Presiden Jokowi: Kerja Sama Prakarsa Sabuk dan Jalan Jangan Dipolitisasi
Belt and Road Initiative harus dilandasi prinsip kemitraan yang setara dan saling menguntungkan.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menegaskan pentingnya upaya bersama agar nilai-nilai dalam Prakarsa Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative/BRI) tetap terjaga. Sinergi dan kerja sama dalam pembangunan infrastruktur diharapkan terus diperkuat. Presiden juga menyerukan agar BRI tidak dipolitisasi.
”Saya berharap sinergi BRI dalam pembangunan infrastruktur dapat terus dan di tengah situasi dunia yang makin terbelah kerja sama BRI tidak boleh dipolitisasi,” ujar Presiden Jokowi ketika memberi pandangannya dalam acara pembukaan Belt and Road Forum (BRF) Ke-3 di Great Hall of The People, Beijing, China, Rabu (18/10/2023).
Turut mendampingi Presiden yaitu Menteri Badan Usaha Milik Negara selaku Ad Interim Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Erick Thohir, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Duta Besar RI untuk China Djauhari Oratmangun.
Presiden menegaskan, dibutuhkan upaya bersama dalam menjaga nilai-nilai utama agar Inisiatif Sabuk dan Jalan semakin kuat dan berdampak. Oleh karena itu, dibutuhkan sinergi yang memberikan ruang kepemilikan bagi negara tuan rumah untuk melaksanakan proyek nasionalnya secara mandiri. ”Karena sense of ownership sangat penting untuk keberlangsungan proyek,” katanya.
Indonesia, misalnya, memiliki proyek nasional Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang kemudian disinergikan dengan BRI yang baru-baru ini telah diluncurkan dan dioperasionalkan. Presiden pun berharap sinergi serupa dapat dilakukan dalam pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), transisi energi, dan hilirisasi industri.
Menurut Presiden Jokowi, proyek BRI juga harus dilandasi prinsip kemitraan yang setara dan saling menguntungkan. Selain perencanaan yang matang, proyek BRI harus dilengkapi penggunaan sistem pendanaan yang transparan, penyerapan tenaga kerja lokal, dan pemanfaatan produk dalam negeri.
Keberlanjutan proyek BRI pun harus dipastikan untuk jangka panjang dan dapat memperkokoh fondasi ekonomi negara mitra. ”Bukan justru mempersulit kondisi fiskalnya,” ujar Presiden.
Presiden Jokowi turut mengapresiasi kontribusi China bagi negara-negara berkembang melalui BRI. ”Pepatah China mengatakan yu gong yi shan, kegigihan akan mewujudkan keajaiban. Mari berjuang gigih bersama memajukan pembangunan ekonomi dan mewujudkan kesejahterahan rakyat,” kata Presiden Jokowi.
Saling Menguntungkan
Di sela-sela pelaksanaan KTT Ke-3 BRF, Presiden Jokowi juga melakukan pertemuan bilateral dengan Ketua Kongres Rakyat Nasional China Zhao Leji. Zhao Leji menyampaikan apresiasi terhadap peningkatan kerja sama Indonesia dan China. Kepemimpinan strategis Presiden Xi Jinping dan Presiden Jokowi disebut berhasil melanjutkan BRI dan visi poros maritim dunia.
”Kerja sama yang saling menguntungkan telah menghasilkan progres yang cukup berimbang sehingga telah berperan sebagai suatu teladan bagi peningkatan kerja sama regional,” ujarnya.
Presiden Jokowi turut menyampaikan apresiasi terhadap kerja sama antarparlemen Indonesia dan China yang telah berjalan dengan baik. Kemitraan strategis komprehensif Indonesia dan China yang telah berjalan sepuluh tahun diharapkan dapat terus dijaga untuk mempererat hubungan kedua negara. ”Tentunya ini membutuhkan dukungan dari parlemen,” ungkap Presiden.
Ketika menghadiri High Level Forum di China National Convention Center, Beijing, Presiden menyampaikan empat hal penting dalam membangun konektivitas di sebuah negara.
Pembangunan konektivitas harus memberikan manfaat ekonomi; merata dan inklusif; memperhatikan aspek keberlanjutan; dan mendukung pengembangan sumber daya manusia dan alih teknologi.
Keempat hal itu dinilai sebagai landasan dalam kerja sama BRI untuk pembangunan konektivitas.
”Dengan demikian, BRI ini dapat menjadi solusi bagi pengembangan konektivitas dan berkontribusi bagi perdamaian di kawasan untuk menciptakan kemakmuran bersama,” ujar Presiden di High Level Forum dengan tema ”Connectivity in an Open Global Academy”.
Presiden meyakini bahwa pembangunan konektivitas merupakan jalan kemakmuran bagi sebuah negara. Selama sembilan tahun sampai akhir 2023, Indonesia membangun lebih dari 2.000 kilometer jalan tol, dan juga membangun jalan nontol, pelabuhan-pelabuhan baru, serta bandara-bandara baru.
Selain membangun infrastruktur besar, Presiden Jokowi juga menuturkan bahwa Indonesia juga membangun konektivitas melalui pembangunan infrastruktur kecil yang tersebar di seluruh desa di Tanah Air. ”Ada lebih dari 320.000 kilometer jalan desa, 1,7 juta meter jembatan, dan lain-lainnya,” katanya.
Di samping membangun konektivitas fisik, Indonesia juga terus memperluas konektivitas digital untuk menjangkau daerah terluar atau perbatasan. Selain itu, pembangunan fasilitas-fasilitas pelayanan masyarakat juga terus dibangun, seperti fasilitas kesehatan dan pendidikan. ”Semua itu dapat mendongkrak daya saing ekonomi dan investasi Indonesia, serta menjadi fundamental pertumbuhan yang kokoh dan berkelanjutan,” kata Presiden.
Sementara itu, Nyonya Iriana Joko Widodo menghadiri program pendamping pemimpin acara KTT Ke-3 BRF yang digelar di Museum Seni dan Kerajinan Nasional China. Kedatangan Nyonya Iriana disambut hangat oleh Madam Peng Liyuan. Setelah itu, Nyonya Iriana menuju ke ruang pameran untuk melihat sejumlah kegiatan kesenian dan hasil kerajinan tangan dari China, seperti kegiatan menyulam, seni ukiran perak, keramik, kayu, dan kain tradisional.
Ia pun turut menyaksikan pertunjukan seni yang ditampilkan oleh anak-anak dari China. Setelah mengunjungi ruang pameran, Nyonya Iriana minum teh bersama para pendamping sekaligus menyaksikan pertunjukan. Acara tersebut diakhiri dengan sesi foto bersama Madam Peng Liyuan, Nyonya Iriana, dan para pendamping pemimpin negara yang hadir pada KTT Ke-3 BRF.