Pada 10 tahun lalu, Belt and Road Initiative diluncurkan China. Bagi negara berkembang, prakarsa ini membantu mereka untuk membangun.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Belt and Road Initiative (BRI) intinya adalah pembiayaan pembangunan infrastruktur di negara yang terlibat di dalamnya yang dilakukan oleh China. Ada sekitar 150 negara yang tergabung dalam prakarsa ini, termasuk Indonesia. Kereta cepat pertama di Indonesia, Whooss, menjadi salah satu wujud nyata kerja sama dalam kerangka BRI.
Tak hanya Asia, negara di benua Eropa, Afrika, dan Amerika juga ikut tergabung dalam prakarsa itu. Negara pulau atau kepulauan di Samudra Pasifik juga turut terlibat.
Gagasan BRI awalnya diberi nama dengan memasukkan frase ”Silk Road” atau Jalan Sutra. Dapat ditafsirkan, BRI tak ubahnya upaya menghidupkan kembali jalur sutra, sebuah rute perdagangan penting, yang dahulu menandai China sebagai peradaban besar. Jalur itu tidak hanya menjadi rute dagang China dengan kerajaan penting lain, tetapi juga wahana pertukaran teknologi dan gagasan. China berbagi pencapaiannya lewat Jalur Sutra. Sebaliknya, China menerima pengaruh dari peradaban asing melalui rute yang sama.
Apakah BRI menjadi Jalan Sutra versi modern? Bisa jadi. Ada teknologi, metode kerja, dan budaya dari perusahaan atau mungkin birokrasi China yang mengalir melalui BRI ke negara penerima pinjaman. Sebaliknya, pihak dari China (perusahaan dan lembaga pemerintahan) juga menghadapi dinamika dari negara yang tergabung dalam BRI. Ada interaksi intensif anta- ra China dan negara lain yang menjadi bagian dari skema itu.
Dapat ditafsirkan, BRI tak ubahnya upaya menghidupkan kembali jalur sutra, sebuah rute perdagangan penting, yang dahulu menandai China sebagai peradaban besar.
Meskipun demikian, ada sejumlah kalangan yang melihat BRI sebagai upaya Beijing untuk memperluas pengaruh serta mengekspor kapasitas berlebih dari perusahaan China. Selain itu, laporan mengenai negara yang kesulitan mencicil utang dalam kerangka BRI bermunculan. Tak mengherankan, isu transparansi, akuntabilitas, dan tata kelola yang baik segera mengiringi perjalanan BRI. Intinya, agar berkesinambungan dan menguntungkan semua pihak, perlu dilakukan penyesuaian terhadap BRI.
Pernyataan Presiden Indonesia Joko Widodo dalam pembukaan Forum Belt and Road di Beijing, China, sangat krusial. Menurut Jokowi, dibutuhkan upaya bersama guna menjaga nilai utama agar BRI kian kuat dan berdampak. Dibutuhkan sinergi sehingga ada ruang kepemilikan bagi negara tuan rumah dalam melaksanakan proyek nasional secara mandiri. ”Sense of ownership sangat penting untuk keberlangsungan proyek,” ujarnya (Kompas.id, 18 Oktober 2023).
Belt and Road juga melakukan penyesuaian. Proyek BRI akan lebih kecil. China juga mengarahkan BRI sebagai praktik pembangunan ramah lingkungan. Proyek besar berkurang, beralih ke proyek teknologi tinggi, seperti keuangan digital serta platform perdagangan elektronik.
Kita berharap gagasan jalur sutra modern itu tidak hanya menguntungkan pihak tertentu, tetapi juga berpengaruh positif bagi semua negara yang tergabung di dalamnya.
Editor:
PAULUS TRI AGUNG KRISTANTO, ANTONIUS TOMY TRINUGROHO