Di kalangan pelaku usaha, semua berusaha menampilkan wajah ramah lingkungan, termasuk perusahaan yang merusak lingkungan.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Pentingnya peta jalan dalam pengembangan ekonomi hijau nasional menjadi bahasan sentral pada CEO Insight Kompas100 CEO Forum, Senin (23/10/2023).
Belum adanya peta jalan membuat semua pihak terkesan jalan sendiri-sendiri. Belum ada satu kesepahaman dan keselarasan mengenai arah dan pelaksanaannya, mulai dari tingkat pusat, daerah, hingga pelaku usaha. (Kompas, 24/10/2023)
Akibat dari semua itu, mengutip narasumber Hendri Saparini, peluang di pasar juga tak tercipta dan sulit menarik investor untuk mendanai proyek ekonomi hijau karena masih minimnya permintaan di pasar. Padahal, Indonesia adalah salah satu negara dengan potensi ekonomi hijau terbesar dunia. Potensi ini tak terealisasi karena ketidaksiapan kita sendiri. Selain peta jalan, komitmen tampaknya masih menjadi persoalan besar di negara ini.
Dari pihak pemerintah, pilar penting menuju ekonomi hijau memang sudah diletakkan dan dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024. Sejumlah langkah terobosan juga ditempuh dalam upaya transformasi menuju ekonomi hijau. Di antaranya, penerbitan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021, pengenalan pajak karbon dan bursa karbon, serta instrumen berbasis nonperdagangan.
Pemerintah juga mengatur penyelenggaraan nilai ekonomi karbon subsektor pembangkit tenaga listrik sebagai salah satu emiten terbesar gas rumah kaca Indonesia. Hal ini mengikutkan lebih dari 86 persen PLTU batubara yang ada.
Di luar itu, disiapkan beberapa instrumen dan kelembagaannya, seperti pembentukan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup, SDG Indonesia One, dan Indonesia Investment Authority. Indonesia juga menerbitkan sovereign green sukuk di pasar dunia dan green sukuk ritel.
Dalam RPJMN 2019-2024, target energi baru terbarukan dalam bauran energi primer adalah 20 persen pada 2024. Sejauh ini, realisasinya sangat lamban. Terkesan pemerintah masih berusaha tawar-menawar. Bahkan, kebijakan mobil listrik sebagai salah satu terobosan paling spektakuler juga masih memakai listrik dari pembangkit fosil yang mengotori bumi.
Di kalangan pelaku usaha, sejalan dengan tuntutan global, semua berusaha menampilkan wajah ramah lingkungan, termasuk perusahaan yang sepak terjangnya sangat merusak lingkungan. Praktik greenwashing seperti ini bukan rahasia lagi, dan hendaknya pemerintah jangan tertipu.
Greenwashing juga terjadi di bank BUMN yang seharusnya jadi contoh. Sejumlah bank BUMN yang dalam Sustainability Report-nya menekankan greenbanking dan komitmen keuangan berkelanjutan justru termasuk yang masih royal mengguyurkan kredit ke perusahaan batubara.
Kita melihat, semua pihak masih berusaha tawar-menawar dan mengulur waktu. Indonesia salah satu yang akan paling terdampak perubahan iklim. Mewujudkan ekonomi hijau tak cukup berwacana, mendadak hijau, atau kamuflase lewat greenwashing, karena semua itu tak akan mampu menunda bumi yang kini sudah kritis, untuk semakin sekarat.
Editor:
PAULUS TRI AGUNG KRISTANTO, ANTONIUS TOMY TRINUGROHO