logo Kompas.id
OpiniKesehatan dan Politik
Iklan

Kesehatan dan Politik

Tidak ada konsep jangka panjang kesehatan di visi misi capres. Semua menggunakan paradigma sakit, bukan paradigma sehat.

Oleh
MUHAMMAD ARSYAD RAHMAN
· 4 menit baca
Ilustrasi
HERYUNANTO

Ilustrasi

Membaca visi misi kesehatan capres-cawapres 2024, tidak ada yang serius menggagas isu kesehatan, semua memakai paradigma lama, yaitu paradigma sakit yang bercirikan reaktif dan panik seperti pada kasus demam berdarah dengue (DBD) dengan respons pelepasan nyamuk Wolbachia. Sudah sekitar 50 tahun negara melakukan multiintervensi, tetapi pada akhirnya angka penderita DBD tak kunjung turun.

Betapa sulit membangun industri kesehatan di negeri ini karena yang terpikirkan hanyalah masalah sakit-penyakit (illness-desease). Semua ini hanyalah industri kesakitan yang dipastikan mengganggu anggaran belanja negara dan melemahkan sumber daya manusia sehingga kesulitan dalam kompetisi global semacam olahraga, seni, teknologi, atau rekayasa sosial, serta lainnya. Tentu merugikan negara secara ekonomi, dan juga ketidakamanan masyarakat akan jasmani dan mentalitas (unsecured).

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Para pasangan capres-cawapres masih larut dalam aksioma klasik bahwa ancaman abadi bagi kehidupan manusia adalah penyakit. Mereka dan tim enggan menguras pikiran serta berkontemplasi pada masalah kesehatan yang abstrak, untuk dimutakhirkan dengan berbagai ukuran indeks kesehatan manusia Indonesia, dan definisi kesehatan memang kerap berubah-ubah sesuai kehendak zaman.

Baca juga: Menimbang Komitmen Capres pada Bidang Kesehatan

Penulis dapat memberi definisi kesehatan, yaitu kemampuan individu dalam menjaga, merawat, dan meningkatkan status kesehatannya secara terus-menerus sampai akhir hayat. Bahkan, setiap orang dapat memberikan definisi tentang kesehatan! Tema kesehatan memanglah sangat luas, bahkan terhubung dengan matematika ekologi dan manusia.

Hal yang termaktub dalam visi misi capres-cawapres 2024 sangat bersifat teknis dan percayalah tidak akan menjadi hal yang super wah dan spektakuler, tiada inovasi di sana karena masih berorientasi kepada kepanikan sosial yang melahirkan reaksi program pemerintah atau negara. Masalahnya, pasangan capres-cawapres 2024 menggagas visi misinya yang telah lama menjadi program reguler di Kementerian Kesehatan sampai ke dinas kesehatan daerah, seperti tengkes (stunting), kesehatan mental, tenaga kesehatan, kartu sehat, konsumsi sebutir telur per hari atau program isi piringku, dan lainnya.

Tidak ada sama sekali terobosan dan nol konsep jangka panjang tentang kesehatan di visi misi mereka, padahal tagline-nya semua sungguh merdu dibaca dan didengar. Tiadakah manusia yang sedikit lihai tentang bagaimana bahasan kesehatan itu adalah proses sosial yang didominasi oleh rakyat Indonesia? Mengapa proses sosial itu tidak dijadikan politik untuk sebuah manifesto akan upaya kesehatan yang berkelanjutan (sustainable) karena upaya peningkatan kesehatan tidak ada kata akhir. Secara alamiah, manusia memiliki semangat hidup sehat dan tidak memiliki spirit sakit kemudian mati.

https://cdn-assetd.kompas.id/VRRvTykz4_P4js5oDHEWGtvjNF4=/1024x2743/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F11%2F09%2F6abb85bb-2b7a-4b72-b127-1d222e6062c9_png.png

Politik kesehatan

Iklan

Ghilardi, dkk (2020) dalam The political nature of medicine menyebutkan, politik kesehatan adalah disiplin gabungan antara kesehatan masyarakat, seperti banyak bidang interdisipliner lainnya, yakni sosiologi, fenomenologi atau kebijakan publik, sering kali menggabungkan pendekatan dan metodologi dari bidang studi terkait lainnya, yaitu interseksionalitas. Hal ini bertujuan untuk menyadari sifat politik kesehatan, layanan kesehatan, dan konteks kesehatan masyarakat dan medis yang lebih luas yang ada di dalamnya.

Namun apa daya, praktisi kesehatan masyarakat juga belum berani menyambungkan antara kesehatan dan politik seperti yang dituliskan Edward L Hunter (2016): Politics and Public Health-Engaging the Third Rail. Ia menulis bahwa di kalangan profesional di bidang kesehatan masyarakat, sistem politik umumnya dipandang sebagai rel ketiga kereta bawah tanah: jangan menyentuhnya, jangan sampai Anda terbakar! Namun, rel ketiga inilah yang memberi tenaga pada kereta dan pencapaian tujuan kesehatan masyarakat bergantung kepada keberlanjutan, keterlibatan konstruktif antara kesehatan masyarakat dan sistem politik.

Pada kasus kelaparan di Papua baru-baru ini, ini jelas berhubungan dengan politik kesehatan, bukan perkara gizi masyarakat, sandang-pangan, atau perilaku masyarakat.

Terjemahannya, orang kesehatan juga memandang remeh-temeh kehadiran politik dalam manajemen kesehatan, perilaku kesehatan bahkan hitung-hitungan laba dan ruginya perusahaan rumah sakit yang wajib diletakkan untuk jangka waktu 50 tahun mendatang, sebab rumah sakit yang tujuan awalnya adalah pelayanan sosial kemudian berubah menjadi kapitalisasi. Jadi memang harus hati-hati! Penyebab lain, menghindari adanya orang kaya raya atas kumpulan penyakit dan derita sesama.

Kelemahan dasar masyarakat Indonesia bahwa puluhan tahun aktif menerima pelayanan kesehatan, tetapi pasif dalam swakelola tentang kesehatan dirinya, keluarganya, tetangganya, kampungnya, dan seterusnya. Ada semacam bangunan sosial budaya yang kepercayaan dan keyakinan terletak pada bahwa kesehatan masyarakat adalah urusan sepenuhnya pada negara, sedangkan negara tidak memiliki beranda politik untuk mengayomi. Pada kasus kelaparan di Papua baru-baru ini, ini jelas berhubungan dengan politik kesehatan, bukan perkara gizi masyarakat, sandang-pangan, atau perilaku masyarakat. Namun, ada kelalaian negara dalam mengambil kebijakan kesehatan di sana.

Ratusan warga Distrik Kuyawage, Kabupaten Lanny Jaya, Papua, mengalami kelaparan akibat tanaman pangan di kebun mereka mengalami kerusakan pada 2022. Kondisi ini disebabkan fenomena alam embun beku.
DOKUMENTASI BPBD LANNY JAYA

Ratusan warga Distrik Kuyawage, Kabupaten Lanny Jaya, Papua, mengalami kelaparan akibat tanaman pangan di kebun mereka mengalami kerusakan pada 2022. Kondisi ini disebabkan fenomena alam embun beku.

Dengan mencermati visi misi capres-cawapres 2024, tidak ada yang menjangkau kebijakan kesehatan di sana, kecuali hanyalah deretan program kesehatan/kesakitan yang tidak bisa dititipkan harapan berlebih dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045, dan seolah ada tagline di sana tentang janji pemberian kesehatan berbasis masyarakat. Ini tidak rasional sebab rakyat telah disuguhi adegan kewenangan top down bidang kesehatan masyarakat sekian tahun lamanya.

Berikut ini tawaran solusi untuk capres-cawapres 2024 sebagai calon yang menjalankan proses kontestasi kekuasaan. Pertama, sebaiknya mengutamakan industri kesehatan tanpa mengesampingkan industri kesakitan, dan berusaha sangat gigih untuk mendefinisikan ulang serta tepat tentang kesehatan. Kedua, tidak lagi menggunakan parameter berapa banyak orang sembuh dari sebuah derita penyakit, tetapi menghitung berapa jumlah penduduk Indonesia yang sehat untuk disehatkan terus-menerus tanpa jatuh sakit.

Baca juga: Visi Misi Capres dan Mimpi Indonesia Maju 2045

Ketiga, kesehatan masyarakat adalah grand design, bukan serentetan micro setting program yang setiap waktu dapat berubah yang tambal-sulam program kesehatannya. Keempat, pemerintah benar-benar memberikan hak kesehatan kepada rakyat Indonesia, hak berpendapat yang lahir secara empirik dan berasal masyarakat.

Negara hanya sebagai fasilitator, tetapi memiliki panduan politik kesehatan dengan harapan kuat bahwa satuan-satuan atau unit-unit upaya masyarakat benar-benar diperoleh dari people original text itu sendiri. Dengan demikian, keterpaduan rakyat Nusantara untuk memiliki semangat sehat dapat menjadi budaya kesehatan tanpa henti, dan memastikan tidak terjadi malapraktik dalam pengelolaan kesehatan masyarakat.

Muhammad Arsyad Rahman, Dosen Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar

Editor:
YOVITA ARIKA
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000