Iran mengkritik upaya normalisasi hubungan Arab Saudi-Israel. Suara dari Teheran perlu didengar, terutama terkait isu Palestina. Jangan sampai Palestina dikorbankan lagi.
Oleh
REDAKSI
·1 menit baca
Presiden Iran Ebrahim Raisi untuk pertama kali secara terbuka melontarkan kritik terhadap negosiasi normalisasi hubungan Arab Saudi-Israel. Seperti diberitakan kantor berita Iran, IRNA, kritik itu disampaikan pada Konferensi Persatuan Islam Internasional di Teheran, Minggu (1/10/2023). Ia menyebut upaya menormalisasi hubungan dengan rezim Zionis merupakan indikator pemerintahan jumud dan mundur.
Raisi tak menyebut nama negara tertentu. Meski demikian, bisa dipahami, pemerintahan yang dia maksud adalah Arab Saudi. Negara kerajaan ini, dengan mediasi Amerika Serikat, sedang menegosiasikan normalisasi hubungan dengan Israel.
Dalam kritiknya, Raisi juga menyatakan, cara menghadapi musuh bukanlah kompromi dan menyerah, melainkan melalui perlawanan. ”Musuh” yang dimaksud, tak diragukan, adalah Israel atau—dalam bahasa Teheran—”rezim Zionis”.
Dari segi substansi, kritik Raisi tidaklah mengejutkan. Iran-Israel, yang sebelum Revolusi Iran 1979 adalah dua negara sahabat, saat ini musuh bebuyutan. Teheran menganggap Israel ingin Iran hancur atau terpecah belah. Sebaliknya, Tel Aviv melihat Iran sebagai ancaman eksistensi bagi Israel.
Selain dilontarkan Raisi, kritik Iran terhadap isu normalisasi Arab Saudi-Israel juga disampaikan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei dan Menteri Luar Negeri Hossein Amirabdollahian. Khamenei, Selasa (3/10/2023), menyebut negara-negara yang menormalisasi relasi dengan Israel akan kalah.
Amirabdollahian bahkan terang-terangan menyatakan ingin menutup celah normalisasi dengan Israel. Ketika Uni Emirat Arab (UEA)—bersama Bahrain, lalu disusul Maroko dan Sudan—menormalisasi hubungan dengan Israel tahun 2020, Teheran menyebutnya sebagai ”kebodohan strategis”.
Menarik dicermati, kritik Iran terhadap Arab Saudi disampaikan di tengah bulan madu Riyadh-Teheran, yang terjalin sejak Maret 2023 berkat mediasi China. Apakah, seandainya normalisasi Arab Saudi-Israel kelak terwujud, relasi Riyadh-Teheran bakal terdisrupsi?
Terlepas dari pandangan yang berlawanan terkait Israel, Iran dan Arab Saudi sebenarnya memiliki titik temu dalam isu Palestina. Isu ini sama-sama menjadi prioritas dalam kebijakan luar negeri kedua negara. Hanya, cara mereka berbeda: Iran memilih konfrontasi, Arab Saudi meniti jalan kooperasi.
Dalam sejarah, dua pendekatan itu sama-sama belum membuahkan terwujudnya negara Palestina. Isu Palestina disebut masuk bagian yang dinegosiasi Arab Saudi-Israel.
Namun, tepat kiranya jika Arab Saudi berkaca dari normalisasi UEA-Bahrain dengan Israel. Kala itu, UEA-Bahrain menyatakan, dengan normalisasi itu, mereka bisa menghentikan perluasan permukiman Yahudi di tanah-tanah Palestina. Namun, kenyataannya, pencaplokan tanah Palestina meluas, menggerus peluang berdirinya negara Palestina.