Kebakaran hutan dan lahan membutuhkan langkah terobosan untuk memutus rantai keberulangan yang parah. Selain pemadaman, langkah hukum perlu konsisten, disokong ”political will” perangkat negara.
Oleh
Kompas
·2 menit baca
Api dan asap dari kebakaran hutan dan lahan belum teratasi. Berbagai upaya penanganan pun masih dilakukan.
Kita apresiasi warga, relawan, komunitas, dan para pihak yang turun melawan api di lapangan. Kita dukung juga langkah penegakan hukum seperti yang dilakukan Tim Penegak Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta polisi dalam memproses hukum pelanggaran kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Jumat (6 Oktober 2023), Tim Gakkum KLHK menyegel lahan PT PGK di Palangkaraya, Kalteng. Ada indikasi kebakaran di lahan 372 hektar. Tahun 2019, perusahaan ini juga berurusan dengan hukum untuk kasus serupa.
Di Pulau Kalimantan saja, sepanjang 2023, setidaknya ada 205 laporan kejadian karhutla di area konsesi perkebunan monokultur. Belum termasuk milik perorangan. Dari laporan itu, lahan 14 perusahaan perkebunan sawit disegel dengan luas lahan terbakar 6.760,21 hektar (Kompas, 7 Oktober 2023).
Pada saat bersamaan, asap dan api masih membakar lahan-lahan perkebunan di Sumatera Selatan serta lereng pegunungan di Jawa.
Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah menjadi daerah terparah karhutla, hampir setiap tahunnya. Akhir September lalu, misalnya, satu mandor perkebunan sawit PT KS di Kalteng tewas terbakar saat memadamkan api. Tahun 2021, PT KS divonis bayar Rp 175 miliar atas gugatan perdata KLHK, juga karena karhutla.
Berulang, itulah fakta karhutla. Bahkan, di lahan yang sama dengan pengelola yang sama. Memang, ada faktor fenomena El Nino. Namun, itu bukan pembenar terjadinya kebakaran di lahan perkebunan.
Kerentanan kebakaran lahan gambut di area perkebunan bukanlah kejadian baru. Tanda-tandanya jelas, bahkan sebelum puncak musim kering. Namun, karhutla berikut asap pekatnya yang mengganggu kesehatan dan penerbangan terus muncul, seperti saat ini.
Tak terhitung berapa perusahaan pemegang konsesi atau individu yang berurusan dengan hukum karena karhutla, sejak masifnya pembukaan hutan dan lahan gambut lima dekade terakhir. Entah berapa rupiah kerugian yang ditimbulkan, termasuk dampak buruk kesehatan yang melintasi generasi.
Akibat asap karhutla, Indonesia pernah menerima keberatan resmi dari Singapura dan Malaysia. Namun, asap terus saja hadir.
Di sisi lain, ekonomi bisnis sawit masih menopang perekonomian bangsa, termasuk serapan tenaga kerja. Sejumlah taipan besar juga muncul dari sana. Bisnis ini masih menarik meskipun potensi masalahnya tidak sederhana.
Kali ini bukanlah perdebatan soal alih fungsi lahan hutan atau deforestasi, ini soal menjalankan bisnis secara bertanggungjawab. Penegakan hukum bukanlah solusi tunggal memutus karhutla berulang. Diperlukan keputusan politik demi memastikan praktik perkebunan dan gambut berkelanjutan.
Siapa berbuat, dia bertanggungjawab, termasuk di hadapan hukum.