Di negeri ini, kasus kematian gajah atau satwa dilindungi sering kali berakhir dengan tanya. Begitu seterusnya.
Oleh
Redaksi Kompas
·2 menit baca
Temuan bangkai gajah di Bentang Alam Seblat, Bengkulu, menambah miris nasib satwa dilindungi. Lebih mengejutkan, kematian ini karena peluru tajam.
Kematian gajah di negeri ini selalu mengiris hati. Setelah habitatnya terus direbut manusia, gajah-gajah dibunuh dengan aneka acara dan maksud. Lalu, hampir tak ada kabar siapa pelakunya, hingga muncul kabar kematian yang lain.
Temuan di Bentang Alam Seblat pada 31 Desember 2023 itu, misalnya, merupakan kematian gajah kelima sejak 2018. Selain jejak peluru tajam, giginya (caling) diambil paksa. Bangkainya tergolek tak jauh dari jalur penebangan kayu (logging) Hutan Produksi Terbatas Air Ipuh I Kabupaten Muko-muko. Kawasan itu areal konsesi hak pemanfaatan hasil hutan kayu sebuah perusahaan.
Sepekan lewat sejak temuan bangkai gajah betina itu, upaya pemeriksaan kasus masih jauh dari harapan. Tidak ada saksi, hanya bukti-bukti kecil. Pola yang terus berulang setiap ada kasus serupa.
Di lanskap Bentang Alam saja, hingga 10 tahun lalu, 100-120 gajah menjelajah di sana. Namun, jumlahnya terus berkurang. Tiga tahun terakhir tercatat 201 kasus perusakan hutan dan kejahatan terhadap satwa. (Kompas.id, 9 Januari 2024)
Kematian-kematian gajah sebelumnya banyak terkait dengan racun mematikan. Lokasi kejadian, jika tidak di dekat permukiman dan ladang warga yang mengokupasi lahan hutan, berada di sekitar perkebunan besar sarat modal. Namun, lagi-lagi tiada kabar pengusutan kasusnya.
Secara hukum, Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pasal 21 jelas menyebut sejumlah larangan terkait pengambilan atau penangkapan tumbuhan dan satwa. Ada pengecualian terkait penelitian, ilmu pengetahuan, dan atau penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa bersangkutan.
Artinya, ada hukum yang dilanggar dan ada aparat negara yang memanggul tugas menegakkan hukum. Sayangnya, kasus-kasus kematian satwa selalu sunyi dari sorotan publik sehingga kasus yang muncul pun menguap kemudian.
Dari fenomena yang ada, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengungkap adanya penyusutan populasi spesies, khususnya satwa-satwa kunci, yang kian mengkhawatirkan. Populasi gajah hingga 2021 tersisa 693 ekor. (Kompas.id, 30 Maret 2021)
Di tengah kondisi itu, patut kita apresiasi upaya konservasi ex-situ atau in-situ gajah, sebagaimana kelahiran tiga anak gajah di Suaka Rhino Sumatera dan Camp Elephant Response Unit di Taman Nasional Way Kambas, Lampung, September-November 2023.
Kita dukung upaya konservasi, penelitian, dan penegakan hukum demi mengungkap kasus kematian satwa dilindungi. Jangan ada lagi pengabaian, apalagi peluru tajam. Gajah mati hendaknya tidak meninggalkan tanya.