Kawasan tematik merupakan masa depan Jakarta. Pengembangan kawasan tematik akan menciptakan ruang kota yang responsif terhadap tren dan isu terkini.
Oleh
NIRWONO JOGA
·3 menit baca
Peluang investasi baru sering muncul pada saat transisi pembangunan kota, dalam kasus Jakarta rencana pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur. Tematik investasi khususnya akan mengikuti perubahan/peralihan kebijakan yang menguntungkan.
Pemerintah harus mampu mengapitalisasi aset properti untuk mengelola pengembalian yang disesuaikan dengan risiko berbasis tematik/potensi/identik kawasan yang sudah ada. Struktur pemodalan dan produk pembiayaan perlu ”dijahit” ke dalam kebutuhan pembiayaan. Program pengembangan kawasan investasi tematik Jakarta (thematic investement area Jakarta/TIARA) harus berorientasi kepada kemudahan implementasi lima tahunan masa kepemimpinan kepala daerah (quick wins, lowest hanging fruit) (Hendricus Andy Simarmata, 2023).
Pemerintah dapat mengidentifikasi kawasan tematik dari masyarakat dalam kerangka kerja tata ruang kota yang diusulkan minimal tiga pemangku kepentingan berbeda, yakni akademisi/perguruan tinggi, praktisi/asosiasi profesi, dan komunitas masyarakat/warga lokal. Pengusul lokasi kawasan tematik juga dapat dilakukan atas dasar kesepakatan bersama/kolaborasi antara pemilik lahan, profesional, swasta, atau komunitas. Usulan pengembangan kawasan tematik dapat berupa perbaikan, pemugaran, penambahan, atau pembangunan baru secara lengkap dari perencanaan hingga desain bangunan dengan estimasi pembiayaan dan keuntungan yang akan diperoleh.
Dalam pemilihan kawasan tematik, status kepemilikan lahan menjadi acuan dalam menilai aset yang potensial untuk dikembangkan. Lokasi harus sesuai rencana tata ruang kota, status lahan jelas dan bebas sengketa, pemilik lahan lebih dari satu orang/kelompok, luas kawasan sekitar 50 hektar, di mana pada tahap lima tahun pertama target penataan mencapai sekitar 5 hektar.
Lokasi yang potensial untuk dikembangkan dinilai berdasarkan apakah status kepemilikan tanahnya berupa hak pemanfaatan lahan (HPL) dan hak guna bangunan (HGB). Selain itu, kawasan juga terletak di daerah dengan akses yang baik ke infrastruktur kota seperti jalan, utilitas, dan transportasi umum. Secara keseluruhan, memiliki kepemilikan lahan yang jelas dan didukung juga oleh infrastruktur yang memadai. Strategi implementasi meliputi skema pembiayaan pengembangan kawasan tematik serta didukung struktur tim aspek legal hukum.
Pendekatan ekologis
Pendekatan ekologis dalam pembangunan kawasan tematik dilakukan dengan inisiatif hijau, berwawasan lingkungan, dan aman dari bencana. Selain itu, mengutamakan konsep interaksi intensif antarwarga, saling berbagi, bekerja bersama, dan mengutamakan keterlibatan warga di setiap aspek kehidupan sosial, ekonomi, dan lingkungan (koordinasi, kooperasi, dan kolaborasi).
Pembangunan kawasan tematik harus menyiasati/mengoptimalkan keterbatasan lahan sempit dengan kepadatan sedang-tinggi, misalnya kawasan untuk menampung lebih dari 1.000 keluarga melalui pengembangan hunian vertikal untuk berbagai fungsi kegiatan. Pada lantai dasar digunakan untuk ruang publik/plaza; ruang kerja kreatif (working space, virtual office), tempat pelatihan keterampilan, warung/kafe/supermarket/UMKM yang dikelola koperasi penghuni di lantai atasnya. Selanjutnya untuk hunian penghuni prioritas warga lanjut usia (lansia) dan kelompok penyandang disabilitas, serta hunian umum ke lantai atas. Pada atap bangunan dipasang panel surya, taman bunga matahari, kebun sayuran, dan kolam ikan.
Pengembangan kawasan tematik juga dapat dilakukan dengan pendekatan perencanaan koridor dan placemaking (Ardzuna Sinaga, 2023). Warga kota dapat dengan mudah mengidentifikasi apa kekhasan/keunikan kawasan tersebut, fasilitas apa saja yang sudah tersedia memadai, seperti kantor pemerintahan (daerah/pusat/internasional), ruang terbuka hijau yang merata (hunian campuran dengan amenitas taman), destinasi pasar/tempat usaha mapan (amenitas budaya, olahraga, dan kuliner), simpul berbagai transportasi publik (pusat aktivitas transit).
Pengembangan kawasan tematik akan menciptakan ruang kota yang responsif terhadap tren dan isu terkini, memperkaya kawasan dengan ragam aktivitas baru, serta memberikan napas baru pada ruang-ruang kota non-aktif dengan aktivitas baru yang dinamis dan beragam. Kawasan menyediakan ruang kreatif sebagai katalis aktivasi ruang jalan, dinding kreatif untuk mural dan grafitti, berbagi ruang jalan yang hidup dan humanis dengan memprioritaskan pejalan kaki, reaktivasi ruang dan koridor jalan/jembatan/terowongan penyeberangan/penghubung yang terintegrasi dengan bangunan sekitar.
Dari diskusi kelompok terarah oleh Jakarta Investment Center (JIC, 2023) dengan melibatkan asosiasi profesi, perguruan tinggi, dan komunitas, setidaknya ada 10 kawasan tematik yang potensial dikembangkan, yakni Kebayoran Baru (ibu kota ASEAN); Grogol (pusat riset/pendidikan global); Salemba-Cikini (pusat kesehatan-kebudayaan); Halim-Cililitan, Dukuh Atas-Kebon Melati, Velodrome-Manggarai (pusat transit hub); Harmoni-Kota Tua (koridor/etalase sejarah kota); Pasar Baru-GKJ-Istiqlal (pusat kebudayaan-keagamaan); JIS-Ancol (pusat olahraga-MICE); Muara Angke-Marunda (new waterfront city). Tertarik?