Meningkatkan Kecepatan Jalur Kereta Api Konvensional
Selain masalah kecepatan, revisi Permenhub No 60/2012 diharapkan mengakomodasi perkembangan teknologi perkeretaapian.
Salah satu pertimbangan utama pemilihan moda transportasi ialah keselamatan (Blagojevic, 2020). Begitu pun kereta api, menempatkan aspek keselamatan sebagai fondasi utama. Namun, kini kecepatan juga jadi tuntutan.
Seiring perkembangan zaman, kecepatan dalam mencapai destinasi tujuan semakin diperhitungkan oleh pengguna moda transportasi.
Untuk menjawab kebutuhan itu, Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bersama konsorsium BUMN yang dipimpin PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) bekerja sama dengan konsorsium Perkeretaapian China membentuk PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Kerja sama ini berhasil membangun kereta api (KA) cepat pertama di Indonesia dengan rute Jakarta-Bandung dengan nama Whoosh yang diresmikan oleh Presiden RI Joko Widodo pada 2 Oktober 2023. Kecepatan kereta ini mencapai 350 kilometer per jam sepanjang 142,3 kilometer (km).
Terlepas dari berbagai pro dan kontra yang ada pada saat pembangunannya, Whoosh saat ini menjadi ikon transportasi modern di Indonesia sekaligus menjadi kebanggaan Indonesia. Antusiasme masyarakat selama masa uji coba Whoosh pun sangat tinggi.
Whoosh dengan kecepatan 350 km/jam tentu didukung berbagai teknologi canggih yang sebelumnya belum ada di Indonesia. Teknologi itu didatangkan dari China yang notabene sebagai negara dengan pembangunan jalur KA cepat terpanjang di dunia pada 2023. Teknologi tersebut mendukung aspek keselamatan Whoosh dan sudah teruji di negara asalnya sebelum diterapkan di Whoosh.
Terlepas dari berbagai pro dan kontra yang ada pada saat pembangunannya, Whoosh saat ini menjadi ikon transportasi modern di Indonesia sekaligus menjadi kebanggaan Indonesia.
Lalu, bagaimana dengan kereta api eksisting atau yang konvensional?
Berdasarkan data PT KAI, saat ini terdapat kurang lebih 6.968 km jalur KA yang dikelola oleh PT KAI dengan kecepatan maksimum 120 km/jam. Tingkat kecepatan ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 60 Tahun 2012 tentang Persyaratan Teknis Jalur Kereta Api.
Namun, hanya sebagian jalur saja yang mampu mencapai atau mendekati kecepatan 120 km per jam. Di antaranya, beberapa petak antara stasiun di jalur lintas utara Cikampek-Cirebon.
Faktor teknis dan pertimbangan keselamatan perjalanan KA (perka) menyebabkan tidak semua jalur KA bisa dilalui dengan kecepatan mencapai 120 km per jam. Kecepatan jalur itu dipengaruhi banyak hal, salah satunya ialah lebar jalur.
Di Indonesia, terdapat dua jenis lebar jalur KA. Pertama, standard gauge (1.435 mm) yang terdapat di Aceh, Sulawesi Selatan, LRT Jabodebek, serta Whoosh.
Kedua, narrow gauge (1.067 mm) yang terdapat di Pulau Sumatera (selain Aceh) serta di Pulau Jawa (selain LRT Jabodebek dan Whoosh).
Berdasarkan Permenhub No 60/2012, lebar jalur 1.435 mm mempunyai kecepatan maksimum 160 km per jam. Adapun lebar jalur 1.067 mm mempunyai kecepatan maksimum 120 km per jam.
Permasalahannya adalah Permenhub No 60/2012 masih mengatur kecepatan maksimum KA di Indonesia untuk lebar jalur 1.067 mm adalah 120 km per jam.
Bisa lebih cepat
Jika kita lihat di beberapa negara, seperti Queensland Rail Australia dan Hokuetsu Express Hokuhoku Line Jepang, lebar 1.067 mm mempunyai kecepatan maksimum 160 km per jam. Keratapi Tanah Melayu Berhad (KTMB) di Malaysia dengan lebar 1.067 mm juga mempunyai kecepatan maksimum 160 km per jam.
Jika kita membuat benchmark beberapa negara di atas, sangat memungkinkan jalur-jalur KA konvensional di Indonesia dengan lebar jalur 1.067 mm ditingkatkan kecepatannya menjadi maksimum 160 km per jam.
Tentu hal itu harus didukung aspek teknis dan keselamatan yang maksimal. Di antaranya, jari-jari lengkung minimum; penggantian jembatan-jembatan lama menjadi jembatan ballasted (jembatan dengan batu balas di atasnya); sub-grade yang stabil; serta jumlah subbalas dan balas yang cukup.
Selain itu, juga menggunakan bantalan beton dengan penambatan elastis ganda; rel dengan tipe minimum R.54; penutupan perlintasan sebidang dan membuatnya menjadi tidak sebidang; sistem persinyalan elektrik yang andal; dan sebagainya.
Lalu, mengapa tidak segera ditingkatkan kecepatannya jadi 160 km per jam?
Permasalahannya adalah Permenhub No 60/2012 masih mengatur kecepatan maksimum KA di Indonesia untuk lebar jalur 1.067 mm adalah 120 km per jam. Jika jalur eksisting saat ini ditingkatkan melebihi 120 km per jam, akan melanggar peraturan tersebut.
Saat ini, DJKA sedang melakukan kajian untuk perubahan Permenhub No 60/2012 tersebut. Poin utama yang disoroti adalah peningkatan kecepatan maksimum untuk jalur KA 1.067 mm dari 120 km per jam menjadi 160 km per jam. Kajian ini melibatkan operator-operator KA serta tenaga-tenaga ahli di Indonesia.
Oleh karena pentingnya peningkatan kecepatan ini, revisi Permenhub No 60/2012 menjadi hal yang sangat krusial, perlu segera diselesaikan, dan diterbitkan.
PT KAI sendiri dalam beberapa kesempatan telah memaparkan kesiapannya untuk meningkatkan kecepatan beberapa segmen atau petak jalur KA di lintas utara Pulau Jawa menjadi 160 km per jam.
PT KAI mengklaim jika kecepatan menjadi 160 km per jam, waktu tempuh Jakarta Gambir-Surabaya Pasarturi yang saat ini 8 jam 40 menit dengan KA Argo Bromo Anggrek bisa menjadi 6 jam 46 menit atau berkurang 1 jam 46 menit.
Oleh karena pentingnya peningkatan kecepatan ini, revisi Permenhub No 60/2012 menjadi hal yang sangat krusial, perlu segera diselesaikan, dan diterbitkan. Selain masalah kecepatan, revisi Permenhub No 60/2012 diharapkan dapat mengakomodasi perkembangan teknologi perkeretaapian saat ini.
Baca juga : Masyarakat Masih Penuh Pertimbangan Gunakan Kereta Cepat
Dicky Arisikam Masyarakat Transportasi Indonesia wilayah Jawa Barat; Mahasiswa Doktor Rekayasa Transportasi ITB