logo Kompas.id
OpiniRobin Hood dan Lasswell di...
Iklan

Robin Hood dan Lasswell di Pilpres 2024

Menjelang pilpres, politisi kerap muncul sebagai Robin Hood, padahal janji kesejahteraan mempertukarkan suara pemilih.

Oleh
MULYADI SUMARTO
· 7 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/tU_-2QLRiHHceAQ5xCskR0NnF8E=/1024x576/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F12%2F19%2F12ed199c-f061-447f-9e79-2c658d41e1ef_jpg.jpg

Pemilihan presiden dan wakil presiden di Indonesia menyiratkan perjumpaan intim Robin Hood dan Lasswell. Perjumpaan itu tersirat dalam politik elektoral yang menggunakan program kesejahteraan untuk memobilisasi pemilih.

Robin Hood merupakan legenda pahlawan bagi masyarakat miskin di Inggris pada abad ke-15. Dalam novel dan perfilman, sosok ini digambarkan sebagai pahlawan yang membawa pundi-pundi kesejahteraan yang diambil dari kaum borjuis untuk diberikan kepada rumah tangga miskin.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Dalam literatur kajian kesejahteraan, Robin Hood sering digunakan untuk menggambarkan upaya pengembangan sistem distribusi perlindungan sosial khusus untuk rumah tangga miskin dan aktor distribusi perlindungan sosial itu.

Harold D Lasswell adalah seorang ahli kajian politik yang dikenal dengan bukunya Politics: Who Gets What, When, How. Dalam buku itu, ia menyatakan, elite politik mendapatkan hampir semua sumber daya politik-ekonomi yang berpengaruh. Rakyat hanya mendapatkan remah-remahnya.

Kesejahteraan, Robin Hood, dan Lasswell

Politik elektoral berbasis program kesejahteraan berupaya memengaruhi preferensi politik pemilih menggunakan program kesejahteraan. Politik elektoral ini biasanya dilakukan oleh petahana (incumbent).

Politik kesejahteraan untuk merebut dukungan pemilih bisa mengambil banyak bentuk. Misalnya, manipulasi sistem distribusi kesejahteraan, peningkatan anggaran program perlindungan sosial menjelang pilpres, menjanjikan realisasi program kesejahteraan, dan klaim kebaikan (credit claim) atas program kesejahteraan.

Dalam buku itu, ia menyatakan, elite politik mendapatkan hampir semua sumber daya politik-ekonomi yang berpengaruh. Rakyat hanya mendapatkan remah-remahnya.

Ini terjadi di banyak negara berkembang yang menggunakan sistem pilpres secara langsung dan proses demokratisasinya belum matang.

Di beberapa negara Amerika Latin, program bantuan tunai diberikan kepada pemilih tanpa mempertimbangkan kelayakan status ekonominya, tetapi dengan pertimbangan untuk merawat kesetiaan pemilih agar memilihnya pada pilpres nanti.

Beberapa presiden terpilih, misalnya Lula da Silva di Brasil, menjanjikan program ”Nol Kelaparan” di masa kampanye sebelum ia terpilih menjadi presiden. Menjelang pilpres kedua, Lula meningkatkan anggaran program Bolsa Familia agar bisa memberi insentif politik bagi pemilih yang setia kepadanya dalam jumlah lebih besar.

Seorang ahli politik Amerika belum lama ini mengkaji beberapa studi politik program kesejahteraan di beberapa negara di Amerika Latin dan menemukan bahwa salah satu cara mobilisasi pemilih yang digunakan secara intensif adalah credit claim. Credit claim merupakan pernyataan politisi bahwa ia telah berjasa dalam realisasi suatu program kesejahteraan sehingga yang bersangkutan meminta pemilih mendukungnya dalam pilpres.

Credit claim, dengan demikian, meletakkan beban politik pada pemilih untuk memberikan suaranya ke politisi yang menyampaikan credit claim. Klaim politik atas program kesejahteraan ini biasanya hanya bisa dilakukan petahana karena petahanalah yang mewujudkan program kesejahteraan.

Review kajian itu menggunakan teori politik yang ditulis Lasswell untuk memahami ”siapa mendapatkan apa” dalam distribusi perlindungan sosial. Temuannya, seperti disampaikan Lasswell, elite politik mendapatkan sumber daya politik-ekonomi terbesar, yaitu kemenangan di kompetisi elektoral.

https://cdn-assetd.kompas.id/vkH4L12SvpkWNWIdKhlnALBWzA0=/1024x576/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F11%2F21%2Ffa2ff044-2095-4275-9367-26abe54abd07_jpg.jpg

Ilustrasi

Cara politisi mendapatkan kemenangan tersebut, mereka muncul sebagai sosok Robin Hood. Credit claim menempatkan politisi seolah seperti pahlawan yang menghadirkan kesejahteraan untuk pemilih. Sayangnya, ”pahlawan” itu mempertukarkan kesejahteraan dengan suara pemilih, padahal seharusnya kesejahteraan itu diberikan tanpa pertukaran karena kesejahteraan itu dibiayai dengan anggaran negara.

Pilpres 2009

Politik elektoral berwajah Robin Hood terlihat sangat kasatmata pada masa kampanye Pilpres 2009. Pilpres 2009 melibatkan tiga capres, yaitu petahana Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY), Megawati Soekarnoputri, dan M Jusuf Kalla (JK). Secara teoretis, credit claim seharusnya hanya dilakukan oleh SBY. Namun, Megawati dan JK juga melakukan.

Ketiga capres itu menyampaikan credit claim atas program Bantuan Langsung Tunai (BLT). SBY menyampaikan klaim itu selama masa kampanye pemilihan anggota legislatif (pileg). Dalam klaim itu, SBY menyampaikan, ia dan Partai Demokrat telah berbuat baik dengan menyelenggarakan program BLT untuk kepentingan pemilih berpenghasilan rendah.

Beberapa pengamat politik Indonesia, seperti Aspinal dan Mietzner, menyampaikan bahwa salah satu faktor penentu kemenangan besar Partai Demokrat dalam Pileg 2009 adalah distribusi BLT. Menyadari arti penting credit claim SBY pada program BLT terhadap kemenangan Partai Demokrat, Megawati dan JK juga melakukan hal yang sama.

JK menyampaikan, credit claim dengan menyatakan ia telah berjasa dalam realisasi program BLT karena dialah inisiator program BLT. Klaim disampaikan selama masa kampanye pilpres, terutama lewat media elektronik, berupa iklan televisi.

Cara politisi mendapatkan kemenangan tersebut, mereka muncul sebagai sosok Robin Hood.

Klaim yang disampaikan Megawati adalah bahwa ia dan PDI-P telah berjasa mengontrol distribusi BLT tepat sasaran untuk rumah tangga miskin. Serupa dengan klaim JK, klaim Megawati disampaikan lewat iklan televisi.

Iklan

Biaya politik klaim Megawati ini sangat besar. Untuk menyampaikan klaim ini, Megawati rela mengubah posisi politiknya dari menolak program BLT yang disampaikannya selama masa kampanye pileg menjadi mendukungnya. Perubahan sikap politik ini mendapat respons negatif dari pemilih yang membuat dukungan politik padanya semakin surut.

Pilpres 2019

Pada Pilpres 2019, capres petahana, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak terlihat menyampaikan credit claim secara verbal, tetapi melakukannya melalui penamaan program.

Dalam credit claim lewat penamaan program, suatu program diberi nama sesuai nama politisi atau nama lain yang memiliki asosiasi politik dengan politisi tersebut. Melalui penamaan program, seorang politisi ingin menyatakan bahwa ia berjasa dalam pelaksanaan program untuk kebaikan pemilih.

Pada masa kampanye Pilpres 2019, Presiden Jokowi mengganti nama program Bantuan Pangan Nontunai (BPNT) dengan Kartu Sembako. Sebelum menggunakan istilah ”kartu” dalam ”Kartu Sembako”, Presiden Jokowi telah mengganti tiga nama program perlindungan sosial yang telah dilaksanakan SBY, semuanya dengan menggunakan istilah ”kartu”.

Nama program baru itu adalah ”Kartu Keluarga Sejahtera”, ”Kartu Indonesia Sehat”, dan ”Kartu Indonesia Pintar”. Ketiga kartu itu disebut Presiden Jokowi sebagai ”Kartu Sakti”.

https://cdn-assetd.kompas.id/4NGi74awGsDOcWGXFJSisHHuc5Q=/1024x576/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F05%2F09%2Faf5f4170-178c-4350-809b-d383390c1924_jpg.jpg

-

Pada masa kampanye Pilpres 2019, Presiden Jokowi menyampaikan, apabila ia terpilih lagi menjadi presiden, ia menjanjikan untuk meningkatkan besaran bantuan sosial dalam Kartu Sembako. Selain janji Kartu Sembako, Jokowi juga menjanjikan untuk menyelenggarakan program perlindungan sosial lainnya yang juga diberi nama dengan ”kartu”, yaitu ”Kartu Prakerja”.

”Kartu”, dengan demikian, lekat dengan asosiasi politik Jokowi. ”Kartu” terlihat sebagai personifikasi Jokowi sehingga Jokowi memberi nama ”kartu” pada hampir semua program perlindungan sosial yang direalisasikannya. Asosiasi politik ”kartu” menempel pada Jokowi karena jauh hari sebelum menjadi presiden, ia telah dikenal sebagai politisi yang memperkenalkan program perlindungan sosial ”Kartu Solo Sehat” dan ”Kartu Jakarta Sehat”.

Pilpres 2024

Pada Pilpres 2024, credit claim tidak mungkin bisa disampaikan oleh capres karena tidak ada satu pun capres yang menjadi petahana. Selain itu, kalaupun ada capres yang pernah menjadi pejabat negara atau pemimpin daerah, tidak ada satu program pun yang telah mereka wujudkan yang layak untuk diklaim karena keberhasilan dan manfaatnya untuk peningkatan kesejahteraan pemilih secara nasional tidak dirasakan.

Prabowo Subianto yang menjadi Menteri Pertahanan, yang bagi beberapa pemilih dianggap dekat dengan program food estate, tidak melaksanakan program kesejahteraan untuk pemilih berpenghasilan rendah. Dengan demikian, ia tidak bisa menyampaikan credit claim.

Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo, yang sebelumnya masing-masing menjabat gubernur di DKI Jakarta dan Jawa Tengah, tidak merealisasi program kesejahteraan yang memiliki kinerja tinggi dan dikenal publik di tingkat nasional. Dalam keadaan seperti ini, mereka kesulitan menyampaikan credit claim.

Pada Pilpres 2024, credit claim tidak mungkin bisa disampaikan oleh capres karena tidak ada satu pun capres yang menjadi petahana.

Pada situasi seperti ini, Robin Hood bertandang ke Pilpres 2024 dalam bentuk mobilisasi pemilih yang berwujud janji politik realisasi program kesejahteraan. Janji politik itu telah disampaikan secara masif, melebihi janji-janji capres di pilpres sebelumnya. Bahkan, mereka melakukannya jauh hari sebelum masa kampanye.

Tak lama setelah dipinang menjadi cawapres, Muhaimin Iskandar segera menyampaikan janji, apabila ia terpilih, ia akan memberikan BBM gratis dan memberikan tunjangan kehamilan. Jauh hari sebelum masa kampanye, Prabowo gencar menyampaikan apabila dirinya terpilih menjadi presiden, ia akan memberikan makan gratis.

Selama masa kampanye, Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka terlihat menjanjikan program kesejahteraan paling intensif dibanding pasangan calon yang lain. Janji makan gratis Prabowo, yang bagi beberapa pemilih dianggap janggal, sekarang ditambah dengan janji penanganan tengkes dan pemberian susu gratis.

Kesejahteraan untuk siapa?

Mobilisasi pemilih yang dilakukan oleh capres melalui credit claim, janji politik, dan penamaan program secara politis tak bisa disalahkan. Secara legal, ini juga bisa diterima.

Namun, dari sisi falsafah makna kesejahteraan, tidaklah demikian. Dalam teori politik, dikenal konsep kontrak sosial yang melibatkan kontrak politik antara pemilih dan penguasa. Pemilih bersedia memberikan legitimasi pada penguasa untuk berkuasa dan penguasa memberikan perlindungan sosial-politik pada pemilih.

https://cdn-assetd.kompas.id/VGiX6hITNDfQUKyqwe1n4J9HfN8=/1024x576/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F10%2F05%2F6a400c0c-1ed4-427a-be1e-4a11ea7684a9_jpg.jpg

Ilustrasi

Untuk itu, distribusi kesejahteraan untuk pemilih wajib diberikan penguasa tanpa disertai atribut kepentingan politik penguasa. Dalam credit claim, penamaan program dan janji politik terkandung makna bahwa distribusi kesejahteraan disertai beban yang ditanggung pemilih.

Ketika Robin Hood dan Lasswell bertandang di Pilpres 2024, harapannya adalah Robin Hood memberikan kesejahteraan tanpa menyatakan bahwa ia telah berjasa dan meminta pemilih memberikan dukungan politik mereka sebagai imbalannya.

Dengan demikian, rakyat menerima pundi-pundi kesejahteraan itu secara utuh tanpa beban, tak menerima remah-remahnya.

Baca juga : Janji-janji Populis Bermunculan Jelang Pemilu, Apakah APBN Mampu?

Mulyadi Sumarto, Dosen Senior UGM dan Dosen Tamu Universitas Oxford, Inggris

Editor:
SRI HARTATI SAMHADI, YOHANES KRISNAWAN
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000