Jalan yang mesti dilalui untuk mewujudkan hilirisasi masih panjang. Langkah demi langkah diayunkan konsisten demi akhir yang baik. Jangan berbalik arah.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Saat menggulirkan kebijakan hilirisasi, saat itu pula konsistensi pemerintah dinanti. Kebijakan yang berganti-ganti bisa berdampak negatif karena seperti menegasikan sikap yang sudah diambil. Kebijakan yang berubah-ubah juga bisa membuat pihak-pihak yang terlibat lelah karena mesti berkali-kali berganti arah dalam melangkah.
Harapan perihal konsistensi kebijakan pemerintah dalam industrialisasi itu mengemuka dalam Indonesia Mining Summit 2023 di Badung, Bali. Acara kolaborasi Indonesian Mining Association (IMA) dan harian Kompas yang mengusung tema ”Sustainable Downstream” itu diikuti pemimpin dan perwakilan industri pertambangan nasional.
Dalam dunia bisnis, inkonsistensi kebijakan bisa membuat pelaku usaha mesti berkali-kali mengubah strategi. Kepercayaan terhadap pembuat kebijakan bisa terkikis akibat kebijakan yang berubah-ubah. Akibatnya, akhir yang baik dari sebuah rezim pemerintahan dan kebijakan tak tercapai.
Begitu juga dalam hilirisasi tambang. Kebijakan yang sudah ditetapkan hendaknya diberlakukan secara konsisten. Perbaikan langkah tetap dimungkinkan demi memperkokoh kebijakan hilirisasi. Misalnya, hilirisasi yang semula masih terbatas pada peningkatan nilai tambah dari komoditas menjadi barang setengah jadi diperpanjang hingga menghasilkan produk jadi. Proses hulu ke hilir dengan cara mengembangkan produk turunan akan menciptakan ekosistem industri.
Proses hulu ke hilir memerlukan modal, yang berarti akan menarik investor untuk berinvestasi. Proses itu juga membutuhkan tenaga kerja dengan beragam keahlian sesuai tahapan industri. Teknologi yang digunakan juga bervariasi, dari sederhana sampai canggih. Adapun produk atau barang jadi memiliki pasar tersendiri sehingga proses hulu-hilir memperluas pasar produk industri.
Perekonomian Indonesia tumbuh 5,17 persen secara tahunan pada triwulan II-2023. Sekitar 57,27 persen produk domestik bruto (PDB) disumbang Pulau Jawa. Disusul Sumatera yang berkontribusi 21,94 persen, Kalimantan 8,32 persen, Sulawesi 7,13 persen, Bali dan Nusa Tenggara 2,77 persen, serta Maluku dan Papua 2,57 persen.
Sekitar 57,27 persen produk domestik bruto (PDB) disumbang Pulau Jawa
Pembangunan industri pengolahan akan memacu industrialisasi di daerah tersebut. Meskipun industri hilir memerlukan teknologi yang semakin kompleks, bukan berarti masyarakat ditinggal. Tenaga kerja lokal yang dilibatkan dapat turut mencicipi gula hilirisasi yang manis. Kesejahteraan masyarakat di daerah penghasil komoditas, lokasi industri setengah jadi dan industri jadi, membaik. Kontribusi daerah penghasil komoditas dan industri hilir terhadap PDB nasional pun meningkat.
Perlu kesabaran sekaligus kegigihan dalam kebijakan hilirisasi serta tak goyah menjaga konsistensi kebijakan. Resep ini perlu dipertahankan.