Tantangan Nakhoda Baru Bulog
Sejumlah pengalaman pemimpin baru Bulog diharapkan dapat menggerakkan tugas pelayanan publik yang lebih baik.
Desember 2023, pemerintah menunjuk nakhoda baru Bulog, menggantikan direktur utama yang lama. Sosok pemimpin baru ini memiliki pengalaman di jajaran Dewan Pengawas Bulog, sejumlah kementerian, dan sebagai akademisi.
Berbekal pengalaman itu, Bulog mendapatkan nakhoda baru yang diharapkan dapat menggerakkan tugas pelayanan publik (public service obligation/PSO) berdampingan dengan kegiatan komersial yang lebih maju dan harmonis.
Dalam sejumlah kesempatan pertemuan, nakhoda baru Bulog ini kerap melemparkan harapan agar Bulog menjadi ”saudagar kaya yang baik hati”. Maksudnya, agar aktivitas komersial Bulog berkembang pesat, sebagian keuntungannya dapat membiayai aktivitas PSO, seperti penyediaan cadangan beras pemerintah.
Aktivitas PSO dan komersial itu juga harus mampu menumbuhkembangkan industri perberasan nasional, yang kondisinya tidak dalam keadaan baik-baik saja. Bagaimana ”saudagar kaya yang baik hati” itu bisa diwujudkan?
Industri perberasan nasional
Industri perberasan nasional ditopang oleh industri penggilingan padi yang lemah. Dominan menghasilkan beras kualitas rendah, kapasitas menganggur (idle capacity) tinggi, mencapai 60 persen.
Pada tahap penggilingan (pengeringan, penggilingan, dan penyimpanan), terdapat penyusutan tinggi, mencapai 4,4 juta ton gabah kering giling per tahun. Industri hilir beras dan hasil ikutannya pun lamban berkembang. Selain itu, biaya produksi beras relatif tinggi.
Hampir 80 persen kapasitas produksi beras ditopang oleh penggilingan padi skala kecil, terbanyak pada skala produksi 600-700 kg beras per jam. Sebagian besar (77 persen) adalah penghasil beras asalan dan beras kualitas medium.
Sekitar 40 persen pengusaha penggilingan padi, terutama penggilingan padi skala kecil, kesulitan memperoleh gabah dan modal kerja. Konflik perebutan gabah dengan penggilingan padi skala besar sangat tinggi karena produksi gabah, apalagi yang berkualitas, lebih sedikit daripada kebutuhan industri penggilingan padi.
Dalam situasi kapasitas giling tinggi, pemerintah membangun penggilingan padi modern Bulog, baik modern rice milling plant (MRMP) maupun mesin rice to rice (RTR) di 16 kabupaten penghasil padi. Kapasitas giling penggilingan padi modern Bulog cukup besar, 6 ton per jam.
Jika semua penggilingan padi modern Bulog beroperasi, diperkirakan mampu menguasai sekitar 30 persen pangsa pasar beras nasional.
Penggilingan padi modern itu baru selesai dibangun di tujuh lokasi. Jika semua penggilingan padi modern Bulog beroperasi, diperkirakan mampu menguasai sekitar 30 persen pangsa pasar beras nasional. Sebagai pembanding, usaha penggilingan padi terbesar milik swasta hanya mampu menguasai pasar beras 1-2 persen. Bulog akan jadi market leader.
Dampak positifnya, Bulog akan lebih mampu mengelola harga beras di pasar. Beras yang dipasarkan Bulog berkualitas tinggi, hasil ikutannya bermutu, produksinya juga memenuhi skala ekonomi. Ini dapat mendorong industri hilir gabah/beras yang lebih luas dan dalam.
Bulog akan menempuh tiga cara pengadaan dalam negeri: pertama, pengadaan tradisional (beras kualitas medium) yang selama ini berkisar 6 persen dari total produksi beras nasional. Kedua, pengadaan gabah langsung dari petani.
Ketiga, pengadaan beras asalan (dengan butir patah 30-35 persen dan derajat sosoh sekitar 80 persen) dari penggilingan padi skala kecil.
Dampak berbeda
Tiap-tiap cara itu berdampak berbeda dalam memperkuat industri perberasan nasional. Pertama, pengadaan beras kualitas medium (dengan butir patah 20 persen) melalui penggilingan padi skala kecil/menengah secara tidak langsung dapat melindungi petani.
Pada awal Bulog dibangun, Bulog tidak membeli gabah langsung dari petani, tetapi melalui koperasi unit desa (KUD) yang menaungi penggilingan padi skala kecil. Salah satu misi Bulog ialah menumbuhkan koperasi.
Bulog tidak membangun penggilingan padi modern, kecuali pergudangan gabah/beras. Oleh karena itu, penggilingan padi skala kecil tumbuh marak. Kini, diperkirakan praktik bisnis penghasil beras medium secara nasional mencapai sekitar 40 persen.
Semakin banyak beras kualitas medium yang dibeli Bulog, semakin kurang minat penggilingan padi skala kecil untuk memperbaiki alat/mesin.
Semakin banyak beras kualitas medium yang dibeli Bulog, semakin kurang minat penggilingan padi skala kecil untuk memperbaiki alat/mesin. Bulog tidak membina mereka, sebatas sebagai penyedia beras. Dampaknya, kehilangan hasil pada aktivitas pengeringan dan penggilingan sulit ditekan rendah. Rendemen giling sulit ditingkatkan. Industri penggilingan padi terperangkap dengan praktik bisnis itu.
Kedua, Bulog dengan MRMP akan membeli gabah langsung dari petani. Umumnya, penggilingan padi skala besar jarang melakukan hal itu karena berisiko tinggi. Mereka membeli gabah via tengkulak kepercayaan yang mencari dan memilih gabah kering panen (GKP) bermutu.
Petani mendapatkan harga yang lebih baik manakala kualitas GKP bagus, bukan harga pukul rata. Mereka menyumbangkan jasa dalam jaringan pemasaran gabah, bukan predator. Tidak tepat kalau pemerintah menganggap tengkulak merugikan petani.
Pada saat MRMP membeli GKP langsung dari petani yang jumlahnya banyak dan beragam motivasinya, akan sulit memperoleh GKP berkualitas. Apabila cara ini dilakukan, diperkirakan kapasitas optimal MRMP sulit diwujudkan.
Semakin banyak MRMP membeli GKP, semakin membuat penggilingan padi skala kecil kesulitan mendapatkan gabah. Ini terutama dialami penggilingan padi skala kecil/menengah yang berada di sekitarnya. Akibatnya, semakin banyak penggilingan padi harus tutup usaha. Kebencian terhadap penggilingan padi skala besar pun semakin tinggi, konflik dalam perebutan gabah akan semakin membesar.
Ketiga, penggilingan RTR Bulog dirancang untuk membeli beras asalan dari penggilingan padi skala kecil, kemudian diolah lebih lanjut menjadi beras berkualitas. Penggilingan padi skala besar juga banyak berpraktik bisnis ini, menghindari perebutan gabah. Praktik bisnis ini secara nasional diperkirakan sekitar 30 persen.
Namun, semakin banyak permintaan beras asalan, semakin besar pasarnya, semakin sulit upaya mengurangi kehilangan hasil pada kegiatan pengeringan dan penyimpanan gabah. Industri penggilingan padi telah lama terperangkap dengan bisnis ini. Bulog sebaiknya menghindarinya.
Baca juga: Beras, Fakta atau Angka?
Oleh karena itu, disarankan agar Bulog dapat menjadi ”saudagar kaya yang baik hati” dengan cara sebagai berikut.
Pertama, Bulog lebih baik membeli beras pecah kulit (PK), bukan beras asalan. Produk beras PK dihasilkan penggilingan padi skala kecil/menengah, diolah lebih lanjut oleh penggilingan padi modern Bulog. Bisnis ini secara nasional diperkirakan baru sekitar 4 persen.
Bulog perlu membina penggilingan padi skala kecil untuk mengeringkan gabah secara mekanis serta diberi insentif untuk itu sehingga diperoleh beras PK berkualitas serta susut pada aktivitas pengeringan berkurang.
Dengan cara ini, penggilingan padi skala kecil dapat tumbuh berkembang, tidak dimatikan. Regulasi pemerintah juga diperlukan agar penggilingan padi skala besar menempuh hal yang sama sehingga lebih cepat terwujud penurunan kehilangan hasil pada tahapan penggilingan. Perebutan gabah pun berkurang. Dampaknya, harga GKP lebih stabil yang berpengaruh positif terhadap kestabilan harga beras.
Kedua, MRMP Bulog perlu menghindari masuk ke pasar gabah dan membeli gabah langsung dari petani karena ini dapat mematikan bisnis tengkulak. Padahal, jasa mereka diperlukan di pasar gabah.
Penggilingan padi modern ini sebaiknya lebih banyak membeli dan mengolah beras PK sehingga harga gabah menjadi lebih stabil.
M Husein Sawit, Anggota Dewan Penasihat Pengurus Pusat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia