Seperti banyak hal lain yang menjadi tren, kata ”skena” juga meluas karena digunakan di media sosial. Bentuk singkat itu dibuat karena penggunanya suka dan menyepakati penggunaannya.
Oleh
KRIS MADA
·2 menit baca
Bahasa memang hasil kesepakatan penggunanya. Bahasa yang dikenal saat ini adalah hasil evolusi puluhan ribu tahun sejak nenek moyang manusia mulai belajar mengucapkan kata.
Bukan hanya kosakatanya, kesepakatan dalam bahasa juga berupa tatanannya. Tata bahasa memandu penggunanya menggunakan atau mempelajarinya untuk berbagai kepentingan. Cara menggunakan imbuhan, mengatur logika kalimat, hingga menyusun singkatan adalah sebagian dari guna tata bahasa.
Bagi penutur asli, kadang tata bahasa tidak selalu dipahami dengan baik. Hal ini berlaku, baik bagi penutur bahasa Indonesia, bahasa Inggris, maupun bahasa lain. Sebab, penutur asli terbiasa menggunakan bahasa itu sejak lahir.
Jangankan memikirkan apakah akronim itu sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, untuk membaca akronim itu saja sudah membuat pening kepala.
Dalam bahasa Indonesia, ketidakbiasaan menggunakan tata bahasa kadang menghasilkan bentuk singkat (akronim dan singkatan) yang aneh. Bukan hanya warga biasa, lembaga negara pun gemar sekali membuat bentuk singkat yang pembuatannya tidak mematuhi kaidah bahasa Indonesia.
Cek saja, kaidah apa yang dipatuhi oleh akronim duksus renprograr (dukungan khusus rencana program dan anggaran), dukopsindhan (dukungan operasi industri pertahanan), atau rojianstra (biro pengkajian dan strategi)?
Jangankan memikirkan apakah akronim itu sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, untuk membaca akronim itu saja sudah membuat pening kepala. Bagi yang tidak terbiasa, membacanya akan membutuhkan waktu beberapa bentar.
Bahasa gaul
Keranjingan membuat bentuk singkat aneh tidak hanya dilakukan lembaga negara. Warga biasa pun membuat aneka bentuk singkat yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Bentuk-bentuk singkat itu digunakan secara luas di banyak provinsi di Indonesia.
Banyak orang pernah dan masih menggunakan akronim gece yang merupakan bentuk singkat dari gerak cepat. Tidak sedikit pula orang menggunakan gabut yang berakar dari kata gaji dan buta.
Gabut untuk menggambarkan kondisi tidak ada kegiatan. Padahal, dulu ungkapan gaji buta disematkan pada orang yang tetap menerima penghasilan walau tidak melakukan pekerjaan atau tugasnya.
Kini, salah satu bentuk singkat yang sedang terkenal adalah skena. Para penggunanya menyebut bentuk singkat itu sebagai gabungan dari kata sua, cengkerama, dan kelana. Untuk sebagian orang, ketiga kata itu jarang digunakan. Skena membuat ketiga kata itu dikenal meluas saat ini.
Kini, salah satu bentuk singkat yang sedang terkenal adalah skena. Para penggunanya menyebut bentuk singkat itu sebagai gabungan dari kata sua, cengkerama, dan kelana.
Skena dipakai untuk menyebut orang yang kerap berjumpa, lalu membahas isu tertentu, dan kemudian bepergian bersama. Bentuk singkat itu terutama dipakai oleh para penggemar musik indie atau musik yang tidak direkam di studio terkenal. Kadang, genre musik itu dikenal sebagai musik senja.
Seperti halnya duksus renprograr, dukopsindhan, dan rojianstra, bentuk singkat tersebut tidak dihasilkan dari kepatuhan pada tata bahasa. Dengan kata lain, bentuk singkat itu dibuat karena penggunanya suka dan menyepakati penggunaannya.
Seperti banyak hal lain yang menjadi tren, kata skena juga meluas karena digunakan di media sosial. Di berbagai penjuru Indonesia, kini dikenal kata skena. Kadang, kata itu sekalian disematkan dengan senja sehingga lengkapnya menjadi skena senja.