Cita Kreatif Para Kontestan
Keterbatasan makna kreatif dalam visi kepemimpinan nasional lima tahun ke depan perlu mendapat perhatian serius.
Penetapan calon presiden dan wakil presiden oleh Komisi Pemilihan Umum pada 13 November 2023 menginisiasi gelanggang gagasan Pemilihan Presiden 2024. Ketiga pasangan kandidat mulai menyampaikan visi, misi, dan program yang mereka usung kepada publik.
Setiap aspiran menyampaikan gagasan kreatif yang akan mereka usung dalam lima tahun masa jabatan.
Namun, visi kreatif para kontestan masih terbatas dan sempit. Pasangan kandidat Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Amin) menggunakan 22 kata kreatif dalam visi mereka. Fokus kata kreatif terbatas pada ekonomi dan industri kreatif beserta produknya, pekerja kreatif, dan simpul kreativitas perkotaan.
Sementara pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran) menggunakan 25 kata kreatif dalam visi mereka. Setali tiga uang, kata kreatif merujuk pada janji pengembangan industri dan ekonomi kreatif, seni, karya, dan pendidikan kreatif.
Pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD (Ganjar-Mahfud) hanya menggunakan empat kata kreatif untuk janji pembangunan ekonomi kreatif, karya kreatif budayawan, dan infrastruktur simpul kreativitas daerah.
Keterbatasan makna kreatif dalam visi kepemimpinan nasional lima tahun ke depan perlu mendapat perhatian serius. Tantangan nasional, regional, dan global yang makin berat membutuhkan daya kreatif. Visi kreatif sebagai janji kepemimpinan perlu diperluas jangkauan gagasan dan strateginya.
Kreatif merupakan pola pikir ( mindset) semua pihak yang berkepentingan dengan kelangsungan Indonesia.
Kreatif tidak terbatas pada konteks ekonomi dan industri beserta karya turunannya. Kreatif merupakan pola pikir (mindset) semua pihak yang berkepentingan dengan kelangsungan Indonesia. Arnold (1956) menyebut istilah ini sebagai pendekatan yang selalu berupaya menawarkan solusi baru terhadap dunia.
Karena itu, visi kreatif bukan sebatas mengonfrontasi antara praktik/produk baru dan konvensional. Visi kreatif merupakan pendekatan holistis berdaya cipta terhadap multimasalah dan multisituasi. Visi kreatif memenuhi kriteria peka pada masalah, produktif dalam ide, tidak berpaku pada satu solusi, gagasan antiklise, mereformasi status quo, antusias pada tantangan, dan percaya diri.
Kreatif adalah kompetensi (Seelig, 2012) yang memperluas makna visi kreatif dalam kepemimpinan. Kreatif bukan sebatas kewenangan menentukan keputusan, melainkan kemampuan membuat keputusan. Tak hanya sebatas individu, kreatif adalah ukuran kualitas kelompok, organisasi, dan semua komunitas.
Oleh karena itu, visi kreatif yang didorong para calon sebaiknya tak sebatas mengikuti gagasan ”revisionisme”. Janji kreatif dimaksudkan untuk menafsirkan kembali masa lalu dengan cara berbeda. Padahal, perubahannya sebatas hal-hal di permukaan untuk meyakinkan kebenaran gagasan yang mereka usung.
Visi kreatif juga bukan semata mendorong ide progresivisme. Kreatif tidak sama dengan pengertian antikonservatif dan liberal dalam urusan politik, ekonomi, sosial, atau moral. Kreatif tidak semata mengikuti ide kemajuan yang menekankan reformasi dan inovasi dalam perilaku swasta dan organisasi publik.
Ilustrasi
Visi kreatif sebenarnya berkenaan dengan ”ruang kebijakan” karena demikianlah esensi politik dalam pemilu. Semua wajah politik elektoral, seperti konflik, kekuasaan, kompromi, demokrasi, kebebasan, keadilan, dan kompetisi, berkenaan dengan proses kebijakan.
Tepatnya, politik elektoral merupakan proses mengelola dukungan, permintaan, bahkan oposisi yang melibatkan kepentingan. Semua jadi bahan negosiasi kebijakan antara calon pemimpin dan pemilih.
Visi kreatif dalam kontestasi pemilu adalah komitmen kepemimpinan yang membuka ruang kebijakan antara pemerintah dan rakyat. Pemimpin terpilih melonggarkan kesempatan bagi rakyat untuk bertukar gagasan, bernegosiasi kepentingan, dan menetapkan peluang perbaikan. Masalah didekati dengan cara yang tidak saja baru, tetapi bertujuan menemukan ketepatan solusi tanpa mengabaikan konteks.
Narasi bias
Visi kreatif para kandidat juga tersurat dalam cita inovasi. Pasangan Amin menuliskan 17 kata inovasi dalam visi mereka. Komitmen inovasi bergandeng dengan riset pada beberapa bidang strategis dan komitmen pendanaan, infrastruktur, regulasi, dan kelembagaannya.
Dokumen visi pasangan Prabowo-Gibran menulis 16 kata inovasi. Fokusnya relatif sama, yaitu dukungan pendanaan dan hukum, inovasi kaum muda, dan inovasi bidang-bidang strategis, termasuk industri kreatif.
Hampir tidak ada gagasan kritis terhadap inovasi yang sebenarnya diperlukan demi kemajuan inovasi.
Sementara pasangan Ganjar-Mahfud mencantumkan 15 kata inovasi dalam kontrak mereka. Inovasi bersanding dengan riset dalam visi penguasaan sains dan teknologi. Dukungan terhadap inovasi dijanjikan melalui sokongan anggaran dan pembangunan ekosistem riset dan inovasi. Inovasi bersama riset dikaitkan secara langsung dengan tujuan industrialisasi.
Sayangnya, semua janji itu terjebak dalam narasi bias. Inovasi selalu dikisahkan baik dan selalu baik (Rogers, 1962). Para kandidat cenderung hanya bersandar pada pendekatan berpihak pada inovasi.
Hampir tidak ada gagasan kritis terhadap inovasi yang sebenarnya diperlukan demi kemajuan inovasi. Komitmen para kandidat tidak bisa mengabaikan situasi kompleks inovasi, seperti adanya konflik, penolakan gagasan, dan kepentingan mengarahkan.
Inovasi diwarnai kepentingan entitas sehingga kurang kritis atau selalu mengharapkan narasi baik. Inovasi juga tidak mudah diprediksi dinamikanya. Inovasi sering berhadapan dengan situasi/kejadian tidak terduga dan perubahan terus-menerus.
Inovasi sejatinya tidak selalu melahirkan luaran penting dan dampak yang diinginkan karena memiliki paradoks yang justru bisa menimbulkan kegagalan. Para kandidat sebaiknya memperbaiki visi kreatif yang akan direalisasikan jika kelak terpilih.
Wawan Sobari Dosen Bidang Politik Kreatif FISIP Universitas Brawijaya