Menimbang Figur Pemimpin Indonesia Pasca-2024
Pemimpin Indonesia ke depan mesti memiliki daya kompetitif dan kuat, baik secara eksternal maupun internal.
Pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk Pemilihan Umum 2024 secara resmi sudah terdaftar di Komisi Pemilihan Umum. Mereka adalah pasangan Anies Baswedan- Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa, bersama Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari, telah mengundang 18 partai politik untuk menghadiri Sosialisasi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.
Suharso menyerukan agar semua peserta pemilu mengindahkan program-program tersebut. Senada dengan Suharso, Hasyim juga mengharapkan adanya kesinambungan program parpol dan calon presiden (capres)/calon wakil presiden (cawapres) peserta Pemilu 2024 dengan RPJPN dan RPJMN (Kompas, 10/10/2023).
Sosialisasi dan pesan yang disampaikan Menteri PPN/ Bappenas dan Ketua KPU itu sangat tepat karena demi menjaga keberlangsungan program- program besar yang telah dirancang pemimpin sebelumnya.
Hal itu disebabkan selama ini beberapa program penting yang sudah dirancang pemerintah sering tidak nyambung ke bawah (pemangku kepentingan) karena adanya kebijakan baru oleh pemerintahan baru. Maka kemudian muncul istilah ”ganti menteri ganti kebijakan”, yang berdampak pada satuan kerja di bawah yang menjadi kedodoran.
Sosialisasi dan pesan yang disampaikan Menteri PPN/ Bappenas dan Ketua KPU itu sangat tepat karena demi menjaga keberlangsungan program- program besar yang telah dirancang pemimpin sebelumnya.
Visi Indonesia Emas 2045
Pada tahun 2045, Indonesia genap berusia 100 tahun, alias satu abad. Sebagaimana Visi Indonesia Emas menargetkan, Indonesia harus mencapai sejumlah tujuan pembangunan pada 2045.
Tujuan pembangunan itu adalah pendapatan per kapita setara dengan negara-negara maju, kemiskinan menuju nol persen dan ketimpangan semakin berkurang, meningkatnya kepemimpinan dan berpengaruh di dunia internasional, naiknya daya saing sumber daya manusia, serta menekan intensitas gas rumah kaca (GRK) menuju emisi nol bersih.
Pada tahun tersebut ditargetkan Indonesia sudah menjadi negara maju, modern, dan sejajar dengan negara-negara adidaya di dunia.
Sementara itu, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community), masalah sumber daya manusia (SDM) semakin memperoleh perhatian yang amat serius dari hampir seluruh masyarakat Asia. Era ini juga disebut dengan milenium ketiga, yang dianggap sebagai puncak badai globalisasi yang menerpa kawasan Asia Tenggara.
Kondisi seperti ini tentu akan berpengaruh terhadap akselerasi perubahan di seluruh lini kehidupan manusia: sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Masyarakat Ekonomi ASEAN berkompetisi di pasar bebas, baik pasar pendidikan maupun pasar ekonomi.
Lalu lintas perdagangan bebas ASEAN (Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Myanmar, Kamboja, Brunei Darussalam, Vietnam) kini juga sudah memasuki wilayah Indonesia.
Tentu ini merupakan tantangan, bukan hanya ekonomi, melainkan juga pendidikan, budaya, dan nilai hidup.
Sementara itu, pada ranah pendidikan tinggi muncul beberapa perguruan tinggi asing, yaitu jumlah kampus bereputasi dunia yang sudah membuka cabang di Indonesia.
Ilustrasi
Ada tujuh kampus top dunia yang sudah antre membuka cabang di tiga kota besar di Indonesia, yaitu di Surabaya, Bandung, dan Denpasar. Di Bandung akan dibuka Deakin University dan Lancaster University. Di Surabaya akan ada Western Sydney University, King’s College London, dan Georgetown University.
Bersama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Indonesia juga telah menyepakati deklarasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang dicanangkan pada 2016 hingga tahun 2030 ke depan. Program tersebut merupakan lanjutan dari agenda Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs), sekaligus untuk menindaklanjuti program yang belum selesai.
Ada delapan aspek yang menjadi sasaran SDGs. Pertama, memberantas kemiskinan dan kelaparan ekstrem (eradicate extreme hunger and poverty). Kedua, mencapai pendidikan dasar untuk semua (achieve universal primary education). Selanjutnya, ketiga, mendorong kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan (promote gender equality and empower women).
Keempat, menurunkan angka kematian anak (reduce child mortality). Kelima, meningkatkan kesehatan ibu (improve maternal health). Keenam, memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lain (combat HIV/AID, malaria and other diseases). Ketujuh, memastikan kelestarian lingkungan hidup (ensure environmental sustainability). Kedelapan, mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan (develop a global partnership for development).
Kedelapan sasaran tersebut dapat dikelompokkan ke dalam empat isu besar: kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan (Sastroatmojo, 2012).
Indonesia akan berada dalam sepuluh besar negara dengan ekonomi termaju pada tahun 2050 bersama China dan India.
Menurut Goldman Sach, potensi kuantitas manusia Indonesia berada pada posisi keempat dalam daftar negara berpopulasi tertinggi, demikian pula potensi kekayaan alamnya. Indonesia akan berada dalam sepuluh besar negara dengan ekonomi termaju pada tahun 2050 bersama China dan India; dan masih di atas Jepang ataupun Korea Selatan.
Sementara, menurut McKinsey Global Institute (2012), tahun 2030 Indonesia akan menempati urutan ekonomi nomor tujuh terbesar di dunia. Suatu posisi yang optimistis, yang tentu saja mungkin tercapai apabila Indonesia memiliki pemimpin berkualitas dan sumber daya manusia yang berdaya saing. Oleh sebab itu, pemimpin Indonesia ke depan mesti memiliki daya kompetitif dan kuat, baik secara eksternal maupun internal.
Pemimpin visioner
Dalam konteks Pemilu 2024, dan menyadari akan kompleksnya peluang dan tantangan yang kita hadapi ke depan, rakyat perlu memperhatikan secara cermat hal-hal menyangkut kepemimpinan ke depan.
Hal tersebut adalah bagaimana memilih pemimpin yang mampu membawa Indonesia gemilang dan dapat merancang program lima tahunan ke depan (milestone). Bukan sekadar memenuhi kemauan dan kemenangan partai, melainkan harus berpikir Indonesia yang lebih mondial.
Paling tidak ada enam program besar yang perlu dirumuskan. Pertama, bagaimana pemimpin berperan di era global, Masyarakat Ekonomi ASEAN, dan SDGs.
Kedua, bagaimana dengan bonus demografi, pemimpin mempersiapkan generasi emas pada dasawarsa ke depan. Ketiga, bagaimana pemimpin merumuskan wawasan kebangsaan dan kenegaraan di era global.
Keempat, bagaimana pemimpin berperan dalam memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kelima, bagaimana pemimpin memosisikan peran politiknya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Keenam, bagaimana pemimpin memosisikan perannya dalam konteks pembangunan ekonomi kerakyatan.
Program keenam inilah yang perlu digarap segera. Apalagi di era 4.0 (4th industrial revolution/4IR) yang merupakan interkonektivitas antara manusia, mesin, ataupun data yang lebih dikenal dengan istilah internet of things (IoT).
Menyadari akan tantangan yang kita hadapi di atas, perlu ada upaya revitalisasi gagasan- gagasan dan rintisan yang visioner dan prospektif demi kemajuan Indonesia di berbagai sektor: ekonomi, politik, dan sosial.
Jika hal ini dapat dilakukan, Indonesia akan mampu menjadi garda depan perekonomian dunia dengan potensi sumber daya manusia dan sumber daya alamnya yang kaya.
Baca juga : Kriteria Pemimpin Kita
Baca juga : Pentingnya ”Pemimpin Jangkar”
M Zainuddin Guru Besar dan Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang