Wajah Ketimpangan di Indonesia
Butuh penanganan serius masalah ketimpangan dalam berbagai aspek kehidupan yang berpotensi memunculkan konflik sosial.
Masalah ketimpangan di Indonesia masih menjadi isu yang terus berkembang. Dengan jumlah penduduk lebih dari 270 juta jiwa, masalah ketimpangan masih menjadi salah satu tantangan yang belum terselesaikan.
Meskipun memiliki sumber daya melimpah dan pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, tingkat ketimpangan masih cukup tinggi. Pada Maret 2023, tingkat ketimpangan pengeluaran yang dilihat dari angka rasio gini mencapai 0,388.
Angka ini meningkat dari periode sebelumnya, bahkan merupakan yang tertinggi selama periode September 2018 hingga Maret 2023.
Ketimpangan ekonomi
Rasio gini merupakan ukuran yang paling sering digunakan dalam mengukur tingkat ketimpangan. Nilai rasio gini berkisar 0 (nol) hingga 1 (satu), di mana semakin mendekati 1 mengindikasikan tingkat ketimpangan yang semakin tinggi.
Ini berarti bahwa tingkat ketimpangan di Indonesia pada Maret 2023 semakin tinggi dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya.
Selain rasio gini, ukuran ketimpangan lain yang sering digunakan adalah persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah atau yang dikenal dengan ukuran Bank Dunia.
Berdasarkan ukuran ini, tingkat ketimpangan dibagi jadi tiga kategori. Yakni, tingkat ketimpangan tinggi jika persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah angkanya di bawah 12 persen, ketimpangan sedang jika angkanya berkisar 12-17 persen, serta ketimpangan rendah jika angkanya berada di atas 17 persen.
Meskipun memiliki sumber daya melimpah dan pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, tingkat ketimpangan masih cukup tinggi.
Pada Maret 2023, persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah adalah sebesar 18,04 persen. Menurut kriteria Bank Dunia, angka ini termasuk dalam kategori ketimpangan rendah.
Namun, jika dikaji lebih dalam, persentase tersebut menurun sebanyak 0,20 persen poin dari kondisi September 2022 yang 18,24 persen.
Sementara itu, persentase pengeluaran kelompok penduduk 20 persen teratas meningkat sebesar 0,12 persen poin dari 45,98 persen pada September 2022 menjadi 46,71 persen pada Maret 2023.
Hal ini menunjukkan bahwa distribusi pengeluaran penduduk Indonesia hampir 50 persen berada di kelompok penduduk 20 persen teratas.
Tak hanya ketimpangan ekonomi, berbagai ketimpangan atau kesenjangan lainnya juga masih menjadi permasalahan.
Ketimpangan pendidikan
Ketimpangan dalam aspek pendidikan, misalnya, berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang diselenggarakan BPS, Maret 2022, angka partisipasi murni (APM) semua jenjang pendidikan pada kelompok perkotaan lebih besar dibanding perdesaan.
APM ini salah satu indikator yang termasuk dalam jajaran indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) untuk melihat ketidakmerataan partisipasi pendidikan.
Perkampungan padat penduduk dengan latar belakang gedung bertingkat di Jakarta, Jumat (23/12/2022).
Selain APM, penduduk berusia 15 tahun ke atas di perdesaan juga memiliki capaian angka melek huruf (AMH) lebih rendah ketimbang di perkotaan (94,21 persen dibanding 97,91 persen).
Selanjutnya, jika dilihat menurut status ekonomi rumah tangga, semakin tinggi status ekonomi, akan semakin tinggi juga capaian AMH untuk penduduk berusia 15 tahun ke atas. Hal ini tentu perlu mendapat perhatian khusus.
Selain untuk mewujudkan prinsip SDGs, yaitu leave no one behind, peningkatan kemampuan literasi penduduk juga akan memberikan dampak berganda (multiplier effect) dalam pembangunan.
Hal ini karena kemampuan literasi berdampak pada pemberdayaan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat, yang pada akhirnya berdampak pula pada partisipasi penduduk dalam ketenagakerjaan, penurunan tingkat kemiskinan, dan lain sebagainya.
Hasil Susenas juga menunjukkan bahwa pada Maret 2022 persentase anak tidak sekolah dan anak putus sekolah di perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan di perkotaan. Perbedaan capaian tingkat pendidikan antara penduduk yang berada di perdesaan dan perkotaan juga masih terlihat.
Sebagian besar penduduk usia 15 tahun ke atas di daerah perkotaan merupakan tamatan sekolah menengah/sederajat, sedangkan di perdesaan didominasi oleh tamatan sekolah dasar/sederajat.
Kesenjangan yang cukup jauh juga terlihat pada penduduk yang tamat perguruan tinggi, di mana di perkotaan mencapai 13,51 persen, sedangkan di perdesaan hanya 5,57 persen.
Dalam aspek kesehatan, kesenjangan dalam hal akses terhadap pelayanan dasar juga masih dirasakan.
Akses kesehatan
Dalam aspek kesehatan, kesenjangan dalam hal akses terhadap pelayanan dasar juga masih dirasakan. Berdasarkan data BPS, proporsi rumah tangga dengan akses terhadap layanan sanitasi dasar di perdesaan pada tahun 2022 adalah sebesar 76,99 persen, sedangkan di perkotaan mencapai 83,80 persen.
Begitu pula dengan akses pada fasilitas kesehatan dasar, di mana di perdesaan memiliki tingkat akses yang lebih rendah (75,37 persen) dibandingkan di perkotaan (82,22 persen). Hal ini menunjukkan semakin penting untuk menjembatani kesenjangan agar seluruh penduduk Indonesia dapat menikmati hak dasar mereka terhadap kesehatan yang layak.
Data juga menunjukkan bahwa pada Maret 2022 persentase perempuan pernah kawin (PPK) umur 10-54 tahun yang pernah melahirkan dalam dua tahun terakhir dengan penolong pertama dan terakhir proses melahirkan anak terakhirnya adalah tenaga kesehatan dan dilakukan di fasilitas kesehatan, untuk daerah perkotaan lebih tinggi daripada di daerah perdesaan.
Adapun dilihat dari status ekonomi yang dilihat dari kuintil pengeluaran, makin tinggi status ekonomi ibu, maka persentase juga semakin tinggi.
Kebijakan menyeluruh
Masalah ketimpangan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia membutuhkan tindakan serius dari pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan.
Terlepas dari data statistik, baik ketimpangan ekonomi, pendidikan, kesehatan, maupun kesenjangan di aspek lainnya, selain berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat, dikhawatirkan juga memicu ketegangan dan kerentanan terhadap konflik sosial. Karena itu, penting untuk merancang kebijakan yang menyeluruh untuk mengatasi ketimpangan, termasuk peningkatan akses pendidikan berkualitas dan pemerataan akses ke layanan kesehatan.
Program-program kemitraan yang mendukung pengembangan ekonomi di daerah perdesaan ataupun daerah-daerah terpencil juga perlu diperluas dan ditingkatkan. Pemberdayaan ekonomi melalui pelatihan keterampilan serta dukungan usaha mikro dan kecil di perdesaan diharapkan dapat membantu mengurangi ketimpangan yang terus berkembang.
Baca juga : Pemulihan Tidak Merata, Ketimpangan Semakin Tajam
Lili Retnosari Statistisi di Badan Pusat Statistik