Papua Niugini-Australia meneken pakta keamanan. Meski pakta bilateral, ada latar pertarungan geopolitik di baliknya.
Oleh
REDAKSI
·1 menit baca
Perdana Menteri Papua NiuginiJames Marape dijadwalkan menandatangani pakta keamanan Papua Niugini dan Australia bersama PM Australia Antony Albanese, Kamis (7/12/2023). Sebenarnya ada kesepakatan lain, salah satunya adalah perjanjian ketahanan pangan, yang akan mereka tanda tangani.
Namun, rencana penandatanganan pakta pertahanan menjadi fokus perhatian. Ini terkait salah satu isi pakta, yakni perekrutan polisi-polisi Australia untuk diberi posisi penting dalam struktur kepolisian Papua Niugini.
Seperti dijelaskan Menteri Negara Papua Niugini Justin Tkatchenko, dengan perjanjian keamanan itu, akan ada sekitar 50 polisi Australia ditempatkan di berbagai posisi di pusat dan daerah di Papua Niugini. Mereka mengisi jabatan penting sekelas komandan kepolisian hingga memimpin unit penyelidikan tindak pidana (Kompas, 6 Desember 2023).
Para polisi Australia berstatus tenaga kontrak, mengenakan seragam Papua Niugini, bertanggung jawab, dan melapor langsung kepada komisaris polisi Papua Niugini. Canberra belum memberikan tanggapan saat dikonfirmasi mengenai detail isi pakta keamanan tersebut.
Sambil menanti detail pakta keamanan saat ditandatangani oleh PM Marape dan PM Albanese, pakta keamanan dengan merekrut aparat keamanan dari luar negeri seperti itu mengingatkan pada pakta keamanan antara China dan Kepulauan Solomon, April 2022. Meski tak diungkap secara resmi, salah satu isi pakta yang dibocorkan kala itu adalah Pemerintah Kepulauan Solomon bisa meminta bantuan China agar menurunkan polisi ataupun Tentara Pembebasan Rakyat China ke negara di Pasifik Selatan itu apabila dibutuhkan.
Kepulauan Solomon berada di sebelah timur Papua Niugini dan timur laut Australia. Bisa dibayangkan, dengan kondisi geopolitik sekarang, betapa makin panasnya kawasan Pasifik Selatan, yang tak jauh dari negara kita. Meg Keen, Direktur Program Kepulauan Pacific Lowy Institute, menyebut pakta keamanan Papua Niugini-Australia dipicu sebagian oleh faktor tekanan China di kawasan (Financial Review, 6/12/2023).
Bagi Papua Niugini, yang memperoleh kemerdekaan dari Australia, 48 tahun lalu, pakta keamanan antara lain untuk memenuhi kebutuhan domestik terkait kekurangan polisi—6.000 personel dari kebutuhan 26.000 personel—agar cukup untuk mengatasi konflik dan kekerasan antarsuku mereka.
Bagi Australia, setelah bulan lalu mengikat pakta migrasi dengan Tuvalu, langkah itu bagian dari kebijakan luar negeri keseimbangan strategis (strategic equilibrium) dan strategi Indo-Pasifik 2023 di bawah pemerintahan PM Albanese. Dengan kebijakan ini, Canberra makin meningkatkan keaktifan di kawasan, termasuk pada aspek keamanan.