logo Kompas.id
OpiniMenagih Visi Vokasi Capres
Iklan

Menagih Visi Vokasi Capres

Presiden mendatang tidak hanya perlu mengarusutamakan pendidikan vokasi, tetapi juga memahami perubahan teknologi.

Oleh
ARFANDA SIREGAR
· 4 menit baca
Ilustrasi
SUPRIYANTO

Ilustrasi

Sedikit sekali para calon presiden menyinggung pendidikan vokasi sebagai upaya menyongsong bonus demografi menuju Indonesia Emas 2045. Dari tiga capres pada kontestasi Pemilihan Presiden 2024 belum terdengar keseriusan pengembangan pendidikan vokasi menyambut bonus demografi.

Ketika banyak negara maju kelimpungan atas penyusutan jumlah penduduk produktif, Indonesia malah berlimpah ruah. Asa Indonesia Emas 2045 bukan sekadar angan-angan jika presiden terpilih mempunyai visi dan komitmen menjadikan pendidikan vokasi sebagai kawah candradimuka bonus demografi.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Visi vokasi

Pendidikan vokasi merupakan pendidikan untuk dunia kerja (education for vocation). Pendidikan vokasi bertujuan menyiapkan lulusan bekerja, yang salah satu programnya membuat pelatihan khusus bersifat reproduktif sesuai dengan perintah guru atau instruktur dengan fokus perhatian kepada pengembangan kebutuhan industri, berisikan skill khusus. Motivasi utama pendidikan vokasional terletak pada keuntungan ekonomi untuk masa depan (Pavlova, 2009: 7).

Seharusnya lulusan pendidikan vokasi lebih diminati industri ketimbang pendidikan akademik. Namun, faktanya, pendidikan akademik malah yang menjadi primadona anak bangsa.

Pendidikan vokasi masih dipandang sebelah mata. Kebanyakan lulusan sekolah menengah masih menjadikan pendidikan vokasi alternatif terakhir, manakala semua jalur masuk perguruan tinggi akademik menolaknnya.

Baca juga: Pendidikan Vokasi dan Visi Indonesia 2045

Padahal, pendidikan akademik tidak menyiapkan alumni menjadi tenaga kerja siap pakai, tetapi tetap saja menjadi sasaran utama siswa melanjutkan pendidikannya. Merujuk Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, bahwa yang disebut pendidikan akademik adalah pendidikan tinggi program sarjana dan/atau program pascasarjana yang diarahkan kepada penguasaan dan pengembangan cabang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan akademik menyiapkan lulusannya melanjutkan ke strata lebih tinggi untuk dididik menjadi peneliti, dosen, dan tenaga akademis lainnya

Di negara maju seperti Jerman, Inggris, Swiss, China, India, dan Jepang, pendidikan vokasi tidak dipandang remeh. Di sana bukan saja secara kuantitas pendidikan vokasi lebih banyak, juga menjadi mitra utama dunia industri, baik kebutuhan tenaga kerja maupun pengembangan produknya.

Bahkan, sebelum mahasiswa vokasi tamat, mereka sudah menjadi mitra industri, seperti magang dan melakukan ataupun penelitian bersama di industri. Pengalaman tersebut membuat alumni vokasi mempunyai nilai tambah ketika memasuki dunia kerja.

Peserta pameran saat menyelesaikan desain kursi saat mereka berpameran di SMK Negeri 10, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (19/1/2024).
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Peserta pameran saat menyelesaikan desain kursi saat mereka berpameran di SMK Negeri 10, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (19/1/2024).

Lebih dikuatkan

Sebenarnya, Presiden Joko Widodo termasuk serius mengembangkan pendidikan vokasi. Hal ini dibuktikan dengan pembentukan Direktorat Jenderal Vokasi (Diksi) yang khusus mengurusi pendidikan vokasi. Pendidikan vokasi, yang awalnya bernaung pada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti), kini sudah punya rumah sendiri. Dengan demikian, pendidikan vokasi lebih leluasa merencanakan dan merancang berbagai program demi kemajuan pendidikan vokasi.

Iklan

Selain itu, Presiden juga meluncurkan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi (PVPV). Upaya merealisasikan perpres tersebut diistilahkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim dengan enam pilar.

Capres yang berkompetisi pada Pilpres 2024 harus rela menjelaskan bagaimana misi, visi, dan program pengembangan vokasi masa depan sebagai candradimuka bonus demografi Indonesia.

Pilar pertama, perancangan sistem informasi pasar kerja. Pilar kedua, penyelenggaraan pendidikan SMK berbasis kompetensi dan SMK Pusat Keunggulan. Pilar ketiga, penyelenggaraan pendidikan tinggi vokasi berbasis link and match dan dual system. Pilar keempat, penyelenggaraan pelatihan dan kursus keterampilan berbasis kompetensi, future job, skilling, reskilling, dan upskilling.

Pilar kelima, penjaminan mutu pendidikan dan pelatihan vokasi, sertifikat kompetensi, dan akreditasi sertifikat lulusan. Pilar keenam, peningkatan peran pemangku kepentingan yang meliputi kementerian/lembaga, pemerintah daerah, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

Saya pikir periode pemerintah sekarang cukup serius membenahi pendidikan vokasi meskipun hasilnya belum mampu mengangkat pendidikan vokasi. Memang tidak semudah membalik telapak tangan meningkatkan kualitas pendidikan vokasi. Masih banyak alumnusnya yang terseok-seok di antrean panjang pencari kerja.

Antrean panjang pencari kerja di Mega Career Expo 2023 di Gedung Serbaguna Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (4/10/2023).
KOMPAS/PRIYOMBODO

Antrean panjang pencari kerja di Mega Career Expo 2023 di Gedung Serbaguna Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (4/10/2023).

Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2022 menyebutkan, dari jumlah angkatan kerja sebanyak 143,72 juta orang, ternyata alumni pendidikan vokasi menjadi penyumbang pengangguran terbuka, yakni sebesar 16-24 persen. Ini menandakan komitmen mengangkat martabat pendidikan vokasi saja tidak cukup. Solusi cepat dan tepat juga sangat diperlukan.

Padahal, masa depan penuh ketidakpastian. Warren Bennis, pemilik teori volatility, mengatakan bahwa dunia berubah cepat, bergejolak, tidak stabil, dan tak terduga. Tidak ada yang dapat memprediksi bahwa tahun depan bisa menjadi tahun paling buruk bagi hampir semua sektor usaha di dunia.

Dunia sudah merasakan buktinya ketika pada 2019 tiba-tiba urat nadi kehidupan manusia hampir berhenti berdenyut oleh serbuan virus Covid-19. Begitu juga ancaman era disrupsi digital bakal terus mengguncang struktur pasar, menumbangkan industri lama, dan memusnahkan banyak profesi.

Baca juga: Angin Segar bagi Pendidikan Vokasi

Kenyataan perubahan dunia yang sangat cepat tentu menuntut presiden Indonesia ke depan tidak hanya mengarusutamakan pendidikan vokasi, tetapi juga memahami perubahan teknologi akan datang karena berkaitan dengan kebutuhan tenaga kerja masa depan.

Jangan sampai berbagai program studi vokasi yang ada saat ini ternyata banyak yang tidak lagi dibutuhkan pasar tenaga kerja karena perubahan teknologi. Pendidikan vokasi dengan keahlian terapan akan terus berkembang dan menjadi salah satu solusi dalam mengatasi masalah pengangguran dan menghasilkan SDM yang berkualitas di era Revolusi Industri 4.0.

Jika pemerintah sekarang cukup perhatian pada pendidikan vokasi, tetapi hasilnya belum memenuhi harapan dunia kerja, maka para capres pada Pilpres 2024 harus lebih serius lagi mengembangkan pendidikan vokasi. Capres yang berkompetisi di Pilpres 2024 harus rela menjelaskan bagaimana misi, visi, dan program pengembangan vokasi masa depan sebagai candradimuka bonus demografi Indonesia. Semoga bersedia!

Arfanda Siregar, Ketua Komisi Akademik Politeknik Negeri Medan; Mudir Islamic Center Ali Bin Abi Tholib; Doktor Pendidikan Teknologi dan Kejuruan

Facebook: fandasiregar; Twitter: ArfandaSiregar

Arfanda Siregar
DOKUMENTASI PRIBADI

Arfanda Siregar

Editor:
YOVITA ARIKA
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000