Jelang Pemilu dan Bisnis Pinjaman Daring Tanpa Pengaman
Menjelang pemilu, ketika kebutuhan keuangan meningkat bagi orang-orang tertentu, bukan tak mungkin pinjol jadi harapan.
Oleh
RIDWAN SANJAYA
·4 menit baca
Sistem pinjaman daring saat ini mengingatkan kita kepada sejarah awal perkembangan toko daring di Indonesia menjelang akhir 2000-an. Pada saat itu, antara pembayaran pesanan dan pengiriman barang adalah suatu perjudian besar.
Apabila pemilik toko daring (online) mengirim pesanan tanpa ada pembayaran terlebih dahulu, besar kemungkinan barang dikirim, tetapi uang tidak terbayarkan. Sementara jika pembeli membayar sebelum barang diterima, besar pula kemungkinan uang sudah ditransfer, tetapi barang tak kunjung datang.
Benar-benar tanpa kepastian dan jaminan. Padahal, pada waktu yang sama, transaksi e-commerce di berbagai negara bisa berjalan tanpa masalah yang berarti. Ternyata strategi atau rumus untuk penerapan di masyarakat kita harus berbeda dari gagasan aslinya.
Dompet bersama yang digagas di forum jual beli Kaskus dan akhirnya menjadi cara mengelola pembayaran di berbagai layanan e-marketplace ternyata menjadi jawaban. Terdapat entitas perantara yang kemudian muncul menjadi penengah keputusan final atas pengiriman dana dari konsumen ke penjual, berdasarkan bukti barang telah diterima konsumen atau kemudian berkembang menjadi data elektronik berupa status pengiriman dari layanan kurir.
Bukankah hal yang serupa juga terjadi dalam pinjaman daring (pinjaman online/pinjol) akhir-akhir ini? Kepala Eksekutif Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi bahkan menyampaikan ada tren orang sengaja meminjam di pinjol, tetapi dengan rencana tidak membayar/mengembalikan. Terlebih lagi ketika mereka tahu pinjol tersebut tidak tercatat di OJK.
Menjelang pemilu, ketika kebutuhan keuangan juga meningkat bagi orang-orang tertentu, bukan tidak mungkin pinjol ikut menjadi harapan atau bahkan primadona. Apalagi, dengan mekanisme yang ada saat ini, bisnis pinjol bagaikan tanpa pengaman.
Beberapa praktik fraud yang terjadi sering kali peminjam sudah pindah rumah dan tidak ditemukan lagi alamat rumah yang baru, alamat kantor sudah tidak bisa digunakan lagi karena peminjam sudah pindah kerja atau kantor dengan keras menyatakan tidak ikut campur dan melarang dengan tegas penyelesaian urusan pinjam meminjam dilakukan di kantor. Urusan pinjam-meminjam adalah kasus perdata yang sanksinya ”hanya” berupa denda dan bunga, serta masuk ke dalam daftar hitam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK.
Ada tren orang sengaja meminjam di pinjol, tetapi dengan rencana tidak membayar/mengembalikan. Terlebih lagi ketika mereka tahu pinjol tersebut tidak tercatat di OJK.
Namun, di sisi lain, terdapat juga kasus bunuh diri akibat pinjol karena peminjam merasa tertekan atau bahkan terancam. Jika peminjam tergolong unbankable karena memang tidak memiliki penghasilan yang memadai, bukankah pengembalian pinjaman hanya mimpi di siang bolong? Untuk itu dibutuhkan modifikasi atau adaptasi seperti yang terjadi pada transaksi masa lalu e-commerce di Indonesia.
Meskipun penyaluran pinjaman naik dari waktu ke waktu, kinerja dan prestasi pinjol atau jenis lainnya, seperti peer-to-peer lending (P2P lending), bukan semata-mata pada nilai yang dikumpulkan maupun disalurkan ke peminjam, tetapi utamanya terletak pada nilai keberhasilan pengembalian pinjaman yang berdampak kepada kelancaran pemberian pinjaman ataupun penyediaan dana pinjaman dari investor.
Di sisi lain, dibutuhkan pula dana segar dan cepat bagi orang-orang yang unbankable dengan tujuan strategis dan produktif. Jika bisnis pinjol mengalami sunset, tidak ada alternatif bagi mereka yang unbankable untuk mendapatkan dukungan pendanaan dan mengembangkan usaha.
Pihak ketiga
Dimungkinkan pihak ketiga muncul menjembatani validasi data peminjam di lapangan, atau sebagai tempat penitipan jaminan untuk peminjam dengan nilai pinjaman yang semakin besar, atau negosiator kerja sama autodebet dengan kantor tempat peminjam bekerja.
Kelemahan dalam mekanisme pinjol, seperti ketergantungan kepada informasi di dalam data kartu tanda penduduk terutama yang tanpa batas kedaluwarsa, tidak dapat menjamin dan menyelesaikan keberadaan peminjam sesungguhnya. Jika peminjam tinggal di tempat yang berpindah-pindah bahkan sering kali tidak terkait dengan lokasi asalnya, tentu kerepotannya sangat tinggi.
Ancaman kepada orang-orang yang sering kali tidak terkait dengan peminjam, tetapi data nomor teleponnya bisa diakses secara tidak legal dari ponsel peminjam, juga semakin tidak mempan dari waktu ke waktu. Masyarakat saat ini sudah banyak yang memahami aturan hukum dan cara membela haknya melalui mekanisme pelaporan ke OJK.
Alih-alih melakukan tindakan saat kredit macet, penyelenggara pinjol perlu melakukan validasi terlebih dahulu secara cepat terkait kesamaan alamat yang didaftarkan dengan keberadaan peminjam sesungguhnya. Kolaborasi perlu dilakukan dengan pihak-pihak penyedia layanan jasa keuangan yang diizinkan oleh OJK.
Jika dibutuhkan, pihak ketiga sejenis institusi pegadaian atau jaringan perbankan daerah dapat diajak bekerja sama dalam hal pengelolaan aset dari peminjam dengan nilai pinjaman yang termasuk besar. Dengan keberadaan yang mudah ditemukan dan jaringan yang tersebar di setiap kota dan kabupaten, kerja sama ini dapat memperluas jangkauan pinjol ke daerah-daerah sekaligus meningkatkan kemungkinan pengembalian pinjaman melalui jaminan aset yang diberikan.
Jika urusan di depan lebih akuntabel, permasalahan dalam penagihan dan niatan tidak membayar dimungkinkan akan menjadi lebih rendah. Jika awalnya peminjam punya niatan tidak membayar, mekanisme ini dapat menurunkan minatnya. Namun, jika awalnya peminjam tidak punya niatan tidak membayar, mekanisme ini dapat menjaga dirinya dari depresi atau bahkan bunuh diri akibat tertekan oleh bengkaknya utang maupun komunikasi dari penyelenggara pinjol.
Namun, yang tidak kalah penting, kecepatan dan kemudahan dalam memproses pinjaman yang menjadi ciri khas pinjol dalam disrupsi teknologi keuangan jangan sampai hilang. Harapannya seperti halnya transaksi di e-commerce saat ini, pinjol dapat tersalurkan dengan baik ke masyarakat dengan meminimalkan potensi kredit macet yang menyandera kedua belah pihak. Bukankah kemampuan adaptasi yang membuat manusia dapat bertahan sampai saat ini?
Ridwan Sanjaya, Guru Besar Bidang Sistem Informasi dan Dosen Mata Kuliah Financial Technology Universitas Katolik Soegijapranata Semarang