Tidak banyak orang yang menyadari bahwa cukup banyak tenaga kesehatan yang harus berjuang keras untuk kehidupan sehari-hari.
Oleh
SAMSURDJAL DJAUZI
·4 menit baca
Saya dokter spesialis di suatu rumah sakit swasta. Istri bekerja di sebuah bank, namun mengundurkan diri sejak menderita penyakit lupus. Kami punya dua orang anak remaja yang masih di SMU. Anak yang besar sekarang kelas 3 SMU sehingga kami sudah harus menabung untuk persiapan masuk universitas. Di rumah juga ada seorang asisten rumah tangga yang ikut kami sejak saya bertugas jadi dokter umum di daerah.
Meski masyarakat beranggapan dokter spesialis berpenghasilan besar, kami masih mencicil rumah yang baru akan lunas tiga tahun lagi. Bulan lalu saya menerima uang jasa medis dari rumah sakit dan saya terkejut karena jasa medis saya menurun sekitar 30 persen. Jumlah pasien saya bulan tersebut rasanya tak menurun. Ternyata teman-teman sejawat saya juga banyak yang menurun jasa medisnya. Ternyata, ada ketentuan baru yang berbeda dari sebelumnya. Penurunan penghasilan ini bagi kami sekeluarga cukup memberatkan. Kami berharap penurunan ini hanya sementara dan dapat kembali ke sistem semula.
Saya menyadari saya tak dapat hanya menggantungkan penghasilan dari pekerjaan sebagai dokter. Saya harus punya sumber penghasilan lain. Saya pernah mencoba ikut bisnis saham, namun rugi. Saya juga pernah bersama teman mendirikan rumah makan, namun juga tak berjalan dengan baik. Jadi, sekarang jika ada sisa penghasilan, saya hanya menabung atau membuka deposito saja. Saya mulai membayangkan jika nanti anak-anak kuliah, menikah, atau saya pensiun, tabungan saya mungkin tidak akan mencukupi untuk kehidupan keluarga seperti sekarang ini.
Di tengah kekhawatiran mengenai pendapatan, ada kabar gembira bagi tenaga kesehatan. Pemerintah setuju untuk melakukan imunisasi hepatitis B bagi tenaga kesehatan yang memerlukan. Kebijakan ini disambut gembira oleh tenaga kesehatan. Risiko kami yang langsung merawat pasien jauh lebih tinggi tertular hepatitis B dibandingkan tenaga kerja lain yang tak kontak langsung dengan pasien. Teman-teman saya ada yang mengalami sirosis hati bahkan kanker hati. Semoga dengan program imunisasi hepatitis B untuk tenaga kesehatan ini penyakit yang menakutkan tersebut dapat dicegah.
Jika dibandingkan dengan tenaga kesehatan di ASEAN, misalnya Singapura, kita masih tertinggal dalam perlindungan untuk tenaga kesehatan. Mereka selain mendapat imunisasi hepatitis B, juga mendapat perlindungan untuk influenza, varisela, morbili, rubela dan pneumokokus. Semoga jika kemampuan anggaran pemerintah memungkinkan, tenaga kesehatan kita juga akan mendapat imunisasi yang diperlukan tersebut. Jika boleh tahu, saya ingin mendapat informasi bagaimana kehidupan teman-teman seangkatan Dokter di usia sekarang ini? Apakah dapat hidup tenang dan mencukupi? Terima kasih.
D di J
Saya lulus tahun 1969 sebagai dokter umum. Jadi, dokter angkatan saya pada umumnya sekarang berusia sekitar 78 tahun. Sebagian teman seangkatan saya sudah meninggal dunia. Kami yang masih hidup bersyukur masih dapat berkomunikasi, bahkan secara berkala berkumpul seperti masa muda dulu.
Sudah tentu pada usia sekarang ini sebagian besar kami mengidap penyakit kronik dan gangguan kesehatan yang berkaitan dengan usia lanjut. Kami tetap berusaha untuk menikmati hari-hari yang ada, tetap berusaha membagi pengalaman dengan generasi muda. Ada teman saya yang rajin mengumpulkan beras untuk saudara kita yang miskin, juga ada yang rajin menulis di surat kabar berbagi pendapat dan pengalaman. Teman-teman yang masih kuat masih rajin bepergian di dalam maupun ke luar negeri.
Angkatan kami termasuk angkatan yang beruntung. Kehidupan dokter angkatan kami melalui masa sulit karena negara baru merdeka, kemudian masuk masa ekonomi membaik, dan terakhir ini kami mengalami juga era asuransi kesehatan nasional. Hampir semua kami memanfaatkan BPJS karena kami tahu layanannya bermutu dan dapat diandalkan. Mengenai keadaan keuangan, tiap orang rezekinya berbeda-beda. Ada teman saya yang kaya raya, namun juga cukup banyak yang hidup sederhana. Harapan kami sebagai generasi tua adalah tidak membebani anak cucu. Kalau boleh, kami dapat hidup mandiri dengan kemampuan yang ada.
Kesejahteraan tenaga kesehatan
Masyarakat berharap tenaga kesehatan dapat bekerja dengan mengutamakan jiwa sosial. Mereka hendaknya melayani masyarakat dan menolong orang sakit tanpa terpengaruh oleh pertimbangan finansial. Tak banyak orang yang menyadari bahwa cukup banyak tenaga kesehatan yang harus berjuang keras untuk kehidupan sehari-hari.
Coba kita bayangkan seorang perawat bedah perempuan yang baru selesai tugas operasi jam sepuluh malam. Rumah sakitnya di Jakarta dan rumahnya di Depok. Naik kendaraan umum, sudah tak ada di malam hari. Jika naik taksi, dapat mengeluarkan biaya lebih dari seratus ribu rupiah. Jika dia belum berkeluarga, mungkin dapat tidur di rumah sakit, namun jika dia seorang ibu, anak dan suami menantinya di rumah.
Penghasilan tenaga kesehatan biasanya tak lebih tinggi daripada tenaga kerja di bidang bisnis. Padahal, jam kerjanya memerlukan kerja di sore dan malam hari. Jika tak hati-hati, keharmonisan rumah tangga tenaga kesehatan bisa terganggu.
Rasa puas dalam kehidupan tenaga kesehatan adalah melihat pasiennya sembuh atau mengalami kemajuan. Teman-teman di daerah biasanya mendapat hadiah dari kebun, pisang, atau singkong sebagai ungkapan rasa terima kasih masyarakat. Sebaliknya, cukup banyak tenaga kesehatan yang juga membantu secara finansial pasien yang mengalami kesulitan dalam pengobatan.
Saya merasa interaksi dengan masyarakat amatlah menyenangkan. Ketika seorang dokter meninggalkan tempat kerjanya, harus pindah ke tempat lain atau harus melanjutkan pendidikan, masyarakat mengadakan berbagai upacara perpisahan. Saya masih ingat ketika saya meninggalkan RS Umum Samarinda tahun 1981 setelah lima tahun bertugas di sana. Saya tidak hanya diundang oleh kalangan kesehatan, namun juga kelompok masyarakat lain. Semua terasa sebagai suatu keluarga besar.
Menjadi tenaga kesehatan adalah salah satu pilihan yang baik meskipun saya merasa kehidupan tenaga kesehatan dewasa ini lebih sulit karena kewajibannya tak berbeda dengan tenaga kerja lain baik dalam pendidikan anak, membayar pajak. Jika tenaga kesehatan membicarakan penghasilan, sebagian masyarakat mungkin merasa kurang pantas. Saya berharap Anda akan mendapat perlakuan yang adil. Semoga Anda sekeluarga dapat hidup dengan tenang dan bekerja dengan giat dalam menolong masyarakat. Saya percaya pemerintah akan terus memperhatikan kesejahteraan tenaga kesehatan termasuk mereka yang bertugas di daerah terpencil.