Dulu, kongkalikong pernah mengingatkan sastra. Di masa berbeda, kongkalikong mengingatkan ulah menghancurkan Indonesia.
Oleh
BANDUNG MAWARDI
·3 menit baca
Di kesusastraan Indonesia, kita mengenal nama-nama pengarang berpengaruh sejak awal abad ke-20: Mas Marco Kartodikromo, Marah Roesli, Armijn Pane, Idrus, Pramoedya Ananta Toer. Pengenalan nama-nama pengarang di buku-buku pelajaran dianggap belum lengkap.
Para pengamat sastra mengajukan nama-nama pengarang peranakan Tionghoa. Nama terkenal dari masa kolonial: Kwee Tek Hoay. Ada ratusan nama pengarang peranakan Tionghoa, tetapi telat diketahui dan diingat oleh guru, murid, mahasiswa, dan dosen.
Kita bisa membaca buku berjudul Sastra Indonesia Awal: Kontribusi Orang Tionghoa (2010) susunan Claudine Salmon. Ratusan buku dari masa lalu dipelajari dan mendapat pemaknaan.
Nama-nama pengarang dikenalkan meski kadang mengikutkan penggunaan nama samaran. Penulisan nama samaran atau singkatan nama lazim dalam penerbitan buku-buku cerita peranakan Tionghoa. Sekian nama samaran membuat pembaca kaget dan penasaran.
Buku-buku diterbitkan sejak akhir abad ke-19, tak semua bisa diselamatkan dan dipelajari. Pelacakan buku dilakukan para peneliti sastra untuk melengkapi penulisan sejarah dan perkembangan kesusastraan di Indonesia. Pada suatu hari, penulis membeli buku tipis berjudul Prampoean Jang Ditjintai dengan keterangan: ”Ditjeritakan oleh Kongkalikong”.
Buku diterbitkan oleh Toko & Durkkerij Lie Tek Long, Pintoe Besar, Batavia. Buku tak mencantumkan tahun cetak. Buku cerita mungkin terbit sebelum Perang Dunia II berdasarkan penggunaan bahasa dan siasat bercerita.
Kita tak sedang membahas sastra, tetapi penasaran dengan nama samaran. Nama asli tiada di sampul buku. Pada masa lalu, Kongkalikong itu nama unik. Pengarang mungkin sedang membuat lelucon atas situasi sosial, politik, dan ekonomi di Indonesia. Kata itu membuat orang mudah menanggapi zaman.
Pada masa Indonesia merdeka, kata itu masih lestari. Kita mengetahui dari kamus-kamus. Kita membuka Logat Ketjil Bahasa Indonesia (1949) susunan WJS Poerwadarminta. Kongkalikong berarti ”sekongkol, tjurang, tidak djudjur”. Kita mengingat lagi nama samaran Kongkalikong mungkin membuat para pembaca tertawa tetapi sinis. Kata tak pantas digunakan sebagai nama orang.
Pada masa lalu, Kongkalikong itu nama unik. Pengarang mungkin sedang membuat lelucon atas situasi sosial, politik, dan ekonomi di Indonesia.
Poerwadarminta sedikit mengubah pengertian kongkalikong dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1952). Kita malah makin mengerti: ”tidak djudjur, tidak terang-terang, sembunji-sembunji”. Dua kamus terbit dalam waktu berdekatan memastikan kongkalikong masih sering digunakan oleh pengarang, wartawan, pejabat, intelektual, dan lain-lain. Kata masih berhak menghuni kamus-kamus.
Kita mendapat tambahan pengertian saat membuka Kamus Modern Bahasa Indonesia (1954) susunan Sutan Mohammad Zain. Kongkalikong diartikan ”tidak djudjur” atau ”mendjalankan akal busuk”. Pada masa kekuasaan Soekarno, kata itu terdapat dalam kamus-kamus. Kata bisa mengingatkan Indonesia sedang bermasalah oleh orang-orang mencari untung dengan cara-cara buruk dan jahat.
Pada masa berbeda, kongkalikong masih awet, tetapi mulai jarang digunakan. Orang-orang terbiasa menggunakan kata sekongkol atau komplotan. Kongkalikong belum punah meski perlahan terpinggirkan.
Kita membuka Tesaurus Bahasa Bahasa Indonesia untuk Pelajar, Mahasiswa, dan Umum (2012) susunan W Untara. Di halaman 490, sekongkol memiliki sinonim: ”berkolusi, berkomplot, berkongkalikong, berkonspirasi, bersekutu, berselingkuh, main mata”.
Kita diajak memberi perhatian untuk sekongkol, berlanjut mengingat kongkalikong. Kita justru kaget saat membaca Kamus Sinonim Bahasa Indonesia (1981) susunan Harimurti Kridalaksana. Daftar sinonim kongkalikong: ”sembunyi-sembunyi, patgulipat, selingkuh, curang”. Di halaman 157, bersekongkol bersinonim ”berkomplotan, bermufakat, bersepakat, bersekutu”. Kita membuktikan kongkalikong masih terjadi di Indonesia.
Pada abad ke-21, kongkalikong belum punah. Kongkalikong dimengerti publik dalam masalah pajak, korupsi, politik, bisnis, dan lain-lain. Kini, Indonesia sedang dirundung seribu masalah gara-gara hajatan demokrasi.
Kita mengetahui kongkalikong meski tak sempat membuka kamus-kamus cetak dan membaca buku cerita digubah pengarang bernama Kongkalikong. Dahulu, kongkalikong pernah mengingatkan sastra. Pada masa berbeda, kongkalikong itu mengingatkan para tokoh dan ulah menghancurkan Indonesia. Begitu.