Serangkaian inisiatif yang dilakukan oleh pemerintah memberikan secercah harapan bagi kemajuan pendidikan vokasi. Walaupun demikian, tetap diperlukan pengawalan terhadap program ataupun kelembagaan pendidikan vokasi.
Oleh
PRIYONO EKO SANYOTO
·4 menit baca
SUPRIYANTO
Ilustrasi
Sudah menjadi rahasia umum, pendidikan vokasi, terutama lulusan SMK, belakangan selalu mendapatkan sorotan dari masyarakat luas. Sorotan publik tidak terlepas dari data menurut Badan Pusat Statistik yang menunjukkan bahwa lulusan SMK menyumbang angka pengangguran terbuka paling tinggi pada tahun 2022, mencapai 9,42 persen, dibandingkan tingkat pendidikan lainnya.
Bahkan, secara satire akronim dari SMK bukan lagi sekolah menengah kejuruan, melainkan ”susah mendapat kerja”. Ironis memang karena lulusan SMK yang seharusnya disiapkan untuk bekerja lebih awal dengan keahlian spesifik justru menjadi penyumbang angka pengangguran tertinggi.
Hal menarik justru terjadi sebaliknya pada minat masyarakat terhadap SMK. Kolom Tajuk Rencana Kompas (23/2/2023) menuliskan bahwa pendidikan vokasi saat ini menjadi tumpuan masyarakat. Pasalnya, data laporan survei indikator menuliskan bahwa 49,4 persen responden memilih menyekolahkan anaknya ke SMK setelah lulus SMP. Jumlah tersebut lebih tinggi 6,4 persen daripada peminat SMA.
Dengan kata lain, di tengah risiko menganggur yang tinggi, masyarakat masih menaruh harapan besar pada SMK untuk menjadi pilihan prioritas dibandingkan SMA. Lantas bagaimana perkembangan SMK selama dua tahun ke belakang dan arah pendidikan vokasi ke depan?
Angin segar bagi pendidikan vokasi
Walaupun masih menyumbang pengangguran terbuka terbesar, SMK dalam dua tahun belakangan juga menunjukkan kemajuan cukup signifikan. Berdasarkan data dari BPS mengenai tingkat pengangguran terbuka, lulusan SMK pada tahun 2020-2022 mengalami tren penurunan secara berturut-turut dari 13,55 persen pada 2020 menjadi 9,42 persen pada 2022. Angka ini termasuk cukup besar karena dalam dua tahun terakhir terjadi penurunan pengangguran sebanyak 30,5 persen lulusan SMK, lebih tinggi dibandingkan lulusan SMA yang hanya 13 persen.
Penurunan pengangguran lulusan SMK sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menunjukkan tren positif dalam dua tahun belakangan pascapandemi. Bukan tidak mungkin, jika pertumbuhan ekonomi di beberapa tahun ke depan menunjukkan tren yang sama, hal itu akan berdampak simultan pada penurunan pengangguran SMK.
Walaupun masih menyumbang pengangguran terbuka terbesar, SMK dalam dua tahun belakangan juga menunjukkan kemajuan cukup signifikan.
Sementara dari sisi jumlah sekolah, lembaga pendidikan tingkat SMK terus bertambah. Pada tahun ajaran 2022/2023, jumlah keseluruhan sekolah SMK 14.265 atau lebih tinggi 67 sekolah jika dibandingkan tahun 2021/2022, dengan total 5 juta siswa lebih.
Dua hal di atas menjadi angin segar bagi pendidikan vokasi. Kabar baik ini harapannya dapat berlanjut pada tahun-tahun mendatang sebagai respons tingginya minat masyarakat terhadap SMK.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Siswa sekolah menengah kejuruan menyelesaikan pembuatan jam digital saat mengikuti lomba kompetensi siswa bidang elektronika di SMK Negeri 26 Jakarta, Selasa (25/10/2016). Lomba ini diharapkan menjadi salah satu upaya meningkatkan kemampuan atau kemahiran siswa.
Revitalisasi pendidikan vokasi
Pemerintah juga menaruh perhatian serius pada lembaga pendidikan vokasi dalam delapan tahun terakhir. Hal itu ditandai oleh adanya upaya pemerintah untuk merevitalisasi pendidikan vokasi melalui Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 dan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2022, kemudian diturunkan secara lebih praktis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024. Upaya revitalisasi ini memiliki tujuan untuk meningkatkan akses, mutu, dan relevansi pendidikan vokasi yang selaras dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI) dengan harapan lulusannya dapat bekerja dan/atau berwirausaha.
Di sisi kelembagaan, pemerintah juga serius dan memiliki komitmen untuk revitalisasi pendidikan vokasi. Hal itu ditandai dengan dibentuknya Direktorat Jendral Khusus Pendidikan Vokasi di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada 2020.
Setahun berselang Ditjen Pendidikan Vokasi meluncurkan program prioritas SMK Pusat Keunggulan (PK). Program ini merupakan penyempurnaan dari program sebelumnya, yaitu SMK Center of Excellence (CoE). Hal yang menjadi pembeda adalah adanya kampus pendamping yang akan membersamai SMK untuk melakukan transformasi pendidikan agar relevan dengan kebutuhan pasar kerja.
Serangkaian inisiatif yang dilakukan oleh pemerintah memberikan secercah harapan bagi kemajuan pendidikan vokasi. Walaupun demikian, tetap diperlukan pengawalan terhadap program ataupun kelembagaan pendidikan vokasi.
Arah pendidikan vokasi
Kemajuan vokasi dapat menjadi tulang punggung kemajuan sebuah negara, terutama bagi negara-negara yang mendorong sektor industri, termasuk Indonesia. Keunikan dan keragaman dari masing-masing negara membuat intervensi arah pengembangan pendidikan vokasi menjadi khas antara satu negara dan negara lain. Berikut dua hal yang bisa menjadi rujukan dalam mengembangkan arah pendidikan vokasi.
Pertama, keselarasan pendidikan vokasi dengan kebutuhan tenaga kerja di setiap daerah. Secara kelembagaan pendidikan vokasi sebaiknya membangun hubungan erat dengan DUDI setempat dan pemerintah daerah. Hubungan ketiganya menjadi penting dalam menyelaraskan kebutuhan tenaga kerja di daerah dengan apa yang dikembangkan di sekolah. Harapannya, tenaga kerja lulusan pendidikan vokasi tidak terkonsentrasi hanya di sektor yang ”populer”, tetapi sesuai dengan kebutuhan daerah.
Secara kelembagaan pendidikan vokasi sebaiknya membangun hubungan erat dengan DUDI setempat dan pemerintah daerah.
Muara akhirnya adalah keterserapan lulusan pendidikan vokasi ke DUDI di daerah yang juga berefek domino terhadap pembangunan daerah. Selain itu, pengembangan pendidikan vokasi berbasis daerah juga akan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antara perdesaan dan perkotaan akibat derasnya arus urbanisasi.
Kedua, perluasan manfaat program SMK PK. Program SMK PK yang menjadi program unggulan dari Ditjen Pendidikan Vokasi masih belum dirasakan oleh semua sekolah. Mengacu pada rilis, Kemendikbudristek tahun 2022 telah memberikan 1.402 program SMK PK ke sekolah. Jumlah ini tidak sampai 10 persen dari keseluruhan SMK yang ada di Indonesia sehingga perlu ada langkah strategis untuk meluaskan manfaat program.
Dua di antaranya melalui peningkatan jumlah penerima manfaat program SMK PK dan revitalisasi pelaksanaan konsep pengimbasan eksternal. Perluasan manfaat menjadi penting untuk pemerataan transformasi kualitas pendidikan sehingga semua siswa mendapatkan pembelajaran terbaik dari sekolah.
Ke depan, semoga apa yang diharapkan dari tingginya minat masyarakat terhadap SMK dapat dijawab tuntas oleh pemerintah melalui penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas.