Kawasan pemajuan kebudayaan adalah gagasan untuk mengarusutamakan paradigma kebudayaan dalam perencanaan pembangunan nasional.
Oleh
DIDIK DARMANTO
·3 menit baca
Kawasan pemajuan kebudayaan merupakan model pembangunan berbasis sumber daya budaya dan kearifan lokal yang berorientasi kepada keselamatan dan kesejahteraan masyarakat sebagai penghuni ruang dan pemilik kebudayaan.
Gagasan kawasan pemajuan kebudayaan mengemuka dan menjadi rekomendasi Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Kebudayaan pada 20-29 Oktober 2023 di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas. Musrenbang Kebudayaan ini diinisiasi oleh komunitas dan pelaku budaya, Kemendikbudristek, dan Bappenas sebagai rangkaian dari Pekan Kebudayaan Nasional 2023.
Musrenbang itu merupakan bagian penting dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan nasional dan daerah. Musrenbang sebagai wujud perencanaan partisipatoris dimaksudkan untuk memperluas keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan kebijakan publik. Musrenbang dilakukan secara berjenjang dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional.
Musrenbang dengan sistem berjenjang dapat mewadahi aspirasi dan partisipasi masyarakat secara lebih luas. Namun, di sisi lain, musrenbang hanya akan menyaring isu-isu besar, sementara isu lokal menguap seiring dengan semakin tingginya level musrenbang. Denagn demikian, hal yang penting bagi komunitas dan masyarakat desa/kelurahan belum tentu menjadi prioritas pembangunan di daerah.
Acapkali musrenbang fokus kepada isu-isu layanan dasar dan infrastruktur, seperti jalan, jembatan, dan bendungan. Sementara isu yang dianggap kurang seksi seperti pembangunan kebudayaan akan tenggelam dalam forum-forum musrenbang.
Musrenbang Kebudayaan
Komunitas dan pelaku budaya merasa perlu melakukan musrenbang yang membahas isu kebudayaan secara langsung di pusatnya perencanaan pembangunan nasional. Bappenas dengan senang hati membuka ruang untuk mewadahi prakarsa dan aspirasi komunitas dan pelaku budaya tersebut.
Selama ini Bappenas selalu menyelenggarakan musrenbang untuk merumuskan kebijakan perencanaan pembangunan jangka panjang, menengah, dan tahunan. Namun, baru kali ini dalam sejarah perencanaan pembangunan, diselenggarakan Musrenbang Kebudayaan di Bappenas. Selama sepekan lebih Musrenbang Kebudayaan digelar di kantor Bappenas.
Tidak seperti lazimnya musrenbang yang selama ini dilakukan. Musrenbang Kebudayaan dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan artistik yang mengedepankan paradigma kultural. Musrenbang Kebudayaan menjadi ruang bagi para pelaku budaya untuk terlibat lebih jauh dalam perencanaan pembangunan melalui serial diskusi, forum musyawarah, pertunjukan seni, dan ekspose karya.
Musrenbang Kebudayaan menghendaki kebudayaan menjadi haluan pembangunan dan menjadi jalan keluar dari potensi krisis sosial, ekonomi, dan ekologi.
Forum ini juga menghadirkan tanah, air, bunyi, dan aroma dengan menempatkannya selayaknya para pemangku kepentingan yang juga membawa pesan pembangunan. Dengan demikian, para peserta musrenbang memperoleh pengalaman keindraan dan kesadaran bahwa kebijakan pembangunan juga berdampak pada ”para pemangku kepentingan” selain manusia.
Melalui serangkaian forum diskusi yang diikuti kementerian/lembaga, pemerintah daerah, pelaku budaya, aktivis sosial, dan komunitas terdapat beberapa poin penting yang mengemuka pada Musrenbang Kebudayaan.
Pertama, Musrenbang Kebudayaan menghendaki kebudayaan menjadi haluan pembangunan dan menjadi jalan keluar dari potensi krisis sosial, ekonomi, dan ekologi dampak dari pembangunan ekstraktif yang tidak melibatkan para penghuni ruang dan pemilik kebudayaan.
Kedua, Musrenbang Kebudayaan mengusulkan pengembangan kawasan pemajuan kebudayaan sebagai model pembangunan partisipatif yang digerakkan oleh komunitas berbasis pada pengelolaan sumber daya budaya dan kearifan lokal yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Ketiga, pemerintah pusat dan daerah memiliki peran dalam memberi ruang dan memfasilitasi komunitas dalam proses perencanaan dan penerapan kawasan pemajuan kebudayaan. Keempat, kawasan pemajuan kebudayaan merupakan tonggak penting model pembangunan yang berorientasi pada pemajuan kebudayaan yang perlu menjadi bagian dalam perencanaan pembangunan tahun 2025-2029.
Agenda pembangunan
Kawasan pemajuan kebudayaan adalah gagasan yang disarikan dari hasil Musrenbang Kebudayaan untuk mengarusutamakan paradigma kebudayaan dalam perencanaan pembangunan nasional. Kawasan pemajuan kebudayaan digadang-gadang dapat menjadi model pembangunan berwawasan kebudayaan yang berorientasi kepada keselamatan dan kesejahteraan masyarakat.
Kawasan pemajuan kebudayaan merupakan kawasan yang dikembangkan untuk menghargai potensi dan kearifan lokal, dikelola dengan prinsip etis, berkeadilan, berpihak kepada kepentingan masyarakat, dan berkelanjutan. Pada forum Musrenbang Kebudayaan, kawasan pemajuan kebudayaan dibayangkan sebagai ruang yang mencakup berbagai praktik; edukasi, eksperimentasi, penciptaan, pengolahan, penggunaan, rekontekstualisasi, serta wahana apresiasi masyarakat terhadap kebudayaan lokal sebagai akar kebudayaan bangsa.
Rekomendasi Musrenbang Kebudayaan ini sejalan dengan Visi Indonesia Emas 2045: Negara Nusantara yang berdaulat, maju, dan berkelanjutan. Visi ini diwujudkan melalui transformasi sosial, ekonomi, dan tata kelola, dimana kebudayaan menjadi pilar utama untuk memperkuat ketahanan sosial budaya dan ekologi sebagai landasan transformasi Indonesia.
Kawasan pemajuan kebudayaan tidak boleh berhenti hanya pada tataran ide dan gagasan, yang lambat laun terlupakan seiring dengan selesainya Musrenbang Kebudayaan. Gagasan kawasan pemajuan kebudayaan butuh dukungan dari semua pihak untuk menyempurnakan konsep tersebut agar dapat dioperasionalisasikan pada agenda pembangunan. Sehingga, kebudayaan benar-benar dapat menjadi modal dasar dan kekuatan penggerak transformasi untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.