Skema jaminan pendapatan minimum bagi lansia dapat mengurangi beban generasi ”sandwich” dan angka rasio ketergantungan.
Oleh
JONATHAN MANULLANG
·3 menit baca
Bonus demografi di Indonesia diprediksi akan berakhir 15 tahun lagi. Setelah itu akan muncul periode tantangan baru tatkala kuantitas penduduk lanjut usia atau lansia bertambah sekitar 19 persen sampai 2045. Pemerintah di berbagai tingkatan harus mulai mengambil langkah-langkah antisipatif guna menghindari kemunculan bencana demografi.
Hanya satu dari tiap delapan warga lansia yang menerima jaminan hari tua dalam bentuk pensiun. Umumnya mereka adalah mantan aparatur sipil negara atau purnawirawan militer/kepolisian.
Rendahnya cakupan pensiun pada sistem perlindungan sosial bagi penduduk lansia menyebabkan banyak di antara mereka yang masih harus bekerja dengan upah rendah ataupun secara paruh waktu.
Salah satu metode yang efektif guna memastikan perwujudan kesejahteraan bagi penduduk lansia adalah kebijakan yang berbasis pada gagasan pendapatan dasar universal (universal basic income/UBI). Gagasan ini mengandung beberapa sifat mendasar: berbentuk tunai, tanpa syarat, menyasar individu, dan tersalurkan secara periodik.
Belum ada daerah di Indonesia yang mengimplementasikan kebijakan semacam ini.
Pemerintah di berbagai tingkatan harus mulai mengambil langkah-langkah antisipatif guna menghindari kemunculan bencana demografi.
Langkah antisipatif
Menimbang bahwa warga lansia yang berlatar pekerja informal dan sektor swasta merupakan kelompok yang paling terdampak oleh ketiadaan jaminan pensiun, penulis mengajukan variasi konsep UBI yang hanya menargetkan penduduk lansia non-aparatur negara.
Singkatnya, pemerintah memberikan sejumlah uang tunai secara cuma-cuma dan berkala kepada setiap individu warga lansia dimaksud dalam sebuah moda kebijakan berupa jaminan pendapatan minimum.
Penuaan populasi adalah contoh fenomena global yang berdampak pada tingkat pertumbuhan ekonomi negara- negara berkembang karena laju peningkatan populasi lansia di negara-negara itu berlangsung lebih cepat.
Indonesia diprediksi menghadapi ledakan populasi lansia menjelang 2050 (Heller, 2006). Data BPS tahun 2020 memproyeksikan jumlah penduduk berumur 65 tahun ke atas akan menjadi 63 juta orang pada 2045 atau sekitar seperlima dari prakiraan total populasi nasional saat itu.
Nilai rasio ketergantungan (dependency ratio) otomatis ikut menanjak. Semakin tinggi rasio ketergantungan, bermakna semakin tinggi beban yang harus ditanggung penduduk usia produktif guna membiayai hidup penduduk yang belum produktif dan penduduk yang tak produktif lagi.
Hari ini kita mengenal istilah sandwich generation. Studi PRAKARSA tahun 2020 menunjukkan lebih dari 76 persen responden usia produktif berpenghasilan di bawah Rp 2,5 juta per bulan dan mayoritas responden itu masih menanggung kebutuhan ekonomi sanak keluarganya.
Skema jaminan pendapatan minimum bagi lansia dapat mengurangi beban generasi sandwich sembari menurunkan angka rasio ketergantungan. Dalam tahapan implementasi, program jaminan pendapatan minimum bagi warga lansia dapat dipadukan dengan program bantuan sosial yang lebih dulu eksis, seperti Beras Sejahtera (Rastra) lansia, dan Program Keluarga Harapan (PKH) lansia.
Keterbatasan cakupan sasaran yang menjadi hambatan klasik selama proses eksekusi program-program itu akan mampu didobrak oleh sifat skema jaminan pendapatan minimum yang menyasar perseorangan, yakni data mereka cukup diverifikasi melalui nomor induk kependudukan (NIK) masing-masing.
Sumber pembiayaan
Riset yang penulis jalankan menunjukkan bahwa beberapa kota besar di Indonesia sesungguhnya berpotensi mengalokasikan dana dari APBD mereka untuk skema kebijakan dimaksud.
Pemerintah Kota Medan, misalnya, berpeluang memperoleh realisasi penerimaan sebesar Rp 5,9 triliun pada 2023 dan diproyeksikan mengumpulkan Rp 11,7 triliun pada 2045. Proyeksi jumlah penduduk lansia non-aparatur negara di Kota Medan 283.000 jiwa pada 2023 dan sekitar 733.000 jiwa pada 2045.
Dengan asumsi alokasi pendanaan 10-15 persen dari total APBD tahun berjalan, Pemkot Medan bisa mendistribusikan Rp 2,4 juta per kapita per tahun atau Rp 200.000 per kapita per bulan.
Di sisi lain, kita perlu mendorong segenap pemangku kepentingan terkait agar segera mengkaji revisi UU No 13/ 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.
Contoh lain datang dari Kota Surabaya. Realisasi penerimaan pada 2021 mencapai Rp 8,3 triliun, sementara estimasi penduduk lansia non-aparatur negara 355.000 jiwa. Jika Pemkot Surabaya mendistribusikan Rp 2,5 juta per kapita per tahun, porsi APBD yang diambil baru 10,7 persen.
Skema kebijakan jaminan pendapatan minimum bagi lansia non-aparatur negara akan membantu memastikan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak, khususnya di kalangan lansia, sesuai amanah UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Di sisi lain, kita perlu mendorong segenap pemangku kepentingan terkait agar segera mengkaji revisi UU No 13/1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Revisi itu sangat diperlukan demi memastikan prioritas perlindungan sosial lansia dalam jangka menengah (2024-2028) dan jangka panjang (2025-2050) bisa dirumuskan secara menyeluruh.