Membumikan Pancasila sebagai tindakan politik penting menuju Pemilu 2024. Jika tidak, bangsa ini akan menghadapi pandora disintegrasi bagai kisah ”Mahabharata”.
Oleh
YUSRIZAL HASBI
·4 menit baca
Mahabharata adalah epik Hindu yang menceritakan kisah Dinasti Kuru serta pertempuran antara Pandawa dan Kurawa. Mahabharata adalah teks yang berpengaruh dalam membentuk budaya bagi masyarakat India. Epik dramatis ini mencakup materi filosofis, politis, dan religius, seperti diskusi tentang tujuan kehidupan. Kisah ini menggambarkan tentang perjuangan antara dua kelompok bernama Pandawa dan Kurawa dari Dinasti Kuru untuk takhta Hastinapura.
Berbagai cerita dan karakter dalam kisah Mahabharata bisa menjadi contoh pembelajaran yang baik bagi kehidupan dan politik. Banyak kisah di dalamnya yang mengajarkan moralitas dan keadaban publik. Dalam bidang politik, dikisahkan bahwa berpolitik harus dibangun dengan tindakan mulia, kemuliaan ini akan tercapai dengan karakter individu yang positif, terbebas dari kedengkian dan keculasan sebagaimana tokoh Sangkuni dalam epik ini.
Mahabharata mengajarkan untuk menjaga kebenaran dan kebijaksanaan. Seperti tokoh Bisma, Guru Drona, dan Karna yang menyebabkan peperangan besar terjadi dengan mendukung Kurawa, bahkan setelah menyadari apa mereka lakukan itu salah. Berbeda dengan Krishna yang mendukung Pandawa dan mengajar mereka untuk menjunjung tinggi kebenaran dan moralitas dalam hal apa pun, termasuk berpolitik. Kemenangan Pandawa juga membuktikan bahwa pada akhirnya kebenaran selalu menang. Hal inilah yang harus dibudayakan dalam menghadapi Pemilu 2024.
Peristiwa Bharatayudha juga dipicu oleh Raja Dhritarashtra yang mendukung putranya Duryudana untuk menjadi raja dan segala perbuatannya selalu mendapat perlindungan dari Sang Raja. Karena ketidakadilan dan perbuatan sewenang-wenang itulah, akhirnya perang saudara itu terjadi. Seandainya saja Yudistira dijadikan raja atau dengan membagi sebagian dari Kerajaan Kuru, perang besar tersebut mungkin dapat dihindarkan tanpa munculnya korban.
Mahabharata mengajarkan nilai-nilai moral di setiap kisahnya. Ini juga memunculkan gagasan bahwa seseorang harus mencari esensi dari setiap nilai artikulasi dalam berpolitik atau melakukan tugas yang diberikan kepada mereka dengan semangat kebajikan. Mahabharata juga mengajarkan kepada seluruh umat manusia untuk mengikuti jalan dharma dan selanjutnya membahas konsekuensi dari ketidakjujuran dan melakukan dosa. Perang Bharatayudha juga mengajarkan tentang patriotisme, pentingnya hubungan, cinta, dan kasih sayang untuk menjadi manusia yang baik dengan semangat kebajikan.
Berkaca dari kisah Mahabharata, jika dihubungkan dengan perpolitikan saat ini di Indonesia menjelang Pemilu 2024, seyogianya berisi pertarungan ide-ide dan gagasan fundamental dalam menghadapi tantangan global, isu hukum, demokrasi dan HAM, jender, keamanan pangan, kemiskinan, bonus demografi bangsa Indonesia, dan berbagai persoalan penting lainnya. Bahkan, sampai saat ini kandidat bakal calon presiden belum mampu menghadirkan ke ruang publik mengenai ke mana arah bangsa Indonesia setelah pemilu, pastinya tantangan presiden ke depan sangat berat.
Berkaca dari kisah Mahabharata, jika dihubungkan dengan perpolitikan saat ini di Indonesia menjelang Pemilu 2024, seyogianya berisi pertarungan ide-ide dan gagasan fundamental.
Oleh sebab itu, Pemilu 2024 harus diisi oleh kepemimpinan yang bercirikan melayani, tempat nilai moral dan kerendahan hati hidup berdampingan dengan perilaku yang digerakkan melalui tindakan karena tujuan akhir seorang pemimpin adalah untuk melayani dan menyejahterakan masyarakat. Partai politik dan elite politik dalam panggilan altruistiknya seharusnya menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan mereka sendiri dan kelompoknya.
Bangsa yang besar akan lahir dari kepemimpinan yang membumi dan melayani (Barbuto dan Wheeler, 2006). Pada akhirnya, setiap dimensi perpolitikan di Indonesia harus dikembalikan kepada nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan hidup dan perekat Bangsa Indonesia.
Berpolitik Pancasila
Mengutip pemberitaan harian Kompas, 2 Juni 1977, Proklamator Kemerdekaan RI Moh Hatta menyampaikan bahwa pengamalan Pancasila tidak boleh berhenti pada pengamalan di bibir saja (Kompas, 1 Juni 2020). Melihat realitas saat ini tentu membincangkan nilai Pancasila dalam praktik politik, berbangsa, dan bernegara menjadi hal penting demi menjaga keutuhan bangsa Indonesia menjelang Pemilu 2024.
Melihat paradigma partai politik di Indonesia dan kelompok kepentingan adalah perantara alternatif dalam sebuah negara demokrasi dan keduanya memainkan peran penting dalam memasukkan kepentingan masyarakat ke dalam pengambilan keputusan yang demokratis (Almond & Powell, 1966). Maka, peran pemimpin progresif sangat menentukan arah bangsa ini untuk lima tahun ke depan.
Apabila dikaitkan dengan kondisi saat ini menjelang pilpres, membumikan nilai Pancasila menjadi suatu keniscayaan. Pemilu yang dilandasi nilai Pancasila akan membawa sukacita bersama dalam proses transformasi demokrasi di Indonesia. Kondisi rumpang dalam dunia kepemiluan turut dipengaruhi oleh iklim demokrasi dan berpolitik yang terkesan abai terhadap nilai Pancasila.
Harus diakui bahwa kondisi berbangsa saat ini telah abai dengan nilai-nilai Pancasila sebagai perekat dan penguat bangsa ini. Ada semangat yang kian memudar dari bangsa Indonesia, yaitu nilai-nilai Pancasila yang menjadi jati diri dan roh bangsa kini tidak dijadikan sebagai patron dalam bertindak dan berpolitik. Tentu kita tidak ingin Pemilu 2019 terulang kembali dengan kondisi keterbelahan yang saling berhadap-hadapan sesama anak bangsa.
Pemilu 2024 tidak hanya sebatas merebut kekuasaan, tetapi sikap elite dan partai politik harus berlandaskan untuk menjaga ketertiban dan keutuhan bangsa. Menjadi kewajiban elite politik memastikan bahwa pertengkaran di akar rumput masyarakat harus dihindari, sebagaimana dalam lakon kisah Mahabharata. Pada saat yang sama, masyarakat berharap bahwa partai politik mampu melayani dan memastikan bahwa tindakan diambil untuk tujuan yang lebih besar, yaitu kepentingan bangsa dan negara.
Patut juga dipahami bahwa berbagai tantangan Indonesia ke depan tentu lebih berat. Oleh sebab itu, perwujudan ke arah kepentingan bersama, yakni mewujudkan Indonesia adil dan sejahtera, menjadi tumpuan berpijak dalam berpolitik. Melalui konstelasi politik yang demikian, keberadaan partai politik harus memiliki komitmen moral dan integritas dalam membangun perpolitikan Indonesia yang bermartabat, jujur, dan adil.
Masyarakat berharap bahwa partai politik mampu melayani dan memastikan bahwa tindakan diambil untuk tujuan yang lebih besar, yaitu kepentingan bangsa dan negara.
Dalam lintasan sejarah, pada hakikatnya ideologi Pancasila telah menjadi pembentuk teori filosofis resmi negara Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai kepribadian bangsa. Nilai-nilai tersebut menjadi asal mula bahan lahirnya Pancasila yang berasal dari bangsa Indonesia sendiri. Oleh sebab itu, sangat penting praktik berpolitik dan demokrasi tetap berada dalam bingkai Pancasila.
Oleh karena itu, penting mengokohkan kembali nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan nyata. Nilai-nilai tersebut bukan hanya sebatas slogan bahwa saya paling Pancasila, melainkan juga harus mampu difungsikan oleh seluruh penyelenggara negara dan seluruh rakyat Indonesia dalam mengarungi kebinekaan menuju Pemilu 2024.
Tanpa itu semua, bangsa ini akan menghadapi pandora disintegrasi sebagaimana kisah Mahabharata dan ketidakpercayaan publik kepada negara. Guna mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945, membumikan nilai Pancasila sebagai tindakan politik menjadi suatu keniscayaan.