Kisah Sukses Koperasi Petani
Ada kelegaan membaca keberhasilan koperasi petani, Tani Mulus, di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Kompas, 13/10/2023). Bukan karena jumlah anggota koperasi ini mencapai ribuan orang, melainkan karena inovasinya dalam diversifikasi dan integrasi usaha untuk meningkatkan pendapatan anggota.
Memang butuh orang-orang yang cerdas untuk mendirikan koperasi, seperti dikemukakan ekonom Belanda, JH Boeke, seabad lalu, bukan yang cuma plonga-plongo mendengarkan omongan pengurus. Koperasi ini memenangi Bank Indonesia (BI) Championship Kluster Pangan 2020 dan BI Award pada tahun lalu karena kiprahnya dinilai turut membantu mengendalikan inflasi.
Meskipun begitu, mereka masih membutuhkan bimbingan berdasarkan prinsip-prinsip koperasi, bukan untuk kepentingan politik dengan slogan-slogan kuno. Ada dua hal yang perlu disoroti pada kiprah koperasi ini. Pertama, adanya skema pinjaman ”yarnen” (bayar setelah panen), tanpa bunga.
Kedua, dana untuk pembelian gabah dengan standar harga pemerintah atau lebih tinggi. Sebagai pemberi pinjaman tanpa agunan, koperasi bisa dibenarkan karena adanya ikatan pemersatu, tetapi tetap perlu insentif jasa bagi penyumbang dana demi terciptanya ikatan itu.
Lalu dari mana dana atau modal untuk membeli gabah demi mencegah inflasi? Semoga saja bukan dari lembaga politik dengan pamrih populis.
Koperasi memang lembaga nirlaba, tetapi tidak berarti boleh rugi, karena koperasi harus menjaga kelestarian usahanya demi membina para anggotanya, para petani mikro. Tujuan akhir semua lembaga keuangan mikro adalah kelestarian usaha.
Sumantoro Martowijoyo , Jl Batik Raya, Pekalongan