Kenaikan harga bahan bakar minyak nonsubsidi diperkirakan mendorong konsumsi bahan bakar bersubsidi. Biaya subsidi diprediksi membengkak.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Pertamina menaikkan harga semua bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi, dengan alasan kenaikan harga minyak dunia menyebabkan harga di dalam negeri ikut naik. Indonesia secara netoadalah pengimpor BBM. Harga BBM bersubsidi tidak berubah. Kenaikan harga BBM nonsubsidi diperkirakan mendorong konsumen beralih membeli BBM bersubsidi. Akibatnya, biaya subsidi membengkak dan kemampuan pemerintah membiayai pembangunan menurun.
Dilema kenaikan harga BBM bukan kali pertama kita alami. Pro dan kontra subsidi BBM berulang kali terjadi. Secara prinsip pemerintah bersikap memberi subsidi hanya kepada kelompok paling membutuhkan, yaitu golongan ekonomi lemah. Namun, dalam pelaksanaan tidak berjalan seperti diharapkan. Kita melihat masih ada konsumen yang seharusnya tidak memanfaatkan BBM bersubsidi.
Menyikapi kenaikan harga BBM kali ini, muncul lagi usulan memberlakukan aturan lebih jelas dan tegas pembelian eceran BBM bersubsidi, dengan mengubah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 117 Tahun 2021 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM. Pemerintah tampak berhati-hati merevisi perpres itu. Salah satu alasan, mencegah dampak sosial, politik, dan ekonomi tak diinginkan menjelang Pemilu 2024. Pada sisi lain, pemerintah perlu mengambil langkah tegas untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat dalam penggunaan energi fosil dan menyadari subsidi haruslah untuk kelompok yang membutuhkan.
Sebelum memutuskan mengatur penjualan eceran BBM bersubsidi, pemerintah dan Pertamina perlu memiliki daftar siapa konsumen BBM bersubsidi dan nonsubsidi, di mana dan kapan pembelian BBM bersubsidi terbanyak, mengapa dan bagaimana cara mereka membeli.
Pemerintah sudah berpengalaman dalam pemberian bantuan sosial pangan, kesehatan, dan pendidikan. Data yang dimiliki semakin akurat. Bantuan diberikan berdasarkan nama dan alamat serta nomor induk kependudukan. Cara berbasis teknologi digital dan internet ini dapat digunakan mengatur pemberian subsidi BBM. Pada saat bersamaan, pemerintah mengadakan transportasi umum yang semakin baik, aman, dan nyaman dengan moda bervariasi serta meningkat keterhubungannya. Ke depan, angkutan umum harus dipercepat pengadaannya serta diperbanyak layanannya.
Alih-alih memberi subsidi BBM kepada pengguna kendaraan pribadi yang tak mudah pengawasannya, subsidi dapat dialihkan untuk pengguna angkutan massal, mendorong anggota masyarakat meninggalkan kendaraan pribadi.
Dengan cara ini, masyarakat berpartisipasi aktif mengurangi penggunaan energi fosil, subsidi dapat diberikan secara adil, dan kemungkinan penyalahgunaan subsidi dapat ditekan. Pemantauan dan evaluasi berkala harus dilakukan untuk memastikan subsidi tepat sasaran dan masyarakat beralih ke transportasi publik.
Editor:
PAULUS TRI AGUNG KRISTANTO, ANTONIUS TOMY TRINUGROHO