logo Kompas.id
OpiniDemokratisasi dengan Empati
Iklan

Demokratisasi dengan Empati

Kaidah empati sederhananya adalah perlakukan rakyat sebagaimana kamu ingin diperlakukan.

Oleh
IDI SUBANDY IBRAHIM
· 3 menit baca
 Idi Subandy Ibrahim
SALOMO TOBING

Idi Subandy Ibrahim

”Bhinneka Tunggal Ika”. Tiga kata ini memiliki filosofi yang indah dan dalam. Indah, karena ”beragam dalam kesatuan” melambangkan kekayaan mosaik kemajemukan bangsa ini. Dalam, karena memantulkan ikatan batin pendiri bangsa ini untuk “bersatu dalam keragaman.”

Gambar dua kaki Garuda mencengkeram pita: ”Bhinneka Tunggal Ika” dan berkalung lima sila Pancasila, menyiratkan ia adalah titik tumpuan historis dan landasan visioner negara-bangsa ini. Kehendak untuk hidup harmoni dan maju bersama dalam kemajemukan. Tidak sekadar perkara mayoritas dan minoritas dalam jumlah. Tetapi, menyadari sedalam-dalamnya bahwa keragaman itulah yang memperkaya kebudayaan Indonesia sedari awal.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Kampanye Pemilu 2024 adalah momentum yang tepat untuk memahami komitmen ketiga pasangan calon presiden dan wakil presiden terhadap isu-isu kemajemukan dalam kehidupan budaya demokrasi dan bagaimana menjadikannya sebagai kekuatan yang konstruktif bagi kesejahteraan dan keadilan.

Sejauh mana visi inklusivitas itu menjadi wacana komunikasi politik setiap pasangan calon menggambarkan derajat kepedulian mereka terhadap cita-cita demokrasi budaya itu.

Perlakukanlah rakyat sebagaimana kamu ingin diperlakukan. Dengarlah suara rakyat sebagaimana kamu mendengar suara batinmu! Empati muncul dari kedekatan dan memunculkan kedekatan.

Empati bermakna bagi demokratisasi bila mendekatkan (calon) pemimpin dengan persoalan rakyat yang beraneka ragam tersebut. Empati bersandar pada perasaan dan emosi. Ahli komunikasi menyebut bahwa 75 persen keputusan manusia didasarkan pada perasaan. Penelitian di bidang neurosains dan ilmu kognitif menunjukkan pentingnya emosi bagi manusia sehingga psikologi politik memberikan perhatian khusus pada peran emosi dalam penalaran, sikap, keyakinan, pendapat, dan perilaku politik.

Dalam Empathy and Democracy, Michael E Morrell (2010), menyebutkan bahwa negara-negara demokrasi masih berjuang untuk memenuhi janji-janji demokrasi untuk memberikan pertimbangan yang setara. Untuk dapat melakukannya secara maksimal, mereka harus memberikan peran utama empati dalam pengambilan keputusan yang demokratis. Tanpa empati, masyarakat demokrasi yang besar tidak dapat memberikan kepada warga negaranya pertimbangan setara yang dibutuhkan untuk membuat keputusan demokratis menjadi sah.

”Kaidah empati”, sederhananya, perlakukanlah rakyat sebagaimana kamu ingin diperlakukan. Dengarlah suara rakyat sebagaimana kamu mendengar suara batinmu! Empati muncul dari kedekatan dan memunculkan kedekatan. Bukankah ”bahasa kedekatan” yang diperebutkan menjelang pemungutan suara?

Iklan

Baca Juga: Doa Kebudayaan

Dari media sosial, spanduk, dan iklan politik yang bertebaran, kita melihat upaya kuat dari tiap pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk membangun simpati kedekatan dengan rakyat. Setidaknya di sini terkesan rakyat berdaulat sekali dalam lima tahun!

Demokratisasi dengan empati membutuhkan kondisi sosial serta faktor-faktor struktural yang memberikan dukungan momentum bagi terciptanya tatanan demokrasi yang adil dan inklusif.

Sebagaimana setiap pemilu, setiap tim sibuk mengemas calon guna membangun citra dan kesan di mata rakyat. Kesan ”kedekatan” kian diperkuat demi meraup suara. Calon yang sudah bagus langsung dipasarkan, dengan sedikit drama atau akrobat. Sementara calon lama perlu dipoles ulang dan perhatian rakyat perlu diarahkan ke bagian-bagian yang eloknya saja. Politik pencitraan menjadi lumrah.

Memang, video, foto atau spanduk kampanye bisa dimanipulasi secara visual dan tekstual, tetapi bahasa tubuh sang calon/pemimpin yang tulus dan dekat dengan rakyat tetap tak bisa direkayasa!

Sejatinya, empati tidak muncul dari kedekatan palsu atau dibuat-buat. Empati menumbuhkan rasa kepedulian dari dalam setelah menyelami realitas dari luar.

Demokratisasi dengan empati membutuhkan kondisi sosial serta faktor-faktor struktural yang memberikan dukungan momentum bagi terciptanya tatanan demokrasi yang adil dan inklusif. Tidak lain agar yang terseleksi adalah para negarawan yang berjiwa empatik. Hal ini mendorong perubahan paradigma bagi para aktor politik dari pandangan dunia yang berpusat pada diri atau kelompok menjadi pandangan dunia yang berpusat pada masalah kebudayaan dan kemanusiaan. Termasuk perubahan radikal dalam memandang partisipasi, emansipasi, dan komunikasi yang memberi ruang bagi kelompok-kelompok yang paling rentan dan wilayah-wilayah pinggiran dari pusat kekuasaan.

Kini kita sedang memasuki tatanan dunia pascapandemi yang sangat berbeda disertai ancaman perang dan perubahan iklim yang drastis. Sementara di Indonesia, hidup selaras dengan cita-cita proklamasi seperti sering terbentur tembok perilaku pragmatisme yang tak jarang menjadi sandungan bagi impian bersama yang telah dirintis dengan susah payah oleh pendiri bangsa ini.

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi tidak serta merta menjadi ruang inklusif untuk semua. Ia mungkin menyisakan kesenjangan atau peminggiran bagi kaum miskin, lemah, rentan, dan disabilitas. Situasi kritis seperti ini semakin meniscayakan munculnya pemimpin yang membumi.

Baca juga: Pahlawan dalam Ekonomi Perhatian

Idi Subandy Ibrahim adalah Peneliti Budaya, Media, dan Komunikasi; Pengajar di Magister Ilmu Komunikasi (MIK) Pascasarjana Universitas Pasundan Bandung; Pengajar LB di MIK Pascasarjana FISIP Universitas Brawijaya (UB) Malang: dan Pengajar LB di Program Doktor (S3) Agama dan Media/Studi Agama-Agama Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung.

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000