Menstabilkan (Lagi) Harga Beras
Saat ini harga beras kembali naik. Selain efek dari kebijakan stabilisasi harga jangka pendek sebelumnya yang telah mulai berkurang, juga ada tantangan baru. Iklim kurang bersahabat untuk produksi padi.
Kenaikan harga beras sudah terjadi sejak Juli-Agustus 2022. Ditengarai kenaikan disebabkan oleh penurunan produksi relatif—artinya produksi mungkin masih meningkat, tetapi lebih rendah dari kenaikan permintaan—serta kelangkaan dan mahalnya harga pupuk akibat perang.
Harga beras yang stabil di kisaran Rp 11.300-Rp 11.400 per kilogram antara Januari dan Juni 2022 beranjak naik hingga mencapai Rp 12.300 per kilogram pada Desember 2022.
Jika selama Januari-Juni 2022 andil beras terhadap inflasi nasional kurang dari 0,01 persen, bahkan pada beberapa bulan dalam periode itu harga beras berkontribusi negatif (deflator), sejak Juli 2022 mulai memberi andil positif (inflator). Awalnya hanya 0,1 persen pada Juli 2022, kemudian menjadi 7 persen pada Desember 2022.
Kebijakan stabilisasi
Kenaikan harga beras itu disadari sebagai masalah jangka pendek. Artinya, harga naik harus segera dikendalikan. Hitungan waktunya mingguan hingga bulanan. Apalagi, masyarakat ketika itu akan segera memasuki Ramadhan dan Idul Fitri. Fokus perhatiannya adalah masyarakat berpendapatan rendah, yang dinilai rentan terhadap kenaikan harga.
Pemerintah terus melakukan kebijakan stabilisasi harga dan dukungan bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Sejak Januari 2023, hal itu dilakukan melalui program penjualan beras Stabilisasi Pasokan Harga Pangan (SPHP). Mulai Maret 2023 juga dilakukan program pemberian bantuan pangan oleh Bulog.
Penjualan beras SPHP Bulog dilakukan dalam bentuk beras kemasan kecil 5 kilogram untuk konsumsi rumah tangga, dengan harga Rp 500-Rp 1.000 per kg lebih rendah daripada harga pasar untuk kualitas yang sama.
Beras SPHP dijual secara eceran (ritel) melalui penjual mitra Bulog, yang diusahakan berlokasi di tempat-tempat strategis yang selama ini menjadi lokasi tempat pembelian beras oleh masyarakat, seperti pasar rakyat dan toko eceran. Selain itu, melalui kerja sama kelembagaan untuk memenuhi kebutuhan pegawai dan karyawan pemerintah daerah ataupun organisasi lain. Sampai dengan Juli 2023 telah terjual 660.000 ton beras SPHP di seluruh Indonesia.
Kenaikan harga beras itu disadari sebagai masalah jangka pendek. Artinya, harga naik harus segera dikendalikan. Hitungan waktunya mingguan hingga bulanan.
Selain beras SPHP, Bulog juga menjalankan program pemerintah dalam bentuk pembagian bantuan pangan berupa 10 kg beras secara gratis kepada keluarga penerima manfaat (KPM), yaitu rumah tangga masyarakat berpendapatan rendah. Program ini dilaksanakan selama tiga bulan, yakni Maret, April, dan Mei 2023. Bantuan pangan ini diberikan kepada 21,35 juta KPM dan telah disalurkan sejumlah 640.000 ton beras.
Tambahan beras ke pasar oleh Bulog juga diperkuat dengan penjualan beras komersial sebanyak 136.000 ton dengan harga sama dengan harga pasar. Dengan demikian, selama Januari-Juli 2023, Bulog telah menyalurkan dan menjual, artinya menambah pasokan beras ke pasar, sebanyak lebih dari 1,4 juta ton. Jumlah ini sekitar 8 persen dari total kebutuhan beras masyarakat dan dilakukan dengan rancangan penetapan harga yang ditujukan untuk bisa memengaruhi tingkat harga pasar agar menjadi stabil.
Usaha ini memberikan hasil positif. Jika pada November-Desember 2022 inflasi umum sekitar 5 persen, pada Juli 2023 berada di angka 3,08 persen. Inflasi pangan (volatile food) yang pada November Desember 2022 juga sekitar 5 persen, pada Juli 2023 bahkan telah menjadi deflator, yakni minus 0,03 persen.
Volatilitas harga beras juga menurun. Jika pada Juli-Oktober 2022 fluktuasi harga mencapai 1,12 persen dan pada November 2022-Februari 2023 mencapai 1,67 persen, pada Maret-Juni 2023, setelah bantuan pangan dilaksanakan turun menjadi 0,44 persen.
Bagi KPM, bukan hanya harga beras yang menjadi lebih stabil. Adanya bantuan pangan 10 kg beras per bulan selama tiga bulan, dengan nilai sekitar Rp 115.000, sama saja dengan 6-8 persen tambahan pendapatan yang sangat berharga.
Harus diakui, program SPHP dan bantuan pangan tidak menurunkan harga beras, yang tetap bertahan pada harga sekitar Rp 12.500 per kg. Hal ini mengindikasikan jumlah pasokan beras total memang tidak bertambah, bahkan ditengarai terjadi penurunan.
Saat ini harga beras kembali naik. Selain efek dari kebijakan stabilisasi harga jangka pendek sebelumnya yang mulai berkurang, juga ada tantangan baru. Iklim kurang bersahabat untuk produksi padi. El Nino terjadi dalam skala dan intensitas yang cukup serius.
Di samping itu, ketidakpastian pasar beras global dengan kebijakan India yang menutup ekspornya—diikuti beberapa negara eksportir lain yang juga memberikan sinyal pembatasan ekspor—telah membuat harga beras bergerak naik.
Menghadapi hal tersebut, pemerintah meluncurkan program bantuan pangan tahap kedua 2023 pada awal September ini, dipercepat dari rencana semula Oktober. Jumlahnya masih sama, menyasar sekitar 21,35 juta KPM dengan pemberian beras gratis 10 kg per keluarga. Program ini juga diperkuat dengan program SPHP dan penjualan komersial.
Diyakini hal ini dapat mengendalikan harga beras, setidaknya selama 3-4 bulan ke depan hingga menjelang akhir tahun, sekaligus memberikan manfaat lebih ke masyarakat berpendapatan rendah.
Belum akan berakhir
Yang perlu diperhatikan adalah, pertama, tantangan kenaikan harga ini tampaknya belum akan berakhir. Indonesia masih berada pada musim paceklik hingga enam bulan ke depan. Panen dalam negeri belum akan terjadi dalam jumlah yang besar hingga April-Mei 2024.
Iklim juga masih dalam ketidakpastian dengan perkiraan resmi dari otoritas meteorologi bahwa iklim masih berada dalam cakupan fenomena El Nino. Artinya, ancaman kenaikan harga beras masih dapat terjadi lagi di awal 2024.
Kedua, program bantuan pangan dan SPHP mengandalkan pada kekuatan stok pemerintah yang dikelola Bulog. Saat ini stok itu cukup memadai setelah kebijakan penambahan stok melalui impor sekitar enam bulan lalu sebagian besar telah terlaksana.
Menjaga jumlah stok yang cukup harus dilakukan sedini mungkin, terutama karena memang tak mudah untuk mendapatkan stok itu, baik dari produksi dalam negeri maupun dari luar negeri. Hal ini dapat diawali dengan penetapan kebijakan antisipatif, bahwa setidaknya pada semester I-2024 program pengendalian harga pangan tampaknya perlu dilakukan kembali.
Ketiga, sebagaimana disadari sepenuhnya program SPHP dan bantuan pangan adalah program stabilisasi harga beras dalam jangka pendek. Usaha jangka menengah panjang melalui peningkatan produksi yang cerdas, riil, dan berkelanjutan tetap sangat diperlukan dan harus terus dilakukan.
Program-program yang berbasis data, ilmu pengetahuan, dan teknologi dengan petani sebagai pusat perhatian utama, berikut pelibatan semua pelaku dalam sistem agribisnis beras, harus terus dikembangkan.
Baca Juga: Kelas Bawah Tanggung Kenaikan Harga Beras Terbesar
Bayu KrisnamurthiGuru Besar Agribisnis FEM IPB, Ketua Dewan Pengawas Perum Bulog