Meluasnya judi daring di Indonesia dikendalikan dari Kamboja. Fenomena ini berdampak negatif, terutama di kalangan ekonomi bawah.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Maraknya judi daring (online) di Indonesia yang kian meresahkan diduga kuat terkait erat dengan entitas bisnis perjudian yang legal di Kamboja. Entitas bisnis perjudian daring tersebut, sesuai temuan tim investigasi Kompas, terindikasi melibatkan warga negara Indonesia, baik sebagai pekerja maupun pemodal.
Perbedaan legalitas perjudian di kedua negara menjadikan isu judi daring pelik bagi pihak Indonesia yang masih melarang segala bentuk perjudian.
Situs-situs judi yang dioperasikan di Kamboja itu menyasar target pasar pejudi Indonesia, hingga kalangan menengah ke bawah. Hal itu terindikasi dari murahnya tarif minimum uang deposit, mulai di bawah Rp 100.000. Bahkan, tak sedikit yang menetapkan tarif mulai dari Rp 5.000 (Kompas, 14/12/2023).
Peredaran judi daring juga mudah menjangkau ”mangsa” seiring penetrasi luas di dunia maya. Grup-grup yang mendukung perjudian, lowongan kerja, hingga jasa lain terkait judi eksis di media sosial. Dengan mengetikkan ”judi online” di mesin pencari, didapat konten promosi platform judi, bahkan terselip di antara berita penangkapan kasus judi.
Pencarian pada Jumat (1/12/2023) sedikitnya menampilkan empat situs judi di antara berita pada halaman pertama pencarian Google. Sejumlah situs berlabel Texas88 dan HOKI178 muncul dengan tagline ”situs judi slot online paling gacor tepercaya hari ini”. Hal serupa dapat ditemui di media sosial Facebook (Kompas, 14/12/2023).
Tak mengherankan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendeteksi aliran uang judi dari Indonesia. Dana itu mengalir langsung ke banyak negara di wilayah ASEAN, Asia, dan Eropa, termasuk Kamboja.
Unggahan bertagar #KPS di media sosial Tiktok menandakan area Kompong Som alias Sihanoukville, ibu kota Provinsi Sihanoukville, Kamboja. Foto diambil di Jakarta, Selasa (12/12/2023).
Perjudian ibarat bisnis kamuflase harapan. Orang dibujuk, dirayu, diprovokasi, dipersuasi, untuk bermain dengan mempertaruhkan uang dan dijanjikan hadiah sehingga akhirnya mau mengulang dan terus mengulang. Dengan kata lain: ketagihan. Wajar adanya, di kalangan penjudi beredar ungkapan, ”kalah penasaran, menang ketagihan”.
Bagi masyarakat kelas ekonomi atas, kalah dalam judi mungkin tak terlalu jadi masalah. Terkait dengan hal itulah arena lokalisasi judi luring (offline) di berbagai negara menyeleksi pejudi dari segi aset pribadi atau kekayaan.
Namun, bagi kalangan bawah, kecanduan judi itu masalah besar. Uang yang bagi mereka lebih berguna untuk hidup sehari-hari atau ditabung bisa ludes karena judi. Saking ketagihannya, banyak yang sampai berutang demi berjudi.
Judi bagai solusi bagi mereka yang miskin dan ogah bekerja keras, tetapi punya ilusi kekayaan. Padahal, judi semata harapan kosong yang dijejalkan. Sistem ala bandar tidak memungkinkan aneka perjudian menguntungkan para pejudi.
Solusi mendasar perlu digagas, lebih dari sekadar penegakan hukum. Namun, lebih dari itu, perlu sosialisasi tentang esensi proses menuju kesuksesan. Bahwa kesuksesan sepatutnya diraih melalui kerja keras dan ketekunan, bukan jalur-jalur instan semacam berharap dari menang judi.