Dari tiga KTT dunia terkini terlihat penajaman pembelahan dunia ke dalam kubu-kubu ekonomi-politik yang menantang sekaligus membutuhkan langkah-langkah cermat. Pada KTT Ke-43 ASEAN di Jakarta, ASEAN harus berbuat apa?
Oleh
EDUARDUS LEMANTO
·4 menit baca
KTT Ke-43 ASEAN di Jakarta (5-7 September 2023) perlu ditarik garis relasinya dengan tiga KTT dunia terkini, yakni KTT NATO di Vilnius, Lituania (11-12 Juli 2023), KTT Rusia-Afrika di St Petersburg (27-28 Juli 2023), dan KTT BRICS di Johannesburg, Afrika Selatan (22-24 Agustus 2023).
Pertama, KTT NATO di Vilnius, Lituania. Hasilnya adalah penguatan dan peningkatan belanja pertahanan, ekspansi keanggotaan, dan mengecam keras Rusia terkait konflik Ukraina.
Kedua, KTT Rusia-Afrika di St Petersburg. Hasilnya meliputi penguatan kerja sama di bidang ekonomi-politik, dan ditandai oleh dukungan negara-negara Afrika terhadap Rusia dan konfrontasi mereka terhadap blok Barat.
Ketiga, KTT BRICS di Johannesburg, Afrika Selatan. Hasilnya: penguatan kerja sama ekonomi-politik dan penerimaan anggota baru per 1 Januari 2024 terhadap Argentina, Etiopia, Mesir, Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.
Dari ketiga KTT tersebut terlihat penajaman pembelahan dunia ke dalam kubu-kubu ekonomi-politik yang menantang, sekaligus membutuhkan langkah-langkah cermat. Pada KTT Ke-43 ASEAN, ASEAN harus berbuat apa?
Pidato singkat itu berisi empat poin krusial: solidaritas, soliditas, egalitas, dan kooperasi mutualisme antarnegara.
Seruan kesetaraan global!
Dalam pidatonya di Johannesburg pada KTT BRICS, Presiden Joko Widodo meniupkan kembali semangat Dasasila Konferensi Asia-Afrika (KAA) Bandung di depan para pemimpin aliansi tersebut. Pidato singkat itu berisi empat poin krusial: solidaritas, soliditas, egalitas, dan kooperasi mutualisme antarnegara.
Pada poin turunannya, Presiden Jokowi juga mengajak negara-negara berkembang untuk bersatu memperjuangkan hak-haknya, solid melawan diskriminasi perdagangan, dan berani menentang intimidasi ekonomi-politik dari negara-negara maju. Ia memakai contoh dari Indonesia. Satu di antaranya terkait konflik Indonesia versus Uni Eropa yang menentang kebijakan hilirisasi industri.
Satu poin kunci dari Jokowi ialah kerja sama global harus setara dan inklusif. Ia mendesak agar tata kelola relasi global direformasi agar lebih adil dan bersahabat. Sikap Jokowi ini semacam memperkuat konfrontasi negara-negara Afrika terhadap perilaku represif dan bossisme negara-negara maju.
Kita ambil contoh sikap Presiden Isaias Afewerki (Eritrea), Presiden Paul Kagame (Rwanda), Presiden Cyril Ramaphosa (Afrika Selatan), Presiden William Ruto (Kenya), dan banyak lainnya yang menyuarakan poin-poin serupa dengan tekanan Presiden Jokowi itu.
Mereka mendobrak tatanan hubungan global yang masih berwatak kapitalisme industrial, dengan negara maju berlaku seperti boss-tuan-majikan, dan menganggap negara berkembang-miskin tak lebih sebagai buruh kasar-budak-anak buah. Relasi global di era digital mesti mulai bergeser ke sifat rekanan.
ASEAN, khususnya Indonesia, perlu menyimak tipe pendekatan konfrontatif-ofensif dari dua kubu: kubu NATO/Barat pada KTT di Vilnius dan dari kubu negara-negara Afrika pada KTT di St Petersburg. Pada KTT NATO, negara-negara anggota NATO mengonfrontasi Rusia dan secara tersembunyi terhadap China. Sementara pada KTT Rusia-Afrika, negara-negara Afrika mengecam keras blok Barat.
Kedua blok itu memainkan ”politik provokatif-ofensif”. Akibatnya, perseteruan makin menajam. Di hadapan kondisi ini, bagaimana ASEAN bersikap?
ASEAN: jembatan persahabatan!
ASEAN tentu harus bisa memilih jalan lain. Dengan menyinggung Dasasila KAA Bandung tersebut, Presiden Jokowi tampaknya sedang memainkan strategi ”politik akomodatif-konstruktif”.
Seruannya serupa pisau bersisi tajam ganda. Sebagai ketua ASEAN, ia tak hanya menegur keras sifat represif-eksploitatif-hegemoni blok negara-negara maju terdahulu. Namun, ia sekaligus mengingatkan blok baru untuk tidak bersikap dan berperilaku serupa jika sudah memiliki kekuatan.
Ini langkah bagus bagi ASEAN, khususnya bagi Indonesia. Sebagai ketua ASEAN, Indonesia sedang memainkan politik konstruktif-akomodatif itu di panggung global. ASEAN perlu dan memang harus sadar bahwa dirinya sedang menjadi ”makhluk cantik”.
Ia digandrungi blok Barat, dicumbui China, dilirik Rusia, dan terus mempertahankan persahabatan dengan blok Afrika. Sudah saatnya ASEAN berani mengambil posisi sebagai inisiator solusi dan menjadi pemain utama bagi perdamaian dunia, termasuk untuk kepentingan regional.
Bagi dunia, salah satu medan uji kemampuan ASEAN adalah terkait keluarnya Rusia dari Kesepakatan Biji-bijian Laut Hitam. Tekanan Presiden Jokowi untuk dilakukan pencarian solusi atas krisis pangan dalam pidatonya di KTT BRICS menjadi catatan penting.
Sebagai ketua ASEAN, Indonesia sedang memainkan politik konstruktif-akomodatif itu di panggung global. ASEAN perlu dan harus sadar bahwa dirinya sedang menjadi ’makhluk cantik’.
Hal itu merupakan terobosan awal ASEAN yang perlu diperkuat pada KTT di Jakarta. Presiden Jokowi mendorong upaya penyelamatan negara-negara rawan pangan, seperti Afghanistan, Etiopia, Somalia, Sudan, dan Yaman.
Syaratnya, blok Barat-Ukraina dan Rusia bersikap lentur dan kembali ke meja perundingan.
Blok Afrika dan beberapa negara Asia telah mengambil jalan praktis setelah koridor Laut Hitam bermasalah setelah Rusia keluar dengan membuka rute baru lewat North-South Transport Corridor.
Kini giliran ASEAN menyelamatkan diri. Sebab, merujuk pada laporan Bank Dunia 2020, ASEAN adalah importir pupuk (9,74 persen), gandum (3,99 persen) dari Rusia, dan bubur sereal (9,22 persen) dari Ukraina.
Indonesia adalah importir pupuk dari Rusia sebanyak 1,03 juta ton selama tahun 2022. Neo-ASEAN harus mampu memutuskan: selamatkan diri, lalu selamatkan dunia!
Eduardus Lemanto,Program Doktor, Departemen Filsafat Sosial, PFUR, Moskwa