini muncul sejak akhir 2019 seusai kasus menimpa WeWork di Amerika Serikat, di mana perusahaan teknologi berbasis valuasi tak lagi diminati investor. Cara-cara bakar uang harus segera ditinggalkan karena membebani investor dan uang murah memang mulai dihentikan. Mereka menuntut agar usaha rintisan dan perusahaan teknologi segera untung.
Akan tetapi, belakangan ini pemutusan hubungan kerja memiliki alasan lain. Setidaknya untuk perusahaan teknologi di luar negeri. Mereka kini berfokus pada pengembangan teknologi kecerdasan buatan. Pada intinya, tenaga kerja yang dibutuhkan adalah mereka yang menunjang pengembangan teknologi tersebut. Mereka yang jauh dengan rencana itu akan mengalami PHK atau diminta untuk tes ulang agar bisa bekerja di perusahaan tersebut.
Perubahan orientasi seperti ini pernah terjadi dua tahun lalu ketika sejumlah perusahaan teknologi tak lagi berfokus pada metamesta (metaverse). Mereka melihat teknologi tersebut belum dibutuhkan saat ini sehingga mereka untuk sementara tidak berinvestasi besar-besaran di teknologi ini. Mereka juga mengurangi karyawan di bidang ini.
Menurut salah satu tulisan di The New York Times, PHK terus berlanjut bahkan ketika penjualan dan keuntungan perusahaan teknologi melonjak dan harga saham melonjak. Ketidaksinkronan ini, kata orang dalam dan analis teknologi, mencerminkan industri yang menghadapi dua tantangan besar: menghadapi ekspansi tenaga kerja yang pesat selama pandemi dan juga mengambil langkah agresif dalam membangun kecerdasan buatan.
Kini, alih-alih mempekerjakan ribuan orang setiap kuartal, perusahaan-perusahaan teknologi tersebut menghabiskan miliaran dollar untuk membangun teknologi AI, yaitu teknologi yang mereka yakini suatu hari nanti bisa bernilai triliunan. Persaingan pengembangan teknologi kecerdasan buatan sangat jelas sejak awal antara yang dilakukan Microsoft dan Google serta beberapa perusahaan lain. Mereka merasa harus menjadi yang terdepan karena setidaknya, seperti yang terjadi selama ini, mereka yang mengambil peran sejak awal akan memimpin pengembangan teknologi.
Bos Meta, Mark Zuckerberg, dalam pertemuan dengan para analis beberapa waktu lalu mengatakan bahwa perusahaannya terpaksa memberhentikan karyawan dan mengendalikan biaya sehingga dapat berinvestasi dalam visi jangka panjang dan ambisius seputar AI. Dia menambahkan, dia menyadari bahwa perusahaan beroperasi lebih baik sebagai perusahaan yang lebih ramping.
Chat GPT memang telah menjadi penggerak awal dalam hal publikasi kecerdasan buatan sehingga perusahaan teknologi berkompetisi dalam pengembangan kecerdasan buatan. Orang juga makin memahami teknologi kecerdasan buatan ketika teknologi generatif tersebut muncul ke publik. Seolah, teknologi tersebut dekat dengan keseharian hingga menjadi ancaman berbagai industri yang telah mapan.
Akan tetapi, ancaman kasus PHK atau setidaknya jumlah karyawan yang sangat minim akibat kecerdasan buatan sudah lama terjadi. Beberapa perusahaan telah menggantikan peran manusia dengan mesin. Salah satu publikasi di Harvard Business Review tahun 2020 telah memperlihatkan masalah ini. Laporan mereka menyebutkan, pada tahun 2019 atau hanya lima tahun setelah Ant Financial Services Group, layanan keuangan milik Alibaba, diluncurkan, jumlah konsumen yang menggunakan layanannya melampaui angka satu miliar.
Ant Financial menggunakan kecerdasan buatan dan data dari Alipay—platform pembayaran seluler intinya—untuk menjalankan beragam bisnis yang luar biasa, termasuk pinjaman konsumen, investasi di pasar uang, manajemen investasi, asuransi kesehatan, layanan pemeringkatan kredit, dan bahkan sebuah gim daring yang mendorong masyarakat untuk mengurangi jejak karbonnya karena bisa dilakukan secara daring. Perusahaan ini melayani nasabah 10 kali lebih banyak dibandingkan bank-bank terbesar di AS dengan jumlah karyawan kurang dari sepersepuluh.
Ancaman PHK akibat pengembangan kecerdasan buatan yang sekian tahun lalu masih merupakan perkiraan kasar sekarang makin akurat. Kasus-kasus PHK terlihat di depan mata. Mereka yang mengoperasikan perusahaan pun merasakannya. Lebih dari sepertiga atau 37 persen pemimpin bisnis mengatakan AI telah menggantikan pekerja pada tahun 2023, menurut laporan terbaru dari ResumeBuilder.
Data lain yang dikutip CNBC menyebutkan, karyawan telah mengatakan bahwa 29 persen tugas pekerjaan mereka dapat digantikan oleh AI. Angka ini menurut manajemen proyek dan perusahaan perangkat lunak kolaborasi Asana dalam surveinya.
Dengan melihat berbagai fenomena yang ada, sudah sangat jelas bahwa penggunaan kecerdasan buatan makin dekat dengan keseharian kita. Makin banyak pula pekerjaan yang telah dan bakal tergantikan oleh teknologi ini. Korban kecerdasan buatan telah muncul. Kita seperti sedang menunggu perubahan baru di tengah revolusi teknologi yang pada akhirnya kelak akan membentuk dunia baru bagi umat manusia. Tidak banyak saran yang bisa diusulkan selain kita memang melihat perubahan besar tengah terjadi dan setiap hari melakukan inovasi.